Anehnya, meskipun Al-Qur’an telah mengoreksi dasar-dasar teologi Kristen, umat Islam tidak menolak kehadiran dan keberadaan kaum Kristen. Justru sejak awal Umat Islam sudah diajarkan untuk menerima kesadaran akan keberagaman (pluralitas) dalam agama. Bahkan, Islam melarang umatnya untuk menyakiti kaum dzimmi (non-muslim yang tidak memerangi Muslim), yang dipersamakan dengan menyakiti Rasulullah SAW dan Allah SWT. Toleransi inilah yang dipuji oleh Karen Amstrong –Ahli Perbandingan Agama- dalam menilai kebijakan Umar bin Khattab di Jerussalem. Menurutnya, sikap Umar dan ketinggian sikap Islam dalam menaklukkan Jerussalem belum pernah dilakukan oleh penguasa manapun sebelumnya.
Terkait dengan studi agama-agama lain, khususnya Kristologi, umat Islam telah memberikan sumbangan karya yang melimpah dan melahirkan para ilmuwan yang sangat kompeten dalam bidang tersebut. Sebut saja misalnya, Imam Syahrastani, Abdul Qahir Al-Baghdadi, Ibnu Hazm, Al-Ghazali, Fakhruddin Ar-Razi, Ibnu Taimiyah dan lain-lainnya. Uniknya, para ilmuwan tersebut dalam mengkaji berbagai agama tetap mengacu pada perspektif Tauhid, bukan pada perspektif humanisme sekuler yang netral agama. Dalam perspektif ini, unsur subjektif dan objektif dipadukan. Mereka tetap melakukan studi agama-agama secara objektif, yakni mengkaji fakta dengan seobjektif mungkin. Tetapi ketika menilai fakta itu, mereka menggunakan posisi (cara pandang) Islam. Contoh yang menarik dari kajian seperti ini adalah karya Abu Rayhan Muhammad Ibn Ahmad al-Biruni atau yang dikenal al-biruni, yakni Kitab Al-Hind dan Kitab Al-Atsar yang mendapat pujian sebagai metode perbandingan agama yang tetap relevan hingga sekarang.
Di Indonesia, menurut Adian, studi kristologi sudah dimulai sejak berabad-abad yang lalu. Salah satu contoh karya yang bisa diketengahkan di sini adalah kitab Tibyan Fii Ma’rifatil Adyan, tulisan ulama Aceh, Nuruddin Ar-Raniri, yang ditulis tahun 1642-1644 M. Kitab ini mengkaji berbagai jenis agama dan kepercayaan selain Islam dengan tujuan menjaga aqidah umat Islam. Seiring dengan penetrasi penjajah Belanda, kajian kristologi semakin subur di Tanah Air Indonesia. Hal ini karena mereka membawa arus kristenisasi yang sangat besar dan sangat kentara. Pada masa inilah para ulama di Indonesia banyak menulis karya-karya studi Kristologi yang tak lain untuk membendung arus kristenisasi. Lahirnya Muhammadiyah juga tidak lepas dari tujuan ini sebagaimana ditulis Dr. Alwi Shihab dalam Disertasinya yang berjudul Membendung Arus: Respon Gerakan Muhammadiyah terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia.
Islamia-Republika ini juga memuat profile beberapa ahli Kristolog Muslim yang sangat gigih dalam membela Islam dari serbuan para misionaris. Diantaranya, Muhammad Arsyad Thalib Lubis yang ditulis oleh Qosim Nurseha, Mahasiswa Pascasarjana ISID Gontor Ponorogo. Profile Abdullah Wasian, kristolog yang tinggal di Surabaya ini ditulis oleh Bambang Maryanto, Mahasiswa Magister Pemikiran Islam UMS. Dan profile KH. Bahuddin mudhary ditulis oleh Susiyanto, peneliti INSISTS. Sangat menarik membaca usaha-usaha mereka mempelajari dan menyanggah teologi Kristen dengan bukti-bukti ilmiah dan meyakinkan. Mereka rata-rata belajar kristolog ini dengan cara otodidak dan menguasai berbagai bahasa untuk mempermudah mempelajarinya. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita mengapresiasi karya dan hasil usaha mereka sebagai rintisan yang berharga. Dan yang terpenting, jelas Adian, adalah mengembangkannya dengan lebih baik untuk menghadapi tantangan masa depan yang mungkin akan lebih berat. (mm-rep)