Diam dan Kenali!
“Haji adalah Arafah”. Maka, pada 9 Dzulhijjah (Hari Arafah) semua jamaah haji wajib melaksanakan wukuf di Arafah. Wukuf adalah nama ibadah yaitu bagian dari Rukun Haji. Sementara, Arafah adalah nama tempat di mana wukuf harus dikerjakan.
Mengacu kepada kata Arafah yang bermakna mengenal, maka wukuf di Arafah adalah aktifitas berdiam diri dalam waktu tertentu yang bertujuan untuk (lebih) mengenal Allah. Di saat para jamaah haji itu berefleksi untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, pada saat yang sama dapat dipastikan bahwa mereka juga akan bermuhasabah (berintrospeksi). Misalnya; sudah benarkah saya dalam menjalankan amanah Allah sebagai khalifah di muka bumi ini? Sudah berusahakah saya mengikuti semua syariat Allah seperti yang telah diatur-Nya lewat Al-Qur’an dan Hadits?
Menjadi menarik jika yang melakukan refeleksi itu seorang pemuda: apa pesan Al-Qur’an terhadap pemuda? Sudahkah saya sebagai pemuda mengambil peran sebagaimana contoh-contoh pemuda dan pemudi hebat yang nama dan prestasinya diabadikan Al-Qur’an?
Sekali lagi, refleksi tak hanya perlu dilakukan oleh pemuda yang sedang berhaji dan sekarang sedang wukuf di Arafah. Tetapi, pemuda yang di tahun ini belum berkesempatan berhaji bisa melakukan hal yang sama. Intinya, siapapun bisa mengambil hikmah.
Ternyata, Al-Qur’an memberi porsi yang cukup dalam menggambarkan siapa dan peran strategis apa yang bisa dimainkan pemuda. Misalnya, Al-Qur’an berkisah tentang Ibrahim, sosok pemuda yang kuat dalam berdakwah. Dia berani menghancurkan berhala-berhala buatan bapaknya sendiri dan sebagai akibatnya dia harus berhadapan dengan Namrudz –penguasa ketika itu- yang zalim.
Teladan pemuda yang beraqidah kuat, sabar, dan lembut ada dalam diri Ismail. Lihatlah ketika Ibrahim –sang ayah- menyampaikan mimpi (baca: wahyu Allah) bahwa Ismail harus dikurbankan. Ketika Ibrahim memberi waktu Ismail untuk berfikir, dia menggeleng: “Tak perlu. Mari kita segera tunaikan perintah itu”.
Musa adalah contoh yang lain. Dia pemuda yang haus ilmu. Kita ingat bagaimana sikapnya yang sangat antusias saat dia berguru kepada Nabi Khidir a.s.. Kecuali itu, Musa pun dikenal sebagai pemuda tanpa pamrih. Dia tak suka ‘obral jasa’ dan lalu menagih ‘biaya investasi’-nya. Lihatlah ketika dia membantu dua wanita -anak Nabi Syu‘aib a.s.- di saat mereka memberi minum ternaknya.
Cermatilah Yusuf. Dia pemuda yang mampu membendung godaan syahwat, sekalipun itu datang dari wanita kaya dan terhormat. Untuk pilihan sikapnya yang teguh itu, diapun ikhlas saat harus dipenjara karenanya.
Lalu, adakah contoh dari kalangan pemudi? Maryam adalah contoh wanita muda yang mampu menjaga kehormatannya (tentang ini baca QS [21]: 91 dan QS [66]: 12).
Kisah-kisah di atas semua ada di Al-Qur’an. Jejak mereka terekam untuk menjadi i‘tibar (pelajaran) bagi generasi selanjutnya dan terutama bagi para pemuda. “Maka, ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan” (QS Al-Hasyr [59]: 2).
Sejarah Emas
Di pentas sejarah, pemuda itu pelopor pendobrak tatanan yang rusak. Mereka bergerak dan menggantikannya dengan tatanan baru yang jauh lebih baik. Maka, segenap pemuda Islam harus mampu mengikuti jejak sejarah emas itu.
Lihatlah sejarah! Pemuda-lah yang kali pertama menyambut positif kehadiran Islam. Setelah Khadijah menyatakan keislamannya, maka Ali bin Abi Thalib RA menyusul di hari kedua kerasulan Muhammad SAW. Ketika itu Ali RA berusia 10 tahun. Selanjutnya, sebagai pemuda, keberanian Ali RA tidak tertandingi. Ali RA pun dikenal sebagai pemuda berilmu luas. “Jika saya adalah gudang ilmu, maka Ali adalah pintunya,” demikian Nabi SAW pernah memberi tamsil tentang tingginya ilmu Ali RA.
Di samping Ali RA, banyak sahabat Nabi SAW dari kalangan muda lainnya yang juga memiliki peran serupa dengannya, antara lain Usman bin Affan RA, Umar bin Khaththab RA, Khalid bin Walid RA, dan Ja’far bin Abi Thalib RA.
Bagaimana dengan Indonesia? Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 adalah salah satu tonggak sejarah Indonesia. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 sulit dipisahkan dari kontribusi besar ‘hasil karya’ pemuda di tahun 1928 itu yang –ketika itu- membulatkan tekad demi mengangkat harkat dan martabat orang Indonesia asli. Sebuah tekad yang lalu menjadi komitmen seluruh rakyat Indonesia untuk lebih bersungguh-sungguh meraih kemerdekaannya.
Pada 1945 proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan. Di peristiwa itu sosok Muhammad Hatta berperan sangat penting. Dia lahir pada 12/08/1902 dan wafat pada 14/03/1980. Di antara hal yang menarik, mulai usia 15 tahun, Hatta telah aktif berorganisasi. Dia memulainya di Jong Sumatranen Bond Cabang Padang.
Pada 1966 Indonesia bergolak. Rakyat –terutama pemuda, pelajar, dan mahasiswa- menentang rezim Orde Lama. Di antara elemen perjuangan masyarakat yang berperan sangat penting ketika itu adalah Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dan KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI). Di KAMI –antara lain- bergabung HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Sementara, di KAPPI –antara lain- bergabung PII (Pelajar Islam Indonesia).
Sejarah menyebutkan bahwa sangat banyak di antara tokoh-tokoh penting yang turut ‘mewarnai dunia’ adalah orang-orang yang di masa mudanya aktif berorganisasi. Lewat organisasi, pemuda terlatih menjadi tangguh dalam bergerak dan berjuang.
Agar Jernih
Terakhir, saat kita ‘wukuf’ (berefleksi), mari ingatlah selalu nasihat Imam Syafi’i agar kita (terutama pemuda) terus beraktifitas dan berjuang. “Berlelah-lelahlah! Manisnya hidup terasa setelah berjuang. Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan. Jika air mengalir menjadi jernih dan jika tidak mengalir akan keruh”. Jadi, duhai para pemuda, teruslah bergerak! []