Inpasonline.com-Di sepanjang sejarah, berbagai perubahan positif di masyarakat sering dimotori pemuda. Di dunia dakwah juga demikian, yaitu banyak pemuda yang tercatat sebagai penggerak yang jempolan. Kini, di tengah zaman informasi, bidang jurnalistik perlu dikuasi pemuda untuk dimanfaatkan sebagai media dakwah yang efektif.
Berpengaruh Besar
Lihatlah! Pemuda-lah yang kali pertama menyambut positif kehadiran Islam. Setelah Khadijah RA menyatakan keislamannya, maka Ali bin Abi Thalib RA menyusul di hari kedua kerasulan Muhammad SAW. Ketika itu Ali RA berusia 10 tahun. Selanjutnya, sebagai pemuda, keberanian Ali RA tidak tertandingi. Ali RA pun dikenal sebagai pemuda berilmu luas. “Jika saya adalah gudang ilmu, maka Ali adalah pintunya,” demikian Nabi SAW pernah memberi tamsil tentang tingginya ilmu Ali RA.
Pemuda kerap menjadi pelopor pendobrak tatanan yang rusak. Mereka bergerak dan menggantikannya dengan tatanan baru yang jauh lebih baik, termasuk di Indonesia. Cermatilah, Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 adalah salah satu tonggak sejarah Indonesia. Lalu, saat proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan pada 1945, sosok Muhammad Hatta –yang baru berumur 43 tahun- berperan sangat penting. (Soal Hatta, ada tambahan catatan, bahwa mulai usia 15 tahun dia telah aktif berorganisasi). Lantas, pada 1966 Indonesia bergolak. Rakyat –terutama pemuda, pelajar, dan mahasiswa- menentang rezim Orde Lama. Di antara elemen perjuangan masyarakat yang berperan sangat penting ketika itu adalah Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI). Di KAPPI antara lain bergabung Pelajar Islam Indonesia (PII), organisasi pelajar yang lahir pada 1947.
Sejarah juga mencatat bahwa tokoh-tokoh penting yang turut ‘mewarnai dunia’ adalah orang-orang yang di masa mudanya aktif berorganisasi. Lewat organisasi, para pemuda itu terlatih menjad kreatif, tangguh, dan tahan uji dalam berjuang.
Kini, kita –termasuk pemuda- bisa menjadikan jurnalistik sebagai media perjuangan. Mengapa? Sebab, kita sekarang berada di Zaman Informasi. Informasi diyakini telah menjadi kebutuhan pokok umat manusia. Hanya mereka yang mampu menguasai dan mengolah informasi yang akan berperan di garda depan kemajuan zaman.
Di Zaman Informasi, jurnalistik menjadi sangat vital perannya. Hasil kerja jurnalistik yang dikonsumsi masyarakat akan banyak mewarnai pikiran, sikap, dan perilaku mereka. Maka, di titik inilah urgensi melibatkan diri kita dalam aktivitas jurnalistik.
Apa jurnalistik? Secara harfiah (etimologis, asal-usul kata), jurnalistik artinya kewartawanan atau hal-ihwal yang terkait dengan pemberitaan. Sementara, menurut Asep Syamsul M. Romli, jurnalistik adalah serangkaian kegiatan berupa mengolah, menulis, dan menyebarluaskan berita dan atau opini melalui media massa.
Apa fungsi jurnalistik? Jurnalistik berfungsi sebagai: 1).Pemberi informasi. 2).Pendidik masyarakat (dalam artian luas). 3).Penyalur kontrol sosial. 4).Pemberi hiburan. Tampak, terutama untuk tiga fungsi jurnalistik yang disebut di awal, hasil kerja jurnalistik bisa memberikan kontribusi yang besar dalam mengubah pandangan, sikap, dan perilaku masyarakat. Jika ‘isi’ jurnalistik baik, maka masyarakat yang mengonsumsinya akan mendapatkan pengetahuan/wawasan/ide-ide yang baik pula.
Karya jurnalistik –yang berupa tulisan- dapat dibagi dalam tiga kelompok besar, yaitu berita (news), karangan khas (feature), dan opini (views). Membuat ketiga jenis tulisan itu adalah sebentuk ketrampilan yang bisa dipelajari.
Berita adalah laporan peristiwa berupa paparan fakta dan data tentang peristiwa tersebut. Hal yang dilaporkan mencakup 5W+1H: What (Apa yang terjadi), Who (Siapa pelaku / yang terlibat ), Why (Mengapa), When (Kapan), Where (Di mana), dan How (Bagaimana prosesnya).
Feature (karangan khas) adalah tulisan jurnalistik yang isinya berupa penonjolan segi (angle) tertentu dalam sebuah peristiwa. Peristiwa itu biasanya mengandung segi human interest, yakni memberikan penekanan pada fakta-fakta yang dianggap mampu menggugah emosi (keharuan, simpati, kegembiraan, atau bahkan kejengkelan/amarah).
Feature biasanya menggunakan “kata-kata penuh warna” (colorful word) untuk menambah daya tarik tulisan. Adapun jenis-jenis feature antara lain adalah feature berita (news feature), feature artikel (article feature), feature tips (how to do it feature), feature biografi, feature perjalanan atau feature petualangan (catatan perjalanan), dan sebagainya.
Opini adalah pendapat atau pandangan (views) yang sifatnya subjektif mengenai suatu masalah atau peristiwa yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Jenis-jenis naskah opini antara lain adalah artikel-opini (article), tajuk rencana (editorial atau opini redaktur di sebuah media cetak/elektronik), surat pembaca (letter to the editor), dan karikatur.
Artikel-opini di koran juga bisa menjadi penggerak orang atau masyarakat yang efektif. Contoh, menyusul sukses Habiburrahman El-Shirazy dengan novel ”Ayat-ayat Cinta”-nya, maka saya menulis artikel-opini berjudul ”Habiburrahman sebagai Fenomena Penulis Kaya” (HsFPK) dan dimuat Jawa Pos edisi 03/03/2008. Artikel-opini tersebut berintikan kepada ajakan agar kita rajin menulis sebab hal itu bisa menjadikan kita ’kaya’ dan kaya. Penulis bisa ’kaya’ ilmu karena syarat menjadi seorang penulis adalah harus banyak membaca. Penulis bukan tak mungkin kaya secara materi dari honorarium (atau royalti) yang didapatnya.
Setelah koran beredar saya mendapatkan cukup banyak SMS, yang rata-rata berisi ucapan terima kasih bahwa tulisan tersebut –kata mereka- sangat inspiratif. Misal, seseorang menulis SMS begini: ”Terima kasih atas motivasi Anda. Insya-Allah saya akan menulis lagi.” (SMS itu dia tulis karena aktivitasnya menulis artikel opini di koran berhenti dalam beberapa tahun terakhir dan kini semangatnya kembali menyala setelah membaca HsFPK).
Ayo, Berjuang!
Alhasil, kita –terutama pemuda- bisa memanfaatkan jurnalistik untuk aktif berdakwah. Buatlah berita, feature, atau opini yang baik, lalu publikasikan di media atau blog pribadi kita. Buatlah penikmat karya jurnalistik kita terpesona kepada ketinggian ajaran Islam dan kemuliaan akhlaq umat Islam. []