Dalam aliran musik klasik, Ludwig Van Beethoven (1770-1827 M) sering disebut-sebut sebagai “si jenius”. Dia mampu menciptakan simfoni dan sonata yang merupakan kombinasi luar biasa dari kedalaman perasaan dengan kesempurnaan tata rencana. Saat mengetahui fakta ini, saya kemudian bertanya-tanya, “jika musik adalah sains, apakah para ilmuwan Islam memiliki peninggalan dalam bidang musik?”. Mungkin ini pertanyaan yang “tabu” mengingat situasi apatis yang terjadi di kalangan umat Islam masa kini terhadap keberadaan musik. Musik dianggap sebagai sebuah sajian yang berbahaya. Kekhawatiran – jika tidak mau disebut nada sumbang – ini persis dengan apa yang dinyatakan oleh Socrates, filsuf Yunani yang mengenalkan metode ‘dialektika’ untuk mencari kebenaran. “Bila seorang pria membiarkan musik membuainya, kemudian meresapkan lagu-lagu yang manis, lembut, dan syahdu, ia akan menjadi prajurit (orang) yang lemah!”, kata Socrates. Ternyata, Socrates tidak percaya pada musik sebagai hal yang berguna bagi umat manusia.
Namun Islam memiliki anti-tesis terhadap penolakan Socrates terhadap musik. Dari data yang berhasil dihimpun tentang korelasi peradaban Islam dan musik, hasilnya ternyata musik memiliki korelasi positif dengan peradaban Islam. Artinya, musik menjadi salah satu bidang ilmu yang menjadi concern para ilmuwan Islam saat itu.
Salah satu pemusik besar Islam, diantaranya Ibnu Misjah (704-741 M). Dia adalah seorang teoretis besar dalam ranah musik yang paling awal dan harus dicatat atas jasanya melahirkan istilah jenis musik iqa, yang di Barat kemudian berkembang menjadi sebutan ‘ritme’. Selain itu, dia berjasa besar untuk menyambung kembali teori musik peninggalan Yunani, seperti teori skala peninggalan Phytagoras. Teori ini oleh Ibnu Misjah kemudian disunting dengan elemen-elemen musik Persia dan Bizantium.
Namun setelah “dibangkitkan”, teori Phytagoras itu kemudian terus mengalami perbaikan. Pembaruan paling awal atas teori ini dilakukan oleh al-Mausili (meninggal 850 M). Teorinya terus bertahan sampai meninggalnya seniman termasyur yang lain, yakni al-Isfahan, pada 957 M. Setelah itu, timbul skala musik baru, yakni teori Zalzalian dan Khurasian. Teori baru ini sangatlah membantu untuk mengenali kembali sistem lama dari teori musik peninggalan Yunani, seperti teori dari Aristoteles, Ptolomeus, Aristemus, Euclid, serta Nimomachus.
Jejak teori itu kemudian berbekas pada karya musik al-Kindi (874 M), al-Isfahani, dan Ikhwan al-Safa (1000 M). Imbasnya, setelah paruh abad ke-10 M, sistem musik Arab, Persia, dan Bizantium menjadi berbeda. Untuk selanjutnya, yakni mulai abad ke-11, ide-ide musik dari Khurasian tercampur menjadi satu. Anda terkejut bukan menjumpai fakta luar biasa semacam ini? Saya juga.
Yang mengejutkan lagi, bapak Ilmu Sosiologi modern, Ibnu Khaldun, ternyata juga turut memberi andil dalam pengembangan musik. Dia juga giat memberikan ide baru pada pengukuran iqa. Dia menyemangati para vokalis musik dengan mengatakan, “Pelantun lagu adalah mata air utama sebuah sajian musik”.
