Siapa Hendak Padamkam Dakwah?

Oleh M. Anwar Djaelani

arifin ilhamInpasonline-Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka. Tetapi, Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya” (QS Ash-Shaff [61]: 8).

Bukan tak mungkin, ayat di atas segera diingat oleh banyak umat Islam di saat membaca berita semisal berikut ini: “Innalillah, Dakwatuna dan Hidayatullah Diblokir Pemerintah” (bersamadakwah.net 30/03/2015). Inti berita, bahwa dua situs dakwah tersebut bersama belasan situs sejenis lainnya diblokir pemerintah atas permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Alasannya, situs-situs tersebut merupakan penggerak paham radikalisme dan/atau sebagai simpatisannya.

Selain dua situs dakwah di atas, yang diblokir lainnya antara lain seperti: eramuslim.com, panjimas.com, arrahmah.com, salam-online.com, muslimdaily.net, dan kiblat.net. Tak pelak lagi, aksi pemblokiran situs-situs dakwah di sekitar akhir Maret 2015 itu membuat umat Islam resah. Sebab, bagi mereka, selama ini situs-situs tersebut justru sangat bermanfaat. Mereka bisa mendapatkan banyak kajian keislaman, berita-berita di dunia Islam, dan berita-berita nasional. Tentu saja, isi situs-situs itu disajikan dalam perspektif jurnalistik Islami yang berusaha untuk selalu adil dalam penyajian dan pemberitaannya.

Alasan dan sekaligus aksi pemblokiran situs-situs dakwah itu tak bisa diterima. Pertama, rata-rata situs yang diblokir tersebut selama ini dikenal sebagai media penyampai dakwah yang bermanfaat. Sebab, lewat situs-situs itu pembaca  diajak untuk menjadi Muslim yang baik. Di sisi ini, sesungguhnya yang juga diuntungkan adalah pemerintah. Sebab, secara tak langsung situs-situs itu telah membantu tugas pemerintah di aspek pembangunan ruhani warga masyarakat.

Kedua, sejauh yang dapat diikuti, tak ada kriteria yang jelas apa yang dimaksud dengan radikalisme itu. Jika tak ada kriteria yang jelas, maka sesungguhnya memang tak ada alasan yang kuat untuk mencurigai situs-situs itu. Hidayatullah.com, misalnya. Situs itu merupakan situs dakwah di bawah naungan ormas Hidayatullah. Sebagai ormas, Hidayatullah sudah lama diakui legalitasnya oleh pemerintah.

Ketiga, aksi blokir itu tak didahului oleh serangkaian langkah yang patut sebagaimana lazimnya di sebuah negara hukum. Misal, sebelum pemblokiran tak ada teguran, peringatan tertulis, dan langkah-langkah standar lainnya.

Keempat, secara umum, aksi pemblokiran itu menutup akses masyarakat untuk mendapatkan informasi. Sementara, hak mendapatkan informasi adalah salah satu hak dasar manusia yang diakui secara luas di dunia ini.

***

Islam adalah agama dakwah (baca QS Ali ‘Imraan [3]: 110, An-Nahl [16]: 125, Fushshilat [41]: 33, dan Muhammad [47]: 7). Terkait ini, Nabi Muhammad SAW lebih menegaskan lagi dengan menyerukan: “Sampaikanlah (ajaran) dariku walau satu ayat” (HR Bukhari).

Sejarah panjang negeri ini pun tak putus diwarnai oleh dakwah, termasuk di masa-masa sulit perjuangan merebut kemerdekaan. Ketika itu, perjuangan sangat diwarnai oleh ‘produk dakwah’. Pikiran, tenaga, dan bahkan jiwa para ulama serta santri tak terhitung yang telah disumbangkan.

Di zaman pembangunan sekarang ini, para aktivis dakwah –termasuk aktivitas lewat situs-situs dakwah- berjuang memberikan pemahaman keagamaan yang benar. Para aktivis dakwah tetap setia mendarma-baktikan tenaga dan pikirannya untuk kemajuan negeri ini.

Dakwah harus terus bergerak meski banyak tantangan. Sebab, tantangan atas dakwah adalah sesuatu yang niscaya. Bahkan, gairah berdakwah bisa makin membesar jika tantangannya makin membesar pula.

Pemblokiran situs-situs dakwah adalah sebuah tantangan. Adakah contoh lain yang pernah mengemuka? Sekadar menyebut sebuah contoh, bacalah berita ini: “KH Ma’ruf Amin Tolak Rencana Pemerintah Pengaturan Isi Khutbah Jumat” (www.an-najah.net 01/12/2014). Disebutkan bahwa kabar rencana pemerintahan Jokowi untuk mengatur isi khutbah Jum’at merebak karena ditulis di salah satu pasal RUU Perlindungan Agama yang saat itu tengah digodok Kementerian Agama. Di RUU tersebut, pengaturan khutbah Jum’at masuk dalam pasal pengaturan materi dakwah di ruang publik.

Hal-hal di atas itu memberikan penegasan bahwa dakwah di negeri ini masih sering diposisikan secara tidak proporsional. Banyak pihak di sekitar kita yang (pura-pura?) tak tahu bahwa betapa besar kontribusi aktivitas dakwah terhadap negeri ini, baik di zaman pergerakan kemerdekaan maupun di era pembangunan sekarang ini.

Kini, atas berbagai kenyataan pahit yang umat Islam alami, mari tetap bersyukur bahwa dengan demikian ladang amal semakin terbuka lebar. Pertama, jika kita menganggap penutupan situs-situs dakwah sebagai sebuah kesulitan maka kita tetap harus bersyukur. Sebab, sejauh kita berusaha untuk mengatasinya maka segera kita akan mendapatkan langkah penyelesaian yang tepat. Ingatlah, “Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan” (Alam Nasyrah [94]: 6).

Kedua, jika kita menilai penutupan situs-situs dakwah sebagai sebuah beban, maka akan ada jalan keluar sepanjang kita telah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menyelesaikannya. “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS Al-Baqarah [2]: 286).

Ketiga, jika kita menganggap bahwa penutupan situs-situs dakwah sebagai sebuah ujian atas spirit jihad dan kesabaran kita, maka sambutlah dengan bahagia pernyataan Allah ini: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar” (QS Ali-‘Imraan [3]: 142).

Jadi, siapa yang ingin menahan laju dakwah? Sungguh, umat Islam tak akan pernah meninggalkan gelanggang dakwah apapun tantangannya. Tekad itu tak mengada-ada, sebab memiliki sandaran yang kukuh yaitu sebuah jaminan Allah bahwa yang haq pasti akan selalu dimenangkan-Nya. “Dan katakanlah: ‘Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap.’ Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap” (QS Al-Israa’ [17]: 81). []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *