Oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku Jejak Kisah Pengukir Sejarah dan sebelas judul lainnya

inpasonline.com – A.G. Pringgodigdo rektor pertama Universitas Airlangga (Unair). Jika tak lengkap membaca namanya, yang kuat terkesan dia itu ”sangat Jawa”. Padahal, nama lengkapnya adalah Abdul Gaffar Pringgodigdo dan aktif di Masyumi.

Pada diri A.G. Pringgodigdo melekat banyak predikat kebaikan. Dia pejuang kemerdekaan. Termasuk, dia turut dalam proses perumusan dasar negara. Dia pendidik yang baik. Selain rektor pertama Universitas Airlangga, dia juga rektor pertama Universitas Hasanuddin.

A.G. Pringgodigdo turut mendirikan negeri ini, terutama lewat perannya di BPUPKI. Perannya juga tak bisa dipisahkan dengan Sekretariat Negara di masa awal-awal. Dia juga cakap menulis. Sejumlah tulisannya sangat penting.

 

Keluarga Terpelajar

A.G. Pringgodigdo lahir di Bojonegoro, Jawa Timur, pada 21 Agustus 1904. Dia putra Bupati Tuban, RMAA Moedomo Koesomohadiningrat. Ibunya, RA Windarti Notomidjoyo.

Sang Tokoh, juga kakak dari Abdul Karim Pringgodigdo (1906-1961). Siapa  lelaki yang nama singkatnya adalah A.K. Pringgodigdo itu? Sebagaimana sang kakak, si adik memiliki prestasi yang juga bagus. Nanti, sekilas performanya ada di bagian lain tulisan ini.

A.G. Pringgodigdo beruntung. Dia tumbuh-kembang di lingkungan keluarga yang mencintai pendidikan. Awal, dia bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS) yang setara SD, 1910 sampai 1918. Lalu, ke Hoogere Burgerschool (HBS) yang setara sekolah menengah, sampai 1923.

Selepas itu, dia berangkat ke Belanda. Di sana belajar ilmu hukum di Universitas Leiden. Ketika menjadi mahasiswa di Belanda, A.G. Pringgodigdo aktif dalam kegiatan-kegiatan organisasi Perhimpunan Indonesia.

Aktivitasnya di Perhimpunan Indonesia ditandai dengan kerapnya mengkritik pemerintah kolonial Belanda. Ini, berakibat ”negatif” pada dirinya. Bersama adiknya (yaitu A.K. Pringgodigdo) dan Ali Sastroamidjojo, dia termasuk mahasiswa yang mendapat ancaman dari pemerintah kolonial Belanda. Ancamannya, beasiswanya akan dicabut dan sepulangnya ke Indonesia tidak akan mendapat kesempatan bekerja pada pemerintah.

Di Leiden, dia lulus sebagai Sarjana Hukum pada 1927. Predikatnya, sangat baik. A.G. Pringgodigdo lalu pulang dan bekerja, termasuk  di Kantor Gubernur Jawa Timur sampai 1938. Ini pilihan jenis pekerjaan yang sudah direncanakan saat bersekolah di Belanda. Pertimbangannya, kelak kala Indonesia merdeka harus ada yang berpengalaman menangani administrasi pemerintahan.

Dua Bersaudara yang Bagus

A.G. Pringgodigdo pejuang sejati. Dia mencurahkan segala kemampuannya untuk kemerdekaan Indonesia. Pada 14 September 1940, saat berdiri sebuah komisi yang bertujuan membahas keinginan-keinginan rakyat Indonesia dari semua tingkat mengenai susunan pemerintahan, dia ditunjuk sebagai sekretaris. Komisi itu  diketuai Dr. F.R. Visman. Maka, selanjutnya, lembaga itu disebut sebagai Komisi Visman.

Lalu, A.G. Pringgodigdo menjadi bagian dari  Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dia sebagai sekretaris Radjiman Wedyodiningrat-pemimpin BPUPKI-yang bertugas merumuskan naskah Undang-Undang Dasar 1945. Dia juga menjadi anggota Panitia Lima yang bertanggung jawab atas perumusan Pancasila (https://fnn.co.id/post/perjuangan-ag-pringgodigdo).

Di BPUPKI, A.G. Pringgodigdo punya tugas strategis. Tugasnya, membuat laporan stenografis dari sidang-sidang yang dilakukan. Pringgodigdo mendapat kepercayaan itu karena pernah menjadi Sekretaris Komisi Visman.

Laporan stenografis A.G. Pringgodigdo kemudian dikenal sebagai Koleksi Yamin. Hal ini, karena laporan itu pernah dipinjam oleh Muhammad Yamin sebagai sumber untuk menyusun Naskah Persiapan. Namun, laporan itu tidak pernah kembali kepada A.G. Pringgodigdo.

Oleh Pemerintah Orde Baru, laporan yang dipinjam oleh Muhammad Yamin itu dianggap telah hilang. Padahal, sebenarnya ada. Laporan itu disimpan di perpustakaan Mangkunegaran oleh Muhammad Yamin.

Tidak hanya A.G. Pringgodigdo, sang adik yaitu A.K. Pringgodigdo juga mengarsipkan catatan-catatan tentang perumusan dasar negara yang kemudian dikenal dengan Pringgodigdo Archief (Koleksi Pringgodigdo). Koleksi Pringgodigdo dan Koleksi Yamin itulah yang menjadi sumber tertulis otentik tentang perumusan sejarah Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Sedangkan, Naskah Persiapan karya Muhammad Yamin bukan merupakan sumber tertulis otentik karena tidak dicetak kata demi kata dari notulen sidang resmi BPUPKI.

Apa yang dilakukan A.K. Pringgodigdo dalam menyimpan arsip proses persidangan BPUPKI menjadi sangat penting. Hal ini karena keberadaan arsip tersebut bisa merekonstruksi apa sebetulnya yang terjadi pada saat persidangan berlangsung (https://esi.kemdikbud.go.id/wiki/Abdoel_Kareem_Pringgodigdo).

Jejak Penting

Setelah proklamasi kemerdekaan RI, A.G. Pringgodigdo menjadi Menteri Sekretaris Negara pertama. Jabatan ini dia emban dalam waktu singkat. Meski begitu, jejak sejarah yang penting ini tak boleh dilupakan.

Tak lama setelah Indonesia merdeka, terjadi agresi militer Belanda. Ibukota-pun pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Di masa itu, sejumlah tokoh penting diasingkan ke Pulau Bangka termasuk A.G. Pringgodigdo.

Selama dalam pengasingan, Wakil Presiden Mohammad Hatta mempercayai A.G. Pringgodigdo untuk memonitor perkembangan kondisi di Yogyakarta melalui radio. Kemudian, setelah terjadi kesepakatan melalui Konferensi Meja Bundar (KMB), terbentuklah Republik Indonesia Serikat (RIS).

Pada masa pemerintahan RIS ini, A.G. Pringgodigdo diangkat sebagai Menteri Kehakiman Kabinet RIS pada 1950. Dia, mewakili Masyumi. Adapun Masyumi, adalah satu-satunya partai politik di kalangan umat Islam waktu itu. Tercatat, dia menjadi Menteri Kehakiman ke-4.

 

Pelaku dan Penulis

Setelah RIS bubar dan kembali kepada Negara Kesatuan RI, A.G. Pringgodigdo memilih fokus pada dunia pendidikan. Dia buktikan keahliannya di bidang hukum. Di antaranya, lewat tulisan.

A.G. Pringgodigdo menulis Sedjarah Pembuatan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dan terbit di Madjalah Hukum dan Masjarakat No. 3 tahun 1958. Juga, menulis Sedjarah Singkat Berdirinja Negara Republik Indonesia di tahun yang sama. Dua tulisan itu tentu punya makna penting dalam usaha merekonstruksi sejarah konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sang Pendidik

A.G. Pringgodigdo, sebagai ahli ilmu hukum, mengajarkan ilmunya di Universitas Gadjah Mada (UGM). Lalu dia turut menjadi pengajar saat di Surabaya berdiri Fakultas Hukum yang merupakan cabang dari UGM Yogyakarta. Itu, pada 1952. Pada 10 November 1954 Universitas Airlangga berdiri. A.G. Pringgodigdo dipilih sebagai rektor pertama.

Pada 10 September 1956 Universitas Hasanuddin berdiri. A.G. Pringgodigdo yang rektor Universitas Airlangga ditunjuk oleh Wakil Presiden RI Moh. Hatta sebagai pejabat sementara rektor perguruan tinggi di Makassar itu. Penunjukan ini bersifat sementara karena posisi A.G. Pringgodigdo sebagai rektor Universitas Airlangga adalah yang terdekat dengan Kota Makassar (https://www.unhas.ac.id/wp-content/uploads/2023/09/Sejarah-UNHAS-Dies-Natalis-65_2021_compressed.pdf).

Setelah menyelesaikan pengabdiannya di Makassar, A.G. Pringgodigdo kembali ke Surabaya. Dia fokus mendidik. A.G. Pringgodigdo mengajar di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Surabaya.

Pada 1971, A.G. Pringgodigdo menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Selepas itu, dia terus fokus mengajar. Dia mengajar di berbagai universitas hingga menutup usia pada 1984.

 

Pribadi Lengkap

”Sebagai aktivis Partai Masyumi, A.G. Pringgodigdo merepresentasikan sosok nasionalis-religius yang mengusung nilai-nilai keindonesiaan dan keislaman sekaligus,” kata Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, M.Ag (https://fnn.co.id/post/perjuangan-ag-pringgodigdo).

Demikianlah A.G. Pringgodigdo, figur lengkap dan cemerlang. Dia, salah satu teladan terbaik di negeri ini. Semoga banyak yang meneruskan spirit kepejuangannya. []

 

 

One Comment

  1. MaasyaaAllah, tokoh yang cemerlang semoga yg ditorehkan oleh beliau Allah balas dengan pahala disisinya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *