Inpasonline.com, 15/06/11
Setelah membaca dengan seksama dan mendalami kandungan isi Al-Quran selama bertahun-tahun, Profesor Walter Wagner–seorang pakar teologi dari AS–menyimpulkan bahwa Tuhan sedang bicara pada seluruh umat manusia lewat kitab suci itu.
Situs berita Zaman yang berbasis di Turki menyebut buku “Opening the Quran” karya Profesor Wagner sebagai buku yang sangat inspiratif bukan hanya untuk non-Muslim tapi juga untuk kalangan Muslim, termasuk mereka yang berminat mempelajari Islam dan kitab suci Al-Quran.
Dalam wawancara dengan Zaman, Profesor bidang teologi di Moravian College dan Theological Seminary ini mengungkapkan pengalamannya yang istimewa, yang membawanya pada Al-Quran serta pandangan-pandangannya tentang ajaran yang terkandung dalam Al-Quran. Berikut petikannya;
Apa yang menginspirasi Anda untuk menulis buku tentang Al-Quran?
Buku ini menjadi bagian dari pengalaman belajar saya selama lebih kurang selama 20 tahun. Saya pikir, saya baru memulai untuk memahami Al-Quran. Tapi sebenarnya, karena adanya hubungan antara Yudaisme, ajaran Kristen dan Islam, kami satukan bukan hanya di beberapa bagian terkait budaya dan teologi, tapi juga dalam sejarahnya.
Sudah berapa kali kita berbenturan dalam hal pemikiran dan ada masa-masa pertikaian yang melibatkan persenjataan. Tapi kita semua juga menyembah Tuhan yang sama. Dan untuk melakukan itu, seharusnya, diluar pengalaman saya mengajar, ada upaya untuk memahami agama lain, dan ini perlu usaha keras. Bagi seorang pengajar, butuh kerja keras untuk mengajarkan orang lain, tapi yang harus paling banyak belajar adalah guru itu sendiri.
Jadi, buku ini menjadi pengalaman belajar saya sendiri dan saya beruntung sekali mendapatkan pengalaman berinteraksi dengan Muslim, baik laki-laki maupun perempuan, terutama tujuh tahun belakangan ini, dimana saya berinteraksi dengan komunitas Muslim Turki. Salah satu kekuatan buku tentang Quran ini adalah, menjelaskan pada diri saya sendiri dan pembaca lainnya, khususnya di masa penting seperti saat ini, dimana kita harus saling memahami antar sesama pemeluk agama.
Jadi, bisa dikatakan, Anda sebenarnya menulis buku “Opening the Quran” ini untuk diri Anda sendiri?
Ya. Anda akan menemukan bahwa para penulis menuliskan suara hatinya. Buat Anda yang muslim, pasti tahu siapa yang bicara dalam Al-Quran. Tapi, siapa yang bicara dalam buku (Wagner) ini? Beberapa bagian adalah suara seorang akademisi; yang bicara seorang profesor. Beberapa bagian lainnya adalah pendapat pribadi.
Menarik sekali. Pertanyaan selanjutnya, “suara” apa yang merasuk ke benak Anda ketika Anda membaca Quran? Siapa menurut Anda yang bicara dalam Quran?
Saya meyakini bahwa Quran adalah buku yang menginspirasi. Saya percaya Tuhan menginspirasi banyak orang dan banyak nabi serta utusan-Nya, dan yang ada dalam Quran adalah suara Tuhan Yang Mahasuci, yang bicara pada kita–menyuarakan tentang keadilan dan perdamaian, bicara tentang umat manusia yang harus hidup saling berdampingan dengan damai, dan saling membantu. Itulah suara yang saya dengar, suara yang kemudian saya coba teruskan pada para pembaca, mahaiswa, dan pada diri saya sendiri.
Bisakah Anda menjelaskan metodologi dan bagaimana cara Anda mempelajari Al-Quran?
Bagi seorang non-Muslim, membaca Quran untuk pertama kalinya mungkin pengalaman yang membingungkan. Bagi kami, yang berlatar belakang memiliki tradisi membaca Alkitan, harapannya mungkin akan seperti membaca Genesis, Exodus atau Injil Mark; akan ada sebuah rentetan cerita. Namun Anda akan menemukan bagian-bagian yang tersebar di beberapa tempat, yang secara keseluruhan saling terkait. Perlu dibaca berulang-ulang, direnungkan dan penggambaran dalam pikiran Anda agar bisa memahaminya. Tapi, saya kira, langkah pertama adalah jangan mudah menyerah. Saran pertama adalah, membacanya mulai dari halaman belakang ke depan, untuk memahami tentang nabi-nabi. Perlu juga membaca apa penjelasan atau penafsiran berbagai tokoh tentang isi Al-Quran.
