Hamka dan Aneka Nikmat sebagai Penulis

hamka dan aneka nikmat sebagai penulis

Oleh M. Anwar Djaelani, peminat biografi ulama dan penulis 13 buku

hamka dan aneka nikmat sebagai penulis

inpasonline.com – Posisi seseorang, punya sisi-sisi yang unik. Boleh juga disebut, ada plus dan minusnya. Di titik ini, akan lebih baik jika hanya hal-hal positif saja yang lebih sering kita ingat. Tujuannya, untuk lebih kita syukuri. Untuk lebih kita tingkatkan jika itu prestasi.

Sementara, hal-hal yang negatif sesekali bisa dibuka jika sedang kita perlukan untuk tujuan tertentu. Misal, diingat untuk menjadi bahan evaluasi diri. Dikenang, untuk pembelajaran hidup yang bisa membuat kita lebih baik. Bahkan, diceritakan agar orang lain bisa menarik pelajaran.

Warna-Warni Hidup 

Hamka (1908-1981) punya banyak predikat. Hamka memiliki posisi yang tidak sedikit. Dia ulama, ahli tafsir, pendidik, pemikir, penulis, sastrawan, negarawan, dan lain-lain. Tentu, di semua posisi itu ada kisah-kisahnya yang menarik.

Di tulisan ini, kita berkonsentrasi di posisi Hamka sebagai penulis. Berikut ini sebagian nikmat yang pernah dirasakan Hamka. Semua ditulisnya sendiri di sebuah memoar berjudul Kenang-Kenangan Hidup.

Hal yang pasti, karya-karya tulisnya telah membuka pintu bagi Hamka untuk sebuah pergaulan  yang  luas. Karyanya yang berjenis fiksi (cerpen, novelet, dan novel) dibaca pemuda, baik yang terdidik di lembaga keagamaan maupun yang belajar di sekolah umum. Tulisannya tentang  agama, falsafah, dan  tasawuf dinikmati semua lapisan usia. Singkat kata, semua karya Hamka digemari banyak orang di segenap lapisan sosial.

Tentu, lazim terjadi di tengah-tengah masyarakat, banyak di antara penyuka tulisan Hamka yang ingin bertemu langsung dengan Hamka sang penulis. Mereka ingin bertegur-sapa, katakanlah, dengan sang idola.

Meski begitu, kapanpun di tengah-tengah masyarakat, pasti sikap mereka tak seragam. Pasti, tak semuanya suka Hamka. Hal ini, bisa karena dengki atau sebab-sebab lainnya. Mereka bisa iri karena melihat hubungan yang amat baik Hamka dengan raja-raja, dengan orang-orang yang punya kedudukan tinggi, dan dengan banyak pemimpin rakyat. Mereka bilang, itu bisa terjadi karena Hamka pandai mengambil muka.

Atas persangkaan negatif itu, dengan datar Hamka merespons bahwa bukan dirinya yang mengambil muka kepada mereka. Malah, merekalah yang ingin berjabat tangan dengan dirinya. Merekalah, lanjut Hamka, yang merasa sangat beruntung jika dirinya datang berkunjung meski sekadar minum teh bersama-sama (2018: 187).

Sultan Terkesan

Kisah berikut di zaman penjajahan Belanda dan kemegahan raja-raja masih besar. Kala itu, Hamka melawat ke Kerajaan Siak. Di manakah itu?

Kerajaan Siak Sri Indrapura didirikan pada 1723 M oleh Raja Kecik yang bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah putera Raja Johor (Sultan Mahmud Syah). Kerajaan Siak Sri Indrapura adalah salah satu kerajaan yang pernah berdiri di Pulau Sumatera. Kebesaran kerajaan ini dapat dilihat dari Istana Siak Sri Indrapura yang masih berdiri hingga saat ini. Istana Siak Sri Indrapura berlokasi di Sri Indrapura, Kp. Dalam, Kabupaten Siak, Riau. Istana ini memiliki nama lain yaitu Istana Asserayyah Hasyimiah atau Istana Matahari Timur. Saat ini, Istana Siak Sri Indrapura sudah berstatus sebagai cagar budaya yang ditetapkan pada 3 Maret 2004 (https://www.djkn.kemenkeu.go.id, akses 3 Mei 2025).

Kembali ke kunjungan Hamka. Sultan Siak menerima Hamka seperti menerima raja-raja. Lihatlah, ketika Hamka masih dalam kapal, pemuka Islam dari kerajaan datang menjemput. Penjemputan itu, atas nama Sultan.

Hamka lalu dibawa ke Istana dengan kereta Sultan sendiri. Di kiri-kanan dalam istana tempat Hamka akan lewat, berdiri 12 orang terrpilih. Mereka, 6 orang di kiri dan 6 orang di kanan.

Sultan menyambut Hamka sambil berdiri dari kursi keemasannya. Setelah duduk di hadapan Sultan, Hamka berkata kepada sang sultan. Bahwa dirinya, Hamka, baru sekali ini mengunjungi Istana Asserayyah Hasyimiah yang indah.

Sembari tersenyum, Sultan menjawab bahwa boleh jadi Hamka tak sadar. Menurut dia, pada hakikatnya setiap pekan Hamka masuk ke istananya. Bahkan tak sekadar di ruang tamu, tapi Hamka ”masuk” ke ruang kerja dia. Hal ini, lanjut si Sultan, karena Pedoman Masyarakat (majalah yang dipimpin Hamka) rutin dibacanya. Sementara, isinya penuh dengan inti jiwa Hamka. Bukankah Hamka-lah yang mengatakan bahwa hakikat manusia ialah pikirannya, demikian simpul si Sultan (2018: 188).

Bisa diduga, peristiwa manis di atas terjadi pada kurun waktu 1936-1942. Hal ini, karena di tahun-tahun itulah Hamka memimpin Pedoman Masyarakat. Memang, di sepanjang majalah itu terbit, pembacanya sangat luas.

Aceh Sigap

Hamka penulis yang dikenal secara luas. Pergaulannya, turut menjadi luas. Banyak bumi yang telah dijejaki Hamka, termasuk Aceh.

Hamka mengenang. Dulu, di zaman kebesarannya, hulubalang-hulubalang di Aceh, berlomba menjemput Hamka ke kampung asalnya. Untuk apa? Untuk aneka kegiatan seperti pengajian agama atau tabligh. Juga, untuk mengulang isi bukunya di hadapan umum (2018: 188).

Tabik Intelektual

Penyuka karya-karya Hamka benar-benar sangat banyak. Para penikmat karya Hamka, terentang luas. Tak hanya disukai bangsa sendiri, tapi juga dari kalangan luar.

Beberapa orang ahli, cerdik-pandai, yang berkebangsaan Belanda menyatakan kekagumannya kepada karya Hamka. Kagum, atas kebersihan bahasa yang dipakai Hamka. Siapa sajakah mereka? Inilah di antaranya: Dr. Hidding, Dr. Pyper, Dr. De Vries, dan Dr. A.A. Fokker (2018: 188).

Yang Dibicarakan

Ada kisah, yang menggelikan. Di suatu ceramah, di sebuah pertemuan di  Medan, Dr. Muhammad Amir mengatakan bahwa karya Hamka serupa dengan buah pena Goethe sewaktu muda. Banyak gadis yang tergila-gila dan sangat terpengaruh karyanya. Isi tulisannya, merasuk ke dalam  jiwa mereka.

Apa yang unik di peristiwa di atas? Kala berbicara di pertemuan  itu, Dr. Muhammad Amir tidak tahu jika Hamka juga hadir di dalamnya. Hal ini, karena Hamka duduk di belakang (2018: 188).

Hamka serupa Goethe? Siapa dia? Goethe lahir pada 1749, di Frankrut – Jerman. Dia multitalenta. Goethe dikenal sebagai filsuf dan penulis yang serbabisa. Dia menulis novel, puisi, memoar, kritik sastra dan estetika. Juga, menulis risalah tentang botani, anatomi, dan warna. Goethe mempublikasikan banyak buku di sepanjang hidupnya. Di luar itu, Goethe juga dikenal sebagai diplomat dan negarawan Jerman.

Goethe meninggal pada 1832 di Weimar, sebuah kota kecil di Jerman. Banyak kontribusinya, baik bagi negaranya maupun bagi dunia. Di antara karyanya, yang terkenal adalah novel berjudul The Sorrows of Young Werther. Juga, epik drama berjudul Faust. Pun, Theory of Colours.

Goethe memiliki pengaruh besar pada abad ke-19. Kini, ada penghargaan yang dinamai Goethe Awards dan Goethe Prize. Tentu penamaan ini, bagian dari ekspsesi penghormatan kepada dirinya (https://www.idntimes.com, akses 3 Mei 2025).

Apresiasi Soekarno

Karya tulis jugalah yang menyebabkan Hamka bersahabat dengan Soekarno. Bermula, ketika  Soekarno diasingkan oleh penjajah di Bengkulu. Ketika membaca pemahaman Hamka tentang sosial dan politik serta agama dalam  Pedoman  Masyarakat, Soekarno sangat mengapresiasinya. Dia ingin ketemu, berhadapan muka dengan Hamka.

Soekarno sampai bertanya kepada seorang teman, Oei Ceng Hien (Haji Abdul Karim). Soekarno bertanya, tentang siapa Hamka. Di manakah Hamka bersekolah?

Ketika dijawab bahwa Hamka hanya mengaji saja, SD tidak tamat,  bertambahlah keinginan Soekano hendak bertemu. Pada 1941, disampaikan oleh Soekarno keinginannya itu. Bagaimana perkembangan selanjutnya?

Hamka yang malah datang ke Bengkulu, menemui Soekarno. Lalu, bersahabatlah mereka. Ini sebuah persahabatan yang murni, di masa penjajahan (2018: 188).

Indah Nian

          Demikianlah, sebagian kisah Hamka terkait anugerah nikmat dalam posisinya sebagai penulis. Di luar yang telah dikisahkan di atas, kita yakin sangat banyak kisah manis lain yang telah dirasakan Hamka. Tentu saja, termasuk kisah Hamka yang elok yaitu bisa berangkat menunaikan haji bersama istri dan seorang anaknya berbekal royalti dari penerbitan Tafsir Al-Azhar.

          Alhamdulillah, Hamka telah berbuat. Allah, Rasul-Nya, dan kaum beriman menjadi saksi atas semua yang dikerjakan Hamka. Menjadi saksi, atas amal Hamka dalam memperjuangkan Islam termasuk lewat tulisan. Semoga kita bisa meneladani jejaknya yang sangat indah ini. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *