‘Senyum dan Tangis’
Atas berita duka itu, di situs dan edisi yang sama, langsung bermunculan ungkapan duka dan doa. Samson Rahman menulis: “Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un. Semoga semua amal kebajikannya diterima Allah dan memasukkannya ke dalam surga-Nya. Semoga Allah menghadirkan tokoh sekaliber beliau dalam membentengi Islam dan menyingkap kebohongan doktrin Trinitas.”
Siapa Abdullah Wasi’an? Dia adalah Kristolog alias ahli Kristologi (ilmu yang memelajari agama Kristen/kekristenan). Semasa hidup, sebagian besar waktunya digunakan untuk berdakwah terutama dengan bersenjatakan ilmu yang sangat dikuasainya yaitu Kristologi.
Rekam-jejak amal shalih Abdullah Wasi’an lumayan panjang. Kehadirannya sangat terasakan manfaatnya. Maka, tak mengherankan, ketika dimakamkan di malam harinya, tampak ratusan umat Islam menghadirinya. Jika memerhatikan yang hadir, terlihat bahwa Almarhum memiliki kedekatan dengan semua strata usia, mulai dari yang belasan tahun sampai yang ‘berkepala’ enam atau lebih.
Jenazah dibawa dari rumah duka pukul 20.00 menuju Masjid Ad-Dakwah Rewwin Waru –Sidoarjo yang berjarak hanya sekitar 500 meter, untuk dishalati. Sesaat sebelum diberangkatkan dari rumah duka, Ustadz Suherman Rosyidi –dosen Fakultas Ekonomi Unair yang juga muballigh senior di Surabaya- memberikan sambutan atas nama keluarga. InsyaAllah –kata dia- mengingat amal shalihnya, apa yang pernah digambarkan Ali bin Abi Thalib RA tentang ‘ciri’ manusia baik di depan sesama manusia dan juga di hadapan Allah ada pada Almarhum. Lihatlah bagaimana suasana ketika dia meninggal. Jika dulu saat lahir dia menangis tapi semua orang di sekelilingnya tertawa penuh suka cita. Oleh karena selama hidupnya dia dikenal sebagai orang shalih, maka saat dia meninggal keadan akan terbalik yaitu wajahnya tampak tenang berseri, sementara orang-orang yang ditinggalkan (seperti keluarga, sahabat, dan orang-orang yang pernah mengenalnya) bersedih dan bahkan menangis. “InsyaAllah, Almarhum termasuk pribadi yang tergambarkan seperti itu,” kata Ustadz Suherman Rosyidi, yang lalu diamini oleh hadirin.
Setelah itu, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Jatim, Ustadz Nurcholis Huda, memberikan sambutan. “Dunia tampak ‘kikir’ dalam melahirkan tokoh-tokoh berkelas. Almarhum –insyaAllah- termasuk satu dari sedikit orang yang memiliki kelas istimewa di bidang Kristologi. Maka, atas kepergian almarhum –yang antara lain pernah berjuang lewat Muhammadiyah sejak berusia belasan tahun- kita harus lebih terdorong untuk bisa melahirkan kader-kader Kristolog handal,” kata aktivis yang juga seorang penulis ini.
Di masjid Ad-Dakwah ratusan jamaah menyolati Almarhum. Lalu, jenazah dibawa ke makam yang juga berjarak sekitar 500 meter dari Masjid tersebut. Semua serba lancar, sehingga tak sampai pukul 21.00 semua rangkaian pemakaman sudah berakhir.
Kesaksian-kesaksian
Sebelum meninggal, Abdullah Wasi’an sempat dirawat di Rumah Sakit Haji Surabaya. Setelah12 hari dirawat, lalu pulang ke rumahnya. Dan pada hari ke lima di rumah, Abdullah Wasi’an dipanggil Allah.
Bahrul Ulum, wartawan Majalah Suara Hidayatullah yang pada 2003 menulis biografi Abdullah Wasi’an berjudul “Benteng Islam Indonesia” mengatakan bahwa almarhum sangat kuat ingatannya. “Pengalaman saya menulis buku tentangnya, beliau adalah orang yang sangat tajam dalam ingatan. Di usianya seperti itu, beliau masih hafal di luar kepala ayat-ayat Bibel, termasuk sejarah perkembangannya. Kita benar-benar kehilangan orang yang berkelas,“ kenang Bahrul bernada prihatin.
Abdullah Wasi’an tak henti berkarya. Di antara buku-bukunya yang sangat populer di masyarakat adalah “100 Jawaban untuk Missionaris”, “Jawaban untuk Pendeta”, “Nabi Muhammad dalam Al-Kitab”, “Pendeta Menghujat, Kiai Menjawab”.
Mashud –seorang Kristolog muda- memiliki catatan menarik. Kata Mashud, meski Abdullah Wasi’an sudah berusia lanjut, dia masih produktif menulis. Meski dengan bantuan alat pembesar (karena kemampuan penglihatannya berkurang) dan hanya ditemani sebuah mesin ketik kuno Abdullah Wasi’an tetap menulis penuh semangat. “Dia sosok tanpa pamrih,“ kenang Mashud atas tokoh Islam yang dikenal bersahaja ini.
Doa-doa Itu
Seperti telah disebut di depan, tak lama setelah berita wafatnya Abdullah dirilis www.hidayatullah.com, banyak pembaca dari berbagai daerah yang memberikan apresiasi kepada almarhum. Hans, menulis: “Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un. Selamat jalan Syuhada, dan terima kasih atas baktimu pada umat ini. InsyaAllah pahalamu tetap mengalir dari (doa) para pencari (kebenaran) agama yang hakiki”. Sementara, Santo menulis: “Selamat jalan Pak Wasi’an. Semoga kami dapat mengikuti jejak langkahmu membentengi umat Islam dari misionaris.”
Mochamad Abdoellah menulis: “Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un. Selamat jalan Syuhada. Beliau adalah sang guru penerang umat bersama pemikirannya yang tak pernah lelah.“ Sementara, Abu Nadiya menulis: “Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un. Selamat jalan Ustadz. Terima kasih atas ilmu dan tulisan yang telah engkau karyakan. Semoga Allah SWT menempatkan Antum di tempat yang tertinggi bersama para syuhada. Aamiin.” Lalu, Umi Saisya menulis: “Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un. Semoga Allah Azza wa Jalla memberi tempat terbaik bagi beliau dan semoga akan muncul alim-alim lainnya sebagai penerus karena setan lebih menyukai bila seorang alim (ahli ilmu) yang wafat daripada seorang abid (ahli ibadah).”
Sungguh, atas kepergian Abdullah Wasi’an, kita berharap munculnya pengganti yang –minimal- sekelas dengan Almarhum. “Saya berharap ada murid-murid beliau yang mampu menggantikannya dan bahkan mengembangkan ilmunya,” kata Mashud, Kristolog muda yang cukup dekat Sang ‘Benteng Islam’ itu. Aamiin! []