Oleh: Kholili Hasib

A-Darul MustofaInpasonline.com-Praktik dan identitas keagamaan Bani Alawi  pernah diperdebatkan; apakah mereka Ahlussunnah atau Syiah. Namun, klaim Syiah terlalu lemah, sebab tidak sesuai dengan fakta. Mayoritas Bani Alawi  bermadzhab Syafi’i, sedangkan dalam bidang akidah mengikuti imam Asy’ari. Komunitas keturunan Ahlul Bait ini sangat kental dengan praktik tasawufnya, yang banyak menginduk kepada praktik tasawuf imam al-Ghazali.

Dalam beberapa sumber sejarah, leluhur Bani Alawi tidaklah menganut ajaran Syiah, sebagaimana tuduhan sebagian orang. Bahkan, identitas akidah Bani Alawi justru sangat kontras dengan Syiah. Baik dari segi tradisi, ritual, dan doktrin utamanya.

Bani Alawi merupakan keturunan Ahlul Bait  yang nasabnya bersambung kepada Ali bin Abi Thalib. Secara khusus digunakan untuk menyebut anak-cucu Rasulullah Saw yang berasal dari Sayid Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir. Sayid Alwi ini adalah orang pertama dari keturunan Ahlul Bait yang lahir dan besar di Hadramaut Yaman (Novel bin Muhammad Alaydrus, Jalan nan Lurus Sekilas Pandang Tarekat Bani Alawi, hal. 23).

Tarbiyah keturunan Sayid Alwi di Yaman ini menganut satu metode sufi tertentu yang diwarisi dari para leluhurnya. Metode dan sistem ini lalu disebut Tariqah Bani Alawiyah. Jadi, Tariqah ini adalah salah satu metode tarbiyah. Terutamanya mendidik jiwa.

Salah seorang tokoh Bani Alawi, Idrus bin Umar al-Habsyi menjelaskan tentang tariqah ini. Ia mengatakan: “Ketahuliah, sesungguhnya tariqah anak cucu Nabi Saw dari keluarga Abi Alawi merupakah salah satu tariqah sufi yang dasarnya ittiba’ (mengikuti) al-Qur’an dan al-Sunnah. Sedangkan bagian utamanya (ra’suha) adalah sidqul iftiqar (benar-benar merasa butuh kepada Allah Swt) dan syuhudul minnah(kesaksian bahwa semuanya adalah karunia Allah semata).

Tariqah ini tidak lebih sebuah metode, sistem atau cara tertentu yang digunakan oleh Bani Alawi menuju kepada kedekatan kepada Allah Swt, yang diwarisi dari leluhurnya secara turun-temurun.

Secara umum ajaran tariqah ini ialah menekankan adanya hubungan dengan seorang syaikh (guru pembimbing dalam ibadah), perhatian secara seksama dengan ajarannya, dan membina batin (dengan ibadah). Selain itu, tariqah ini juga menekankan pentingnya amal, dan untuk itu, dibutuhkan suatu tariqah yang ajarannya mudah dilakukan dan dipahami oleh masyarakat awam.

Tariqah ini tidak terlalu ketat seperti halnya tariqah sufi lainnya. Misalnya, tidak ada aturan khusus untuk mengamalkan suatu wirid. Misalnya, tidak ada bai’ah untuk mengamalkannya. Terlihat bahwa tariqah Bani Alawi tidak lebih merupakan suatu tradisi amalan yang diwarisi secara turun-temurun.

Justru yang penting dalam tariqah ini adalah upaya preventif dalam menjaga akidah Ahlussunnah. Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad, tokoh utama Bani Alawi menjelaskan: “Wajib atasmu memperindah akidahmu, memperbaiki dan menguatkannya sesuai dengan metode firqah al-najiyah (kelompok yang selamat), yaitu kelompok yang dikenal di kalangan seluruh kelompok Islam dengan istilah Ahlussunnah wal Jama’ah. Mereka adalah orang-orang yang berpegang sesuai apa yang dipegang oleh Rasulullah Saw dan para Sahabat beliau”.

Dalam salah satu wasiatnya, Habib Abdullah al-Haddad mengatakan: “Akidah kami adalah akidah Asy’ariyah. Madzhab kami adalah Syafi’iyah. Sesuai dengan Kitabullah dan al-Sunnah”.

Abdullah bin Abu Bakar Alaydrus (wafat tahun 856 H) dalam kitabnya al-Kibritul Ahmar menulis satu bab khusus tentang akidah Ahlussunnah wal Jama’ah. Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad dalam Tasbitul Fuad I/227 cukup tegas lugas menolak akidah Syiah. Ia menyebut Syiah sebagai golongan orang-orang ahli batil. Dalam segala hal pendapat-pendapat mereka (Syiah) tidak dapat diambil.

Secara khusus dan lebih terperinci informasi tentang ajaran-ajaran akidah tariqah Bani Alawi dijelaskan oleh Ali bin Abu Bakar al-Sakran. Ia mengatakan: “Duhai saudaraku, jauhilah bid’ah dan para pelakunya. Tinggalkan dan singkirkan segala bid’ah. Berpalinglah dari para pelakunya dan jangan bergaul dengan mereka. Ketauhilah, sumber bid’ah di dalam akidah adah tujuh, sebagaimana telah disebutkan oleh para ulama yaitu; Mu’tazilah, Syi’ah, Khawarij, Murji’ah, Najjariyah, Jabariyah dan Musyabihah” (Ali bin Abu Bakar al-Sakran, Ma’arij Hidayah,sebagaimana dinukil oleh Novel Alaydrus dalam Jalan nan Lurus Sekilas Pandang Tarekat Bani Alawi, hal. 52).

Bid’ah-bid’ah akidah tersebut oleh Habib Abdullah al-Haddad disebut merupakan ajaran kedurhakaan yang sangat kronis. Ia mengatakan: “Sebagaimana diberitahukan kepada kami, telah muncul sikap secara terang-terangan membencu kedua tokoh –Abu Bakar al-Shiddiq dan Umar al-Faruq. Mereka berakidah Rafidhah yang tercela, baik atau dasar syariat maupun akal sehat. Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Ini adalah kedurhakaan yang serius dan kelalaian yang kronis” (Alwi bin Thahir al-Haddad, Uqudul Ilmas, Wali, Karomah dan Thariqah, hal. 216).

Alwi bin Thahir al-Hadda memang cukup serius memperhatikan fenomena bid’ah tersebut. Karena pada masa hidupnya di tengah Bani Alawiyah mulai tersebar faham Syiah Imamiyah. Mereka menuduh pendahulu-pendahulu Bani Alawiyah sebagai penganut Syiah. Tentu saja, Alwi bin Thahir, yang juga ahli sejarah, membantah dengan tegas.

Dalam kitabnya itu, Uqudul Ilmas, Alwi bin Thahir membahas dengan agak luas dasar-dasar akidah Bani Alawiyah sejak nenek moyang mereka hingga pada era dia.

Karena tantangan bid’ah tersebut yang meluas, para tokoh Bani Alawiyah dalam tariqahnya menekankan pembentengan akidah Asy’ari. Dan mengeluarkan fatwa-fatwa penting sebagai bahan tarbiyah tariqah Bani Alawiyah.

Salah satunya dilakukan oleh Habib Abdullah al-Haddad. Ia menyusun sebuah wirid, bernama Ratib al-Haddad. Uniknya, wirid ini dibaca untuk membentengi penganut tariqah dari fitnah-fitnah aliran sesat. Terutama Rafidhah. Dalam Syarah Ratib al-Haddad dijelaskan:

“Ratib ini disusun oleh Habib Abdullah al-Haddad ketika beliau mendengar masuknya faham Syiah Zaidiyah ke Hadramaut. Beliau khawatir Syiah ini akan merubah akidah kaum awam. Maka, pada malam 17 Ramadhan tahun 1071 H beliau susun ratib ini. Malam itu merupakan malam lailatul qadar. Sebagaimana disebutkan oleh murid beliau al-Ahsha’i. dalam ratib ini al-Haddad menyebutkan ‘al-khairu wa syarru bi masyi’atillah, (kebaikan dan keburukan itu terjadi atas kehendak Allah). Kalimat ini sengaja beliau cantumkan dalam ratib tersebut untuk menolak paham Qadariyah yang dianut oleh orang yang suka berbuat bid’ah akidah dan semua kaum Syiah Zaidiyah” (Alwi bin Ahmad al-Haddad,Syarh Ratib al-Haddad, hal. 258).

Jadi, salah satu kelebihan tariqah ini adalah mengamalkan ilmu dan membuat tradisi yang bertujuan mempertahankan akidah Asy’ariyah. Serta menepis pengaruh-pengaruh Syiah, Qadariyah, Mu’tazilah dan aliran-aliran lainnya.

Sehingga dapat dipahami, tariqah yang dalam amalannnya menekankan kebersihan hati dan akhlak yang luhur tersebut, menjadi benteng terdepan di kalangan Bani Alawi untuk menegakkan ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah melalui amalan tasawwuf. Serta mengajarkan disiplin dalam beragama sesuai ajaran para salaf sholeh.

Sementara itu, tidak ditemukan data-data sejarah yang bisa dipercaya bahwa Bani Alawi yang hijrah ke kepulauan Nusantara adalah Syiah, sebagaimana pernah diklaim Syiah. Adapun teori-teori dari sejarawan Syiah, sifatnya baru spekulatif. Tidak dipungkiri terdapat pedagang beraliran Syiah yang mendarat di Nusantara. Tapi jumlah mereka sangat sedikit. Sehingga masyarakat tidak banyak yang terpengaruh. Sejumlah ritus yang diklaim seperti tahlilan, membaca yasin, membaca shalawat dan peringatan asyuro, secara geneologis dan ideologis tidak memiliki ketersambungan dengan tradisi kaum Syiah dimanapun, baik Zaidiyah di Yaman atapun Imamiyah di Irak dan Iran. Justru sebaliknya, ritus-ritus tersebut adalah tradisi turun-temurun para anak cucuk Sayyid Alwi (Bani Alawi) yang Sunni bermadzhab Syafi’i.

2 Comments

  1. Masha Allah.sungguh betul sekali apa yang di uraikan penulis tentang Thariqal Alawiyah Bani Alawi atau Ba Alawi tersebut.Diyakini bahwa para Wali Songo yang menyebarkan agama Islam di Kesultanan Cirebon dan Demaktu bernasabkan juga ke pada rantai nasab Ba Alawi melalui jalur keluatga Azamat Khan dari India bahkan demikian juga pendiri Kesultanan Mataram Islam yaitu Panembahan Senopati bernasabkan juga ke keluarga yang mulia ini.

  2. mohon maaf, kalau boleh tanya..

    apakah antara Bani Alawiyah dan Syiah Alawiyah ada pertemuan antara keduanya di dalam sejarah? atau hanya kebetulan namanya sama..

    terimakasih sebelumnya..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *