Tiada Henti
Meninggalnya dua pelajar itu menambah panjang daftar pelajar yang berpulang sia-sia. Berdasarkan data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak, di sepanjang 2012 sedikitnya ada 16 siswa yang tewas akibat 86 tawuran. Kecuali mati, ada puluhan yang luka berat maupun ringan. Bagaimana pada 2011? Di tahun itu terjadi 139 kasus dengan 39 mati (www.tempo.co 26/09/2012).
Tawuran pelajar seperti tak pernah berhenti. Padahal, itu jelas merugikan. Hal yang pasti, antara lain, pelajar itu rugi akibat terganggunya pelajaran termasuk jika sampai sekolah diliburkan sementara. Kerugian bertambah jika mereka cidera dan apalagi sampai mati. Kerugian lain bisa dilihat dari berbagai fasilitas publik yang rusak. Adapun ‘secara nasional’, kerugiannya adalah makin memudarnya sikap tenggang rasa dan nilai-nilai luhur lainnya di kalangan pelajar.
Jika tak ada penyelesaian yang mendasar dan menyeluruh atas ‘tradisi’ tawuran ini, maka bukan tak mungkin para pelajar akan sampai kepada kesimpulan bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk menyelesaikan masalah. Intinya, mereka akan cenderung untuk memilih menghalalkan segala cara agar tujuannya tercapai. Tentu -jika ini benar terjadi- maka akibat jangka panjangnya bagi negeri ini sudah bisa dibayangkan. Lalu, tak adakah jalan keluar dari masalah tawuran ini?
Lingkungan, Lingkungan!
Siapapun paham bahwa pengaruh lingkungan sangatlah besar bagi seseorang. Lingkungan yang baik akan melahirkan pribadi-pribadi yang baik, dan sebaliknya.
Terkait upaya meniadakan ‘budaya’ tawuran pelajar, maka mendorong pelajar untuk aktif di Rohis adalah salah satu pilihan terbaik. Mengapa?
Rohis adalah singkatan dari Kerohanian Islam dan merupakan aktivitas ekstrakurikuler di sekolah. Kegiatan mereka legal, mendapat izin dan dukungan dari sekolah.
Rohis dikenal tangguh dalam usaha membentuk akhlaq pelajar, terutama yang menjadi anggotanya. Artinya, Rohis adalah lingkungan yang baik. Terbukti, selama ini tak ada catatan bahwa aktivis Rohis terlibat tawuran.
Banyak aktivis Rohis yang meraih prestasi gemilang, mulai dari level lokal sampai nasional. Siti Munawaroh dari Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo membuat penelitian menarik: “Studi Komparasi Prestasi Belajar PAI antara Aktivis Rohis dengan Aktivis OSIS di SMA 13 Semarang”. PAI adalah kependekan dari Pendidikan Agama Islam. Hasilnya?
Prestasi belajar PAI aktivis Rohis di SMA 13 Semarang termasuk pada kategori sangat baik, Sementara, prestasi belajar PAI aktivis OSIS di SMA 13 Semarang termasuk pada kategori baik. Intinya, terdapat perbedaan yang meyakinkan tentang prestasi belajar PAI antara aktivis Rohis dengan aktivis OSIS di SMA 13 Semarang (library.walisongo.ac.id, diakses 26/09/2012).
Banyak aktivis Rohis yang berprestasi. Muhammad Chandra misalnya, dia meraih medali emas di Olimpiade Sains Nasional bidang kebumian OSN 2011 (www.suara-islam.com 24/09/2012).
Rohis adalah organisasi ‘lengkap’, meliputi aktivitas menambah ilmu dunia dan akhirat. Di Rohis diajari cara berorganisasi yang baik. Rohis mendorong peningkatan kreativitas. Ada latihan nasyid, teater, dan lain-lain. Di bidang jurnalistik, ada aktivitas menulis di bulletin, majalah dinding, dan sebagainya.
Untuk pendalaman teori dan praktik agama? Tentu ini menu utamanya. Mereka mengenal apa yang disebut mentoring. Dalam kelompok mentoring, mereka dibimbing mentor yang akan –antara lain- memberikan ilmu-ilmu keislaman, mendengarkan permasalahan anggota dan lalu memberikan solusinya berdasarkan spirit keislaman. Lebih dari itu, ibadah harian anggota Rohis akan terjaga karena adanya budaya saling mengingatkan.
Maka, mengherankan sekali saat Metro TV memberitakan secara salah tentang Rohis. Lihatlah program Headline News dan “Metro TV Hari Ini” pada 05/09/2012 soal isu gerakan terorisme yang masuk ke lingkungan sekolah. Pemberitaan yang menggunakan tagline “Awas! Generasi Baru Terorisme” itu dinilai banyak kalangan sangat merusak nama baik Rohis.
Bagi Rohis, efek dari pemberitaan tersebut sangat merugikan keberadaan mereka. Salah satu kerugiannya, para orang tua murid kini takut mengizinkan anaknya untuk ikut dalam kegiatan Rohis di sekolah.
Merasa diperlakukakan secara tidak semestinya, kalangan Rohis bergerak. Salah satunya, lewat aksi damai Rohis se-Jabodetabek pada 23/09/2012 yang digelar di bundaran Hotel Indonesia Jakarta. “Kami minta Metro TV minta maaf karena telah mencemarkan nama baik Rohis, agar para orang tua tidak resah atas isu tersebut,” jelas Erwin Maulana Sadewo, Ketua Rohis salah sebuah SMA di Jakarta.
Rupanya kecaman dari berbagai kalangan atas siaran televisi yang tak berdasar itu berbuah. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menegaskan bahwa Metro TV telah mengakui beberapa kesalahan dalam pemberitaannya, seperti pada judul dan juga tidak mencantumkan sumber dari berita tersebut (www.hidayatullah.com 25/09/2012).
Solusi Itu
Hikmah harus diambil. Pertama, perang melawan terorisme jelas akan didukung oleh semua kalangan. Tetapi, ‘perang’ yang dilakukan secara membabi-buta jelas harus dihentikan. Kasus salah tangkap, ide mengubah kurikulum pesantren, ide sertifikasi ulama, dan tuduhan Rohis sebagai sarang perekrutan calon teroris jelas harus ditolak.
Kedua, atas terus maraknya tawuran antarpelajar, maka -dengan mengingat prestasi aktivis Rohis selama ini- para pelajar perlu didorong untuk aktif di Rohis. Semoga dengan cara ini, para orang tua tak akan ada yang khawatir saat melepas kepergian anak-anaknya ke sekolah. Sebab, di sana ada Rohis yang sama sekali tak mengajarkan anggotanya untuk menjadi teroris. []