Sejauh mana proses mempelajari Al-Quran berpengaruh pada diri Anda, apakah proses itu membawa perubahan pada hidup Anda?
Saya kira, yang paling terpenting adalah saya jadi lebih memahami Islam dan Al-Quran, soal kewajiban salat, dan ada perasaan yang mendalam soal salat ini dan bagaimana kehidupan bisa dibingkai lewat salat dan doa. Pemahaman saya yang masih sedikit tentang Islam, cukup membuat saya mengakui bahwa Islam adalah agama yang berdasarkan pada ajaran tentang “Sang Pencipta”. Buat saya, hal ini merupakan sebuah ajaran etika yang luar biasa, dan ketika saya melihat orang lain, saya mengakui bahwa mereka adalah perwakilan Tuhan di bumi untuk menjaga dunia ini.
Kita tahu, bahwa Barat kerap mengkritik bagaimana Quran memosisikan kaum perempuan. Menurut Anda sendiri bagaiman Quran memosisikan kaum perempuan?
Pertama sekali, penting dipahami bahwa laki-laki dan perempuan memiliki derajat yang sama di mata Tuhan. Laki-laki dan perempuan sama-sama bertanggung jawab atas nasib mereka sendiri. Seorang perempuan bisa masuk neraka sama gampangnya dengan seorang lelaki. Seorang perempuan juga bisa masuk surga sama mudahnya dengan seorang laki-laki. Ini adalah ajaran agama yang mengagumkan tentang persamaan kedudukan antar kaum lelaki dan perempuan.
Tapi ada perbedaan sosial dalam Quran, dan Barat tidak suka itu. Perbedaan itu terkait aspek fisik dan beban tanggung jawab antar lelaki dan perempuan. Saya pernah bertemu dengan seorang imam yang mengatakan bahwa adalah tanggung jawab suami untuk memastikan bahwa kebutuhan keluarganya terpenuhi, dan adalah tanggung jawab seorang istri untuk membesarkan dan mendidik anak-anak serta mengatur kehidupan dalam keluarga. Jika seorang perempuan punya kepentingan ke luar rumah, maka ia harus bernegosiasi mendapatkan izin dari suaminya. Jadi, tetap ada negosiasi dalam sebuah ikatan perkawinan.
Lalu bagaimana pendapat Anda soal ayat-ayat dalam Quran yang berkaitan dengan jihad?
Ada banyak penafsiran yang berbeda tentang jihad dalam Islam. Ini berkaitan dengan konteks sejarah. Tapi saya pikir, penting bagi kita untuk mengetahui akar kata “jihad” yang artinya “pengerahan tenaga” atau “perjuangan”. Dalam Quran, masalah jihad disebut sekitar 35 atau 36 kali dan hanya 5 diantaranya yang berhubungan dengan kemiliteran.
Tradisi Islam dan Quran juga mengajarkan untuk memperlakukan para tawanan dengan baik. Anda tidak perlu menggunakan bom napalm terhadap orang yang hanya menggunakan pistol. Islam dan Quran juga mengajarkan untuk mencintai lingkungan hidup, Anda tidak boleh merusak, Anda tidak boleh menganiaya musuh yang sudah menyerah atau ketika ada kesepakatan gencatan senjata.
Pertanyaan terakhir, bagaimana tanggapan pembaca atas buku Anda, apakah ada kritik dari kalangan Kristen maupun Muslim?
Secara umum, kalangan Kristiani menyukai buku ini. Kalaupun mengkritik hanya beberapa masalah kecil saja. Sedangkan di kalangan Muslim, ketika saya memberikan kuliah tentang pengenalan Islam, ada seorang mahasiswa Pakistan yang agak jengkel pada saya. Menurut mahasiswa itu, kalau saya mengatakan hal-hal yang positif tentang Quran, seharusnya saya pindah agama ke Islam. Di kelas lainnya, seorang mahasiswi mengatakan pada saya, “Kapan Anda akan mengekpose Islam sebagai agama hasil pekerjaan orang-orang jahat?”
Jadi ada dua kubu yang memberi tanggapan berbeda. Saya berdiri di antara dua kubu itu. Saya pun belajar memahami tentang karakter beragama orang. Tapi sebagian besar Muslim, mereka menyatakan berterima kasih saya menulis buku “Opening the Quran” ini. (mm/em/Zaman)