Selain itu, sumbangan dunia Islam terhadap sajian musik dapat dilacak dari pengenalan dan penyempurnaan beberapa alat musik akustik. Hal ini terdapat pada beberapa alat musik seperti drum, flute, dan penyempurnaan sistem hidrolik pada organ. Siapakah para jenius di balik kerja intelektual ini? Mereka adalah para ilmuwan Islam legendaris yang namanya sudah sering kita dengar selama ini, diantaranya terdapat nama peletak dasar pengobatan modern, yakni al-Farabi. Meski kita semua sudah mafhum bahwa para ilmuwan Islam pada umumnya adalah Polymath, yakni manusia yang mampu menguasai beberapa bidang ilmu sekaligus, namun kita seringkali berpikir ranah musik tidak mungkin menjadi concern mereka; dan pemikiran seperti itu terbukti salah sama sekali.
Nama lain yang tak kalah penting adalah Ibnu Bagja (di Barat dikenal dengan nama Avempace). Ia mempunyai reputasi sebagai tokoh yang memperkenalkan musik pada belahan dunia Timur. Pesatnya perkembangan musik pada kurun waktu itu juga diikuti dengan menjamurnya sekolah musik. Salah satu pengajar musik yang paling terkemuka adalah Safial ad-Din. Bahkan, karya-karya dari sekolah musik terkenal itu sekarang masih bisa dilacak serta tersimpan rapi di British Museum.
Selain al-Farabi, termasyhur pula sosok Ibnu Sina (Avicena) sebagai musikus papan atas. Ibnu Sina yang hadir lebih belakangan dibandingkan al-Farabi, meninggalkan karya monumental yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai Introduction to the Art of Music. Karya ini kemudian dirangkum dalam buku Division of the Science. Semua karya itu kini juga masih tersimpan rapi di British Museum.
Jasa penting yang ditinggalkan para musisi Islam adalah tentang cara penulisan notasi musik. Musisi-musisi besar yang tercatat, diantaranya Ali Mas’udi (967 M) dan al-Isfahani, dengan karya Meadow of Gold yang dianggap merupakan notasi karya musik Arab yang paling menarik. Karya Isfahani lainnya merupakan kumpulan notasi musik dalam 21 seri, di Inggris diberi nama The Great Song of Music.
Karya lainnya adalah tulisan tentang buku musik yang terdapat dalam empat volume. Kepiawaian inilah yang kemudian membuat al-Isfahani oleh Ibnu Khaldun dijuluki sebagai diwan dari Arab. Karya sejenis itu adalah The Index of Muhammad Ibnu Ishaq al-Waraq yang ditulis pada kurun waktu 994-995 M. Dan kini pun di dunia Barat masih terlacak karya-karya musik lain seperti The Unique Necklace dari Ibnu ‘Abd Rabbihi (940 M). Kemudian, karya Yahya al-Khuduj al-Mursi dengan The Book of Song.
Penulis teoretisi musik Islam lainnya adalah Yunus al-Khatib (765 M) dan Ibnu Khalil (791 M), dimana teori mereka diperkenalkan hingga Spanyol oleh Ibnu Firnas (meninggal pada 888 M). Teori inilah yang nantinya memberikan pembaruan pemikiran mengenai pengetahuan musik di Andalusia. Teoretisi musik lainnya yang tercatat adalah Ishaq al-Maushi, dimana teori-teori musiknya dirangkum dalam Book of Notes and Rhythms.
Setelah itu, datanglah musisi besar lain, al-Buzani dengan karya monumentalnya, Compendium on Science of Rhythm. Disusul kemudian dengan hadirnya Ensiklopedi Musik dari Ikhwan al-Safa pada abad ke-10 M serta sebuah karya mencengangkan dari Muhammad al-Khawarizmi yang membahas mengenai berbagai teori tentang musik yang terangkum dalam buku yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi Keys of the Science.
Melihat fakta itu, masihkah kita ragu bahwa peradaban Islam tidak memberikan kontribusi dalam perkembangan musik dunia? Sejarah peradaban Islam memberikan kita kata kunci : MUSIK ADALAH SAINS.
Wallohu ‘alam bishshawwab
*Penulis adalah Peneliti InPAS