Aqidah islamiyah adalah keyakinan yang dipegang teguh oleh Rasulullah dan para sahabat serta menjadi ijmak (kesepakatan) para ulama.
Secara bahasa aqidah diambil dari kata dasar “Al Aqdu” yang berarti ikatan. Secara istilahi ia artinya keimanan yang kokoh dan ketetapan yang pasti yang tidak mengandung suatu keraguan sedikitpun. Orang yang hatinya sudah terpaku dengan aqidah, akan menjadikannya sebagai mazhab dan agama. Jika keimanan yang kokoh dan ketetapan yang pasti itu benar, otomatis aqidahnya juga benar. Sebaliknya, jika keimanannya batil maka aqidahnya menjadi batil.
Contoh masalah aqidah diantaranya tentang keyakinan nabi terakhir. Berita dari Al-Qur’an dan Rasulullah serta keyakinan para sahabat dan pemahaman para ulama, tegas menyatakan bahwa nabi terakhir adalah Nabi Muhammad.
Contoh lain yaitu keyakinan tentang al-Qur’an. Ajaran yang benar seperti yang diberitakan Rasulullah dan dipahami oleh para sahabat, ulama salaf dan yang mengikutinya, bahwa al-Qur’an itu kalamullah, bukan makhluk.
Demikian pula keyakinan tentang hadits nabi. Para ulama sepakat bahwa hadits adalah sumber hukum kedua setelah al-Qur’an. Mereka juga meyakini bahwa hadits adalah wahyu Allah yang bersifat maknawi dan lafadnya dari Rasulullah. Sedang al-Qur’an, makna dan lafadnya dari Allah.
Yang juga termasuk aqidah yaitu tentang keyakinan orang islam yang masuk neraka. Ajaran yang benar dari Rasulullah, seorang muslim yang telah melakukan dosa besar akan masuk neraka, tapi tidak kekal di dalamnya, selama dalam hatinya ada iman.
Itulah beberapa contoh masalah aqidah dan masih banyak lagi lainnya, dimana setiap muslim tidak boleh menyelisihinya. Orang yang sengaja menyelisihi aqidah Rasulullah dan para sahabat berarti terjerumus dalam kesesatan.
Dalam masalah satu ini tidak boleh ada perbedaan diantara umat Islam. Islam dengan tegas melarang perbedaan dalam hal pokok (ushul), yaitu menyangkut masalah aqidah pada umumnya, pemahaman masalah hukum-hukum Islam yang telah jelas dan menjadi kesepakatan para ulama (jumhur ulama). Karena itulah orang yang menyelisihi masalah ini dihukumi sesat sebagaimana yang terjadi pada Ahamadiyah, Innkarsunnah dan lain-lainnya.
Adapun berkaitan dengan masalah furuiyah (cabang) dibolehkan berbeda pendapat. Sebab masalah ini tidak menyalahi al-Qur’an dan Sunnah serta pemahaman para sahabat.
Beberapa contoh berkaitan dengan masalah furuiyah antara lain tentang adzan sekali atau dua kali dalam shalat jum’at. Kemudian qunut Shubuh, angkat tangan atau tidak angkat tangan dalam berdo’a, mengucapkan bismillah dengan keras atau pelan saat membaca surat al-fatihah dalam shalat dan tentang jumlah rakaat dalam shalat tarawih dan lain-lainnya.
Berkaitan dengan hal ini, tidak dibenarkan mengklaim bahwa salah satunya yang benar dan lainnya salah. Apalagi sampai menyesatkan. Kita hanya boleh mengatakan bahwa pendapat yang satu lebih rajih (kuat) dibanding pendapat lainnya.
Persoalan furuiyah ini merupakan masalah ijtihadiyah di kalangan para ulama (sahabat, tabiin dan tabiut tabiin) yang semuanya berdasar pada al-Qur’an dan Sunnah. Perbedaan mereka hanya berkisar pada masalah-masalah fiqiyah yang rumit-rumit. Sedang masalah aqidah mereka tidak berbeda.
Deteksi Dini Aliran Sesat
Persoalan aqidah dan furuiyah ini sebenarnya sudah dijelaskan oleh para ulama. Namun sayang, masih banyak umat islam yang belum memahami dengan baik. Padahal kesalahan pemahaman terhadap masalah ini memiliki konsekwensi yang berbeda, sebagaimana dijelaskan di atas.
Dari kedua hal itu yang harus menjadi perhatian utama adalah masalah aqidah. Jangan sampai kita yang sudah masuk islam memiliki aqidah yang salah dan keliru. Kekeliruan dalam masalah ini bisa menyebabkan kita sesat jalan.
Jauh sebelumnya Rasulullah telah mengisyaratkan akan munculnya kelompok atau orang yang menyelisihi aqidah yang benar. Rasulullah bersabda, “Akan keluar suatu kaum akhir jaman, orang-orang muda berfaham jelek. Mereka banyak mengucapkan perkataan “Khairil Bariyah”(maksudnya: mengucapkan firman-firman Tuhan yang dibawa oleh Nabi). Iman mereka tidak melampaui kerongkongan mereka. Mereka keluar dari agama sebagaimana meluncurnya anak panah dari busurnya. Kalau orang-orang ini berjumpa denganmu lawanlah mereka.” (HR. Bukhari).
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah, “Sesungguhnya di waktu yang akan datang akan ada peperangan di antara orang-orang yang beriman.” Seorang sahabat bertanya: “Mengapa kita (orang-orang yang beriman) memerangi orang yang beriman, yang mereka itu sama berkata: ‘Kami telah beriman’.” Rasulullah SAW. bersabda: “Ya, karena mengada-adakan di dalam agama, mereka mengerjakan agama dengan pendapat fikirannya, padahal di dalam agama itu tidak ada pendapat fikiran, sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya.” (HR. Ath-Thabarani)
Hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa akan muncul sekelompok atau orang yang memahami al-Qur’an berdasar hawa nafsu dan akalnya yang dangkal tanpa ilmu, serta tidak mau mengikuti penjelasan Rasulullah dan pemahaman para sahabat. Mereka mengambil kesimpulan hukum (istinbath) dan menafsirkan al-Qur’an tanpa bekal ilmu yang memadai seperti bahasa Arab, hadits dan penafsiran para sahabat. Akibatnya, hasil penafsirannya menyelisihi aqidah yang benar. Kalau sekedar membaca dan menerjemahkan al-Qur’an secara lafdiyah serta membaca tafsir yang mu’tabar (diakui), tidak ada masalah, bahkan hal itu mendapat pahala. Yang tidak boleh adalah menafsirkan atau mengintepretasikan al-Qur’an tanpa bekal ilmu yang memadai. Sebab hal itu bisa merusak maksud dan makna al-Qur’an yang sebenarnya.
Berkaitan dengan masalah aqidah, kita harus memiliki keimanan yang benar dengan mengikuti jejak ulama yang berpegang teguh pada al-Qur’an sesuai penjelasan Rasulullah dan pemahaman para sahabat. Bukan mengikuti orang-orang jahil (bodoh) yang berani menyelisihi aqidah Rasulullah.
Kita memohon kepada Allah agar menyelamatkan aqidah kita dari ajaran yang menyimpang dan menyesatkan. Amin (Bahrul Ulum)