Berkata-kata Perlu Ditata

Oleh: Anwar Djaelanidiam

Berbicara itu gampang. Berkata-kata itu mudah. Tapi, berhati-hatilah di saat berkata-kata, sebab ada sejumlah aturan yang perlu kita pegang.

Peran Besar

Islam adalah agama yang sempurna dan diridhai Allah. Bahkan, perihal berbicara-pun diatur Islam. Jangan sekali-kali berbicara yang tak baik sebab Allah akan selalu mendengarnya. “Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di mana-pun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan” (QS Al-Mujadilah [58]: 7).

Kebenaran hanya berasal dari Allah dan –oleh karena itu- jangan sekali-kali kita termasuk orang-orang yang ragu. Maka, seperti yang diminta Allah (dan Rasul-Nya) kita harus menyampaikan pesan-pesan Islam kepada umat. Dan, itu pekerjaan mulia. ”Perhatikanlah! Siapakah yang kata-katanya lebih baik daripada orang yang menyeru ke jalan Allah, berbuat kebaikan dan berkata,’Aku termasuk orang yang berserah diri’.” (QS Fushshilat [41]: 33).

Persoalannya, untuk dapat menyampaikan pesan dakwah dengan baik, diperlukan sejumlah kemampuan. Salah satunya adalah seni berbicara. Retorika harus mantap. Hanya saja, sering keahlian seseorang (termasuk berpidato) dapat memunculkan dua keadaan. Pertama, jika dimanfaatkan secara positif maka hasilnya pasti baik. Kedua, jika sebaliknya, hasilnya bisa rusak. Contoh sederhana, di tangan seorang orator yang tak berakhlak, fakta dapat diputar-balikkan. Pekerjaan bathil disebut haq. Barang haram dinyatakan halal. Hal itu bisa saja terjadi karena berbagai motivasi. Misal, bisa karena kepentingan pribadi, golongan, atau karena pesanan dari suatu rezim. Motivasi yang terakhir ini dapat terjadi di berbagai zaman di sepanjang masa.

Oleh karena itu, sangat penting untuk selalu mewaspadai apa yang pernah dikhawatirkan oleh Rasulullah SAW, bahwa pada akhir zaman nanti, akan muncul ulama-us suu’ (ulama jahat) yang bekerja memutar-balikkan ayat-(ayat) Al-Qur’an dan hadits, hanya untuk memeroleh sejumlah uang, misalnya.

Dengan demikian, trampil berbicara atau pandai berceramah bukanlah jaminan tersampaikannya pesan dakwah dengan baik dan benar seperti sunnah Nabi Muhammad SAW.

Ada yang lebih utama jika dibanding dengan sekadar pintar bermain kata-kata. Dan ini, merupakan pedoman dasar bagi setiap muslim dalam berbicara, terlebih bagi para pemimpin, dalam skala apa saja, termasuk para penyampai dakwah.

Di bawah ini, ada empat hal yang dianggap cukup penting dan mendasar sebagai panduan kita dalam memegang etika berbicara:

1. Materi pembicaraan tentang hal yang baik.

Seorang muslim harus selalu berusaha untuk membicarakan hal-hal yang baik saja dan dengan bahasa yang baik pula. Oleh karena itu, harus dijauhi pembicaraan yang buruk, menghasut, atau memfitnah. “Ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat, dan tunaikanlah zakat(QS Al-Baqarah [2]: 83).

Bahkan, menilik pada ayat di atas, dalam hal keutamaan mengucapkan kata-kata yang baik kepada sesama manusia, Allah menempatkannya sama penting dengan mendirikan shalat dan menunaikan zakat.

2. Materi pembicaraan tentang hal yang benar dan objektif.

Apapun, kelak atas semua yang kita kerjakan akan ada proses pertanggungjawaban di depan Allah. Sehubungan dengan itu, maka yang boleh disampaikan adalah hal-hal yang benar-benar kita kuasai ilmunya. Artinya, jika berbicara tentang hukum-hukum Allah, maka rujukannya adalah Al-Qur’an dan Hadits, atau sumber hukum lainnya yang relevan. Terkait itu, penjelasan dan atau tafsirnya tak boleh menyimpang, tak boleh diputar-balikkan, serta tak boleh berbuat dusta atas nama agama. Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan(QS Al-An’aam [21]: 144).

3. Berbicara dengan lemah-lembut, bijaksana, dan argumentatif.

Berbicara, dan apalagi berdakwah, haruslah disampaikan dengan cara yang baik. Lakukanlah dengan pendekatan seluwes mungkin.

Menyampaikan pembicaraan secara lemah-lembut berlaku bagi semua orang, bahkan termasuk kepada orang seperti Fir’aun yang perilakunya membuat cemas dan takut orang, serta yang kekuasaannya sangat melampaui batas (sedemikian rupa sehingga ucapannya menjadi hukum). “Pergilah kamu berdua (Musa dan Harun) kepada Fir’aun. Sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut (QS Thaahaa [20]: 43-44).

Di samping itu, siapkanlah hujjah (dalil dan argumentasi). Sebab, pembicaraan akan jauh lebih bermakna jika ada argumentasi yang kuat. Untuk itu, bekal ilmu harus lebih dari cukup. “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik” (QS An-Nahl [16]: 125).

Lebih jauh lagi, sandaran argumentasi harus berasal dari kalimat-Nya. Dan Allah menghapus yang bathil dan membenarkan yang haq dengan kalimat-kalimat-Nya/AlQur’an” (QS Asy-Syuura [42]: 24).

4. Harus sama antara kata dan perbuatan.

Tentang aturan ini, rasanya banyak di antara kita yang gagal dalam mengamalkannya. Padahal, ancaman untuk mereka yang lalai dalam soal ini cukup tajam dan keras. “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa

yang tiada kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan(QS Ash-Shaff [61]: 2-3).

Jadi, janganlah kita tergolong seperti orang kebanyakan yang hanya pandai meminta orang lain untuk berbuat baik, sementara kita sendiri tak melakukannya.

Yang Cantik

Terakhir, sungguh, kita bisa juga berdakwah tanpa harus berkata-kata. Kita bisa mensyi’arkan Islam tanpa harus berbicara. Caranya? ‘Berkata-kata’-lah lewat performa kita yang selalu berakhlak mulia untuk semua urusan tanpa kecuali. “Berbicara’-lah lewat amal-amal kita yang mendatangkan manfaat kepada lingkungan sekitar. InsyaAllah, itulah salah satu cara berdakwah yang cantik. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *