Karangannya yang paling terkenal dalam bidang hadits adalah al-Tajrid al-Sharih Li Ahadith al-Jami’ al-Sahih (Mukhtasar al-Zabidi). Kitab ini merupakan muhtashor dari kitab shahih Bukhari.
Keunikan dan kehebatan kitab ini terletak pada metodologi dalam pemilihan hadits-hadits yang teliti dan penyusunan tema-tema yang jelas. Ini menunjukkan bahwa al-Zabidi betul-betul menguasai kitabnya Imam Bukhari.
Para ulama di zamannya juga mengakui kalau al-Zabidi adalah seorang ulama yang paham betul kitab Bukhari.
Dalam kitab ini ia menyaring semua hadits-hadits yang disebut berulang kali dan hanya mengambil hadits yang mempunyai sanad muttasil (rantaian periwayatan yang bersambung dan tidak terputus).
Menurutnya, dengan adanya sanad hadits yang banyak dan masyhur, menyulitkan proses pencarian hadits bagi setiap pengkaji. Bahkan kemungkinan seorang pengkaji hadits kesulitan menemukan hadits yang ia cari, kecuali dengan usaha yang sungguh-sungguh.
Dalam kitab ini Al-Zabidi mengumpulkan hadits-hadits yang kelihatan bertaburan di antara bab-bab (dengan meletakkannya di satu tempat yang sesuai) sehingga tidak terdapat pengulangan.
Dalam mukadimahnya al-Zabidi menyatakan: “Aku ingin memilih dan menyunting hadits-hadits di dalam kitab Sahih al-Bukhari tanpa adanya pengulangan. Aku akan alihkan dari hadits-hadits tersebut sanad-sanadnya agar mudah untuk ditemukan tanpa adanya kesulitan. Jika sebuah hadits itu berulang ia akan hanya menyebutnya di permulaan, kecuali jika pengulangannya di tempat yang kedua mempunyai tambahan lafaz atau makna, maka ia akan menyebutnya. Tapi jika tidak ada tambahan aku akan meninggalkanya.”
Menurut al-Zabidi jika kemungkinan ada haditst yang disebut secara ringkas di tempat yang pertama, dan di dalam riwayat yang lain (hadits yang sama) disebut secara lebih lengkap dan memiliki tambahan makna, dia akan memilih yang kedua dan meninggalkan yang pertama disebabkan mempunyai faedah yang lain.
Al-Zabidi tidak akan menyebut hadits kecuali yang bersanad (di dalam kitab asal) dan bersambung, manakala hadits yang terputus adalah maqtu’ atau muallaq, sehingga tidak ia cantumkan.
Begitu juga segala yang datang daripada sahabat r.a. dan ulama selepas mereka tidak ia nyatakan. Namun selajutnya ia akan cantumkan nama sahabat untuk setiap haditst agar diketahui siapakah yang meriwayatkannya.
Metodologi yang digunakan al-Zabidi di dalam kitabnya ini telah memberi nilai tambah bagi umat islam karena bersifat ilmiah. Kareanya dalam sejarah kitab-kitab ringkasan haditst menjadikan kitabnya termasuk kitab terpenting tatkala membicarakan kitab Sahih al-Bukhari karya Imam al-Bukhari.
Kitab Shahîh Al-Bukhârî, tak disangsikan lagi, adalah rujukan utama untuk memperdalam Sunnah Rasulullah yang merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Quran. Kitab ini juga merupakan salah satu kutub al-sittah (enam kitab hadits) yang sangat populer.
Buku Ringkasan Shahîh Al-Bukhârî yang disusun oleh al-Zabidi ini merupakan karya paling lengkap isinya dan sederhana penyajiannya. Selain itu, keunikannya terletak pada metodologinya dalam penyusunan tema-tema yang jelas dan pemilihan haditsnya yang ketat.
Dari keunikan tersebut, maka tidak terjadi lagi pengulangan hadits di beberapa tempat dan kita juga dapat dengan mudah merujuk suatu hadits untuk kebutuhan tertentu.
Tidak salah umat Islam menempatkan hasil karya al-Zabidi ini dalam bidang keintelektualan dan dakwah Islamiah dalam rangka membuka wawasan masyarakat agar lebih proaktif dalam memahami Islam dan seterusnya memperbaiki imej umat Islam di mata dunia.
Berbagai universitas di seluruh dunia merekomendasikan kitab ini sebagai salah satu referensi terpenting. Bahkan kitab ini sengaja diterjemahkan ke berbagai bahasa untuk memudahkan mempelajarinya.
Kitab tersebut juga sudah diterjemahkan ke dalam Indonesia. Buku ini akan membantu mereka yang sibuk dan tidak mempunyai cukup waktu untuk merujuk langsung ke buku aslinya. Dengan demikian, menjadi sangat penting sebagai bahan rujukan umat Islam secara umum. Lebih khusus lagi bagi para cendekiawan, ulama, mubalig, penulis, pengajar, dan mahasiswa yang menjadikan hadits sebagai pedoman dan pegangan hidupnya.
Tentu saja tujuan terjemahan ini dimaksudkan sebagai bahan bacaan dan rujukan ringkas di kalangan intelektual mahupun masyarakat Muslim, agar mereka mengetahui dan memahami sumbangsih Imam al-Zabidi melalui pembuktian karya ilmiah yang berkualitas
Selain itu beliau juga mengarang kitab Tabaqat al-Khowas mengenai ulama tasauf di Yaman dan kitab Nuzhah al-Ahbab yang berisi kompilasi syair dan hikayat.
Sejak Kecil Cinta Ilmu
Al-Zabidi lahir di kota Zabid, Yaman. Sejak kecil sudah dikenal rajin belajar. Ia senag menimbah ilmu kepada para ulama. Ia berguru kepada para ulama besar pada zamannya baik yang berada di dalam kota Zabid atau dari luar kota Zabid.
Diantara gurunya yaitu Sheikh Sulaiman al-Alawi, Sheikh Al-Taqi al-Fasi, Sheikh Ali bin al-Jazari, Ibn Khiat, al-Zayn al-Burshuqi, Sheikh Ahmad bin Abi Bakar al-Radad dan Sheikh Abu al-Fatah al-Maroghi.
Al-Zabidi mendengar dari gurunya Ibn al-Jazari kitab Sunan al-Nasa’i, Sunan Ibn Majah, dan Musnad al-Syafie. Murid-muridnya terdiri dari kalangan mereka yang berada di sekitar kota Zabid.
Al-Zabidi wafat pada 10 Rabiulakhir 893H.