Jawa Timur Resmi Larang Ahamdiyah

Inpasonline, 1/3/11

Setelah melalui perdebatan yang panjang, akhirnya Gubernur Jawa Timur meneytujui pelarangn Ahamdiyah di wilyahnya. Pemprov Jatim secara resmi melarang keberadaan Jamaah Islam Ahmadiyah di Jatim. Larangan tersebut dituangkan dalam SK Gubernur 188/94/KPTS/013/2011. Namun SK ini tidak serta merta bisa membubarkan keberadaan Ahmadiyah.

‘’Tidak mungkin kami (pemerintah) membubarkan Ahmadiyah. Sebab, pemerintah tidak memiliki kewenangan membubarkan. Kami terbentur undang-undang,’’ tandas Soekarwo di depan pimpinan media massa dan elektronik se Jatim di Gedung Negara Grahadi, Senin siang.

Dikatakan dia, bentuk larangan dimaksudkan tidak lain bahwa Ahmadiyah tidak diperbolehkan melakukan aktifitas, yang diduga bisa mengganggu stabilitas keamanan di Jatim. Karena itu, Ahmadiyah dilarang keras memasang papan nama atau atribut lainnya, di masjid, mushola atau di lembaga pendidikan.

Tidak itu saja, lanjut gubernur, Ahmadiyah dilarang menyebarkan ajaran secara lisan, tulisan atau pun melalui media elektronik. Karena, segala kegiatan tadi dianggap bisa memicu dan atau menyebabkan terganggunya keamanan dan ketertiban masyarakat.

‘’Kami tidak mencampuri soal akidah. Itu urusan pribadi masing-masing. Tapi, kami wajib melarang segala tindakan yang bisa menimbulkan konflik di masyarakat,’’ tandasnya didampingi Kapolda Jatim, Pangdam Brawijaya, Kajati Jatim dan Ketua DPRD Jatim.

Menurut gubernur, keputusan ini  diterbitkan setekah melalui kesepakatan sejumlah stake holder (pemangku kepentingan). Diantaranya dari kalangan tokoh ulama dan akademisi (ahli hukum Islam) dalam dua minggu.
‘’Saya akan temui MUI Jatim, PW Muhammadiyah Jatim, PWNU Jatim dan ahli hukum Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya untuk meminta second opinion mengenai masalah Ahmadiyah ini. Ini primus interpares (terbaik di antara yang terbaik),’’ pungkasnya.

Sementara itu di tempat yang sama Kapolda Jatim Irjen Pol. Badrodin Haiti mengatakan, kebijakan Gubernur Jatim menerbitkan SK larangan keberadaan dan aktivitas Ahmadiyah dianggap sudah maksimal. Karena jika Gubernur Jatim ini menerbitkan aturan yang lebih tinggi, misalnya Perda atau Pergub sangat tidak mungkin.
‘’Tetapi, dengan SK ini pun cukup bagi kami untuk melakukan pembinaan dan pengawasan. Tidak perlu harus dengan Pergub atau Perda yang berisikan perintah pembubaran,’’ tandas mantan Kapolda Sumatera Utara ini.
Kapolda menyadari, SK ini bisa menimbulkan pihak yang senang dan tidak senang. Bagi kelompok yang tidak senang dengan terbitnya SK ini diberikan kesempatan untuk mengajukan gugatan di PTUN. Artinya, masih terbuka luas ruang bagi mereka untuk memprotesnya SK soal Ahmadiyah.

‘’SIlakan kalau memang tidak suka, bisa gugat di jalur hukum. Semua produk administrasi pemerintahan disediakan ruang di PTUN untuk dilawan. Bukan dengan cara kekerasan,’’ ujarnya.

Polda Jatim, lanjut dia, akan mengawal ketat kebijakan gubernur soal Ahmadiyah ini. Termasuk diantaranya menertibkan segala tindakan yang berpotensi merusak. ‘’Karena itu, kami minta jangan main hakim sendiri, kami akan kawal ini,’’ tegasnya dengan menyebut keberadaan Ahmadiyah di Jatim tersebar di sembilan daerah dan terbesar ada di Surabaya.

Keluarnya keputusan tersebut tidak lepas dari desakan berbagai pihak agar Ahmadiyah dibubarkan. Sebelumnya, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur mendesak Pemerintah Provinsi Jatim untuk menyusun Peraturan Gubernur tentang pelarangan Ahmadiyah di Jawa Timur.

“Kami mendesak untuk dibuat Pergub pelarangan Ahmadiyah di Jatim,” kata Ketua PWNU Jatim Muttawakil Alallah.

Menurut Muttawakil desakkan untuk membuat Pergub pelarangan Ahmadiyah sudah ada dasar hukumnya. Bahkan Provinsi Banten pun dikabarkan sudah menyusun Pergub pelarangan Ahmadiyah.

“Semoga yang dilakukan Banten bisa menjadi uswatun hasanah (teladan yang baik-red) bagi Jatim,” sambung Muttawakil.

Dia menambahkan, persoalan Ahmadiyah jangan dianggap sebagai perbedaan agama saja. Namun juga sudah harus dlilihat sebagai penodaan agama.

Sebelumnya Bupati Pandeglang Asmuji HW menandatangani Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 5 Tahun 2011 yang melarang aktivitas jemaah Ahmadiyah. Perbup itu lahir setelah muncul desakan dari ulama setempat.

Dalam Pasal 2, Bab II disebutkan untuk menjaga kondusifitas dan keamanan, ketentraman dan ketertiban di Kabupaten Pandeglang, organisasi, aliran Ahmadiyah tidak diperkenankan atau dilarang melakukan aktivitas dalam bentuk apapun di wilayah Kabupaten Pandeglang.

Ketentuan sanksi yang tercantum pada pasal 4 menyebutkan apabila peraturan dilanggar, Pemerintah Daerah dibantu aparat keamanan akan menghentikan aktivitas kegiatan Ahmadiyah. (okz.mp/r)

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *