“Negara kita ini kesatuan NKRI bukan negara Islam, Catat ini,” ujar Untung di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (1/8/2011).
Jika kita kitis pernyataan tersebut, sungguh tidak etis seorang Kapolda Metro Jaya, menyatakan bahwa kegiatan ormas Islam sering menyebabkan kemacetan. Apalagi pernyataan tersebut masih diembel-embeli, “NKRI bukan negara Islam”. Sebuah pernyataan yang tidak pantas diucapkan seorang pimpinan kepolisian, apalagi di hadapan wartawan media massa.
Pernyataan Kapolda tersebut jelas menyinggung umat Islam karena membentuk opini bahwa kegiatan umat Islam sering tidak memperdulikan kepentingan umum. Di samping itu, pernyataan tersebut juga menegaskan umat Islam tidak boleh seenaknya melakukan kegiatan karena NKRI ini bukan negara Islam. Mafhum mukhalafahnya, jika Indonesia negara Islam maka umat Islam boleh melakukan kegiatan dengan seenaknya tanpa memikirkan warga lainnya. Jelas, ini sebuah penghinaan terhadap konsep negara Islam yang dianggapnya tidak perduli dengan kepentingan umum dan pemeluk agama lainnya.
Perlu diketahui, Islam tidak pernah mengajarkan umatnya untuk berbuat seenaknya tanpa memikirkan hak-hak orang lain. Amirul Mukminin, Umar bin Khattab, pernah marah besar gara-gara seorang gubernurnya, Amr bin Ash, memaksa seorang Yahudi untuk menjual rumahnya kepada negara untuk pembangunan masjid dan fasilitas umum lainnya. Sahabat Ali bin Abu Thalib pernah dikalahkan perkaranya oleh seorang Yahudi di hadapan pengadilan Islam, karena kurang bukti. Dan masih banyak fakta lainnya yang menjelaskan bagaimana negara Islam perduli dengan seluruh warganya tanpa membedakan keyakinannya.
Kasus di Indonesia, penghapusan tujuh kata dalam sila pertama Pancasila tidak lain adalah bentuk keperdulian umat Islam terhadap keutuhan negara Indonesia ini, meskipun itu merugikan umat Islam sendiri. Semua orang tahu, bahwa umat Islam di Indonesia ini sangat patuh dengan hukum. Bahkan ketaatan terhadap hukum-hukum pemerintah ini merupakan suatu bentuk pengamalan dari seruan Al-Qur’an Surat An-Nisa’: 59:
“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri (pemerintah/pimpinan) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Seharusnya pemerintah atau pihak kepolisian bisa saja melarang kegiatan ormas Islam tersebut jika mengganggu ketertiban atau bahkan membubarkannya jika tidak berijin. Jadi tidak perlu difitnah bahwa kegiatan ibadah umat Islam sering mengganggu kepentingan umum. Padahal, tidak pernah ada kegiatan ibadah ritual umat Islam yang diadakan di jalan raya, paling-paling di lapangan atau di masjid. Kegiatan-kegiatan ormas yang sering diadakan di jalan raya adalah kegiatan pada moment-moment tertentu yang sangat kondisional, sehingga sangat memungkinkan untuk ditata sedemikian rupa agar tidak menggangu kemacetan jalan.