Kurikulum Sekuler Merusak Sistem Pendidikan Islam

Written by | Berita

2013-10-27 13.13.28Tantangan kita sekarang ini adalah cengkraman kurikulum sekuler di lembaga pendidikan tinggi Islam. Karena itu, ilmu harus didudukkan pada konsep Islam. Demikian dikatakan oleh Dr. Adian Husaini, MA ketua prodi Pendidikan Islam Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor pada acara Bedah Buku dan Workshop “FIlsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam” di Universitas Airlangga Surabaya, Sabtu 2/11/2013.

Dr. Adian menerangkan, sebelum menyusun kurikulum kita harus tahu apa itu ilmu. “Sebelum belajar, kita harus tahu mana itu ilmu fardhu ‘ain, dan mana ilmu fardhu kifayah. Sebatas mana dia belajar ilmu fardhu ‘ain dan sebatas mana dia belajar ilmu fardhu kifayah”, jelasnya.

Pengetahuan seperti tersebut di atas disebut adab terhadap ilmu. Tidak menempatkan ilmu pada posisinya adalah biadab. Contohnya, orang mengenyampingkan ilmu-ilmu agama dan mendahulukan ilmu-ilmu yang tidak penting.

Hal penting lainnya, penuntut ilmu harus tahu, gurunya jelas, lembaganya juga jelas dan lain sebagainya.

Lebih lanjut, Dr. Adian menyebutkan dua penyakit dalam pendidikan saat ini. Pertama, “Sekolahisme”. Yaitu menganggap yang tidak sekolah (di lembaga formal) tidak berilmu. Jika sudah kuliah, dianggap sudah menuntut ilmu. Sehingga, setelah selesai sekolah dianggapnya telah selesai menuntut ilmu. Tujuannya, kuliah semata-mata untuk mencari pekerjaan.

Kedua, “linierisme”, yakni belajar dibatasi satu ilmu saja di lembaga formal.  Padahal tradisi Islam, tidak ada linierisme.

Selain Dr. Adian, pemateri Bedah Buku lainnya adalah Adnin Armas, MA. Direktur Eksekutif INSISTS Jakarta ini menitik beratkan kajiannya pada kerusakan ilmu yang diakibatkan oleh ilmu yang ter-baratkan.

“Ketika agama tidak dianggap bukan ilmu dalam pandangan sekuler, maka terjadi kerusakan ilmiah”, tutur alumni Gontor tersebut.

Menurut Adnin, persoalan mendasar yang menjadi perbedaan Barat dan Islam adalah terkait dengan sumber ilmu secara ontologis. Adnin yang pakar filsafat Barat ini menyebut problem krusial filsafat secular adalah menganggap sesuatu yang tidak terlihat dianggap tidak ada. Dan sesuatu yang tidak ada tidak dijadikan sumber ilmu.

“Padahal, dalam pandangan Islam, justru sesuatu yang tidak tampak menjadi dasar”, ungkapnya.

Karena itu, Adnin berpendapat, perbaikan pendidikan Islam bukan dengan cara mengubah-ubah kurikulum. Lebih utama memperbaiki landasan kurikulum dan kualitas guru.

“Visi keislaman harus hadir dalam kurikulum” tegasnya.

Ia memberi contoh kurikulum yang sebetulnya tidak perlu dalam studi Islam. Di antaranya kurikulum perbandingan agama.

“Kurikulum perbandingan agama itu tidak perlu. Karena Islam tidak perlu disejajarkan. Apalagi ini adalah perusakan akidah”, lanjut alumni ISTAC Malaysia.

Menurutnya, perusakan ilmu oleh Muslim di lembaga Islam itu lebih rusak daripada penjajahan fisik. Karena itu, harus diupayakan perbaikan pendidikan melalui filsafat ilmu.

Acara Bedah Buku dan Workshop Fislafat Ilmu ini diselenggarakan oleh InPAS (Institut Pemikiran dan Peradaban Islam) bekerja sama dengan unit kerohanian Islam Universitas Airlangga Surabaya. [kl]

Last modified: 05/11/2013

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *