Rindu Buku-buku yang Menggerakkan

Oleh M. Anwar Djaelani

         

Tanggal 23 April dipilih UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) sebagai Hari Buku Sedunia. Keputusan yang dibuat pada 1995 itu didasarkan kepada kenyataan bahwa di tanggal tersebut lahir sejumlah penulis terkenal dan juga meninggal sejumlah penulis tersohor lainnya.

Di antara sastrawan besar yang lahir di tanggal itu adalah Vladimir Nabokov dengan banyak karyanya termasuk novel berjudul Lolita yang masyhur itu. Sementara, di antara sastrawan besar yang meninggal di tanggal itu adalah William Shakespeare yang telah menghasilkan karya-karya penting dalam kesusasteraan dunia seperti Romeo dan Juliet, Hamlet, serta Macbeth.

 

Buku dan Kita

Praktis sejak ditetapkannya, Hari Buku Sedunia serentak dirayakan di berbagai kota di dunia dengan caranya masing-masing. Ada yang mengadakan pembacaan buku di depan publik selama belasan jam berturut-turut. Ada “Kontes buku terbaik” dengan dua kategori yaitu pilihan anak-anak dan dewasa.

Intinya, berbagai acara yang diselenggarakan itu bertujuan untuk meningkatkan kecintaan kepada buku dan tentu saja kepada aktivitas membaca. Misal, di berbagai sekolah dan perpustakaan, diselenggarakan kegiatan seperti “Kuis tentang buku”, “Resensi buku”, “Bazar Buku”, dan lain-lainnya.

Indonesia –tampaknya- belum memanfaatkan momentum Hari Buku Sedunia ini secara optimal. Padahal, negeri ini benar-benar butuh ‘motivasi’. Sebab, kecintaan pada buku dan minat baca masyarakat kita masih sangat rendah.

Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2006, masyarakat Indonesia belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama dalam mendapatkan informasi. Masyarakat lebih memilih menonton televisi (85,9%) dan/atau mendengarkan radio (40,3%) daripada membaca koran (23,5%).

AGB Nielsen Media Research pernah merilis penelitiannya, bahwa waktu yang dihabiskan anak-anak untuk menonton televisi dalam sepekan rata-rata 28 hingga 35 jam. Jumlah tersebut lebih besar daripada jam sekolah anak-anak yang biasanya berlangsung antara pukul 07.00–12.00 WIB, dikurangi waktu istirahat. Padahal akibat suka nonton televisi cukup menyedihkan, yaitu menjadi tidak suka membaca, tidak kritis, dan tidak kreatif.

 

Efektif Mengubah

Buku bisa mengubah hidup manusia. Pertama, membuat si penulis buku (tentu saja dalam hal ini buku yang baik) menjadi manusia baik karena dia sadar bahwa seseorang itu “Harus selalu selaras antara kata atau tulisan dengan perbuatannya”. Kedua, membuat si pembaca buku (sekali lagi, tentu saja dalam hal ini buku yang baik) berubah menjadi (lebih) baik.

Terkait ini, sangat banyak bukti bahwa buku bisa menjadi penggerak perubahan ke arah yang positif -baik di level pribadi seseorang dan bahkan di level negara atau dunia. Di level pribadi, berikut ini sekadar beberapa contoh.

Seorang remaja di Surabaya sudah memutuskan untuk bunuh diri. Dia ngebut naik motor dengan tujuan dia celaka. Tapi, akhirnya dia berhenti di sebuah mall dan masuk ke sebuah toko buku. Tanpa sengaja dia membaca buku “Catatan Hati di Setiap Sujudku” karya Asma Nadia. Dia terkesan dengan isi buku itu dan spontan mengurungkankan niatnya untuk bunuh diri. Sebab, “Semangat hidup saya bangkit kembali,” aku si remaja itu.

Seorang remaja lainnya juga sudah hampir bunuh diri. Dia sudah sempat meneguk cairan pembasmi serangga akibat putus cinta. Tetapi buku Asma Nadia – “La Tahzan for Jomblo”- telah “Menyelamatkan saya,” kata remaja itu.

Sementara, pascapeluncuran karya Asma Nadia yang berjudul Catatan Hati Seorang Istri (CHSI), mengalirlah testimoni dari banyak pembaca, bahwa mereka merasa “harus berubah”.

”Saya jadi merenung, memikirkan dalamnya luka perempuan akibat kelakuan suaminya. Saya ingin berubah dan membahagiakan istri saya,” demikian pengakuan seorang suami. Intinya, dia ungkapkan perasaannya yang bertambah cinta kepada sang istri setelah membaca CHSI.

Apa tema pokok CHSI? Buku itu berkisah tentang luka perempuan akibat ulah sang suami. Tapi, pada saat yang sama, digambarkan pula betapa kuatnya si perempuan dalam mengatasi masalah yang menindihnya. Lewat CHSI, para perempuan/istri dapat mengail inspirasi untuk keluar dari kemelut dengan berbekal kesabaran.

M Sementara, pascapeluncuran karya Asma Nadia yang berjudul Catatan Hati Seorang Istri (CHSI), mengalirlah testimoni dari banyak pembaca, bahwa mereka merasa “harus berubah”.

”Saya jadi merenung, memikirkan dalamnya luka perempuan akibat kelakuan suaminya. Saya ingin berubah dan membahagiakan istri saya,” demikian pengakuan seorang suami. Intinya, dia ungkapkan perasaannya yang bertambah cinta kepada sang istri setelah membaca CHSI.

Apa tema pokok CHSI? Buku itu berkisah tentang luka perempuan akibat ulah sang suami. Tapi, pada saat yang sama, digambarkan pula betapa kuatnya si perempuan dalam mengatasi masalah yang menindihnya. Lewat CHSI, para perempuan/istri dapat mengail inspirasi untuk keluar dari kemelut dengan berbekal kesabaran.

Masih di sekitar buku CHSI, di lain peristiwa, seorang istri menulis bahwa “Saya sudah begitu dekat dengan perceraian, tapi akhirnya saya dan suami memutuskan untuk menata kembali rumah tangga kami.” Keputusan penting itu diambil setelah dia membaca buku “Catatan Hati Seorang Istri” karya Asma Nadia.

Buku juga menjadi faktor sangat penting dalam berbagai perubahan di banyak negara. Buku kerap menjadi pemicu suatu gerakan pemikiran, keyakinan, dan cita-cita. Banyak revolusi besar di dunia didahului oleh terbitnya karya seorang penulis. Penulis mencetuskan sebuah ide, lalu menjadi bahan pemikiran dan pedoman perjuangan bersama. Dengan segala kekurangan dan kelebihannya masing-masing, berikut ini adalah sejumlah contoh.

Revolusi Rusia dan perjuangan kaum Komunis di seluruh dunia digerakkan oleh ”Comunistisch Manifest” karya Marx dan Engels. Di Cina, revolusinya digelorakan oleh Sun Yat Sen lewat bukunya, ”San Min Chu I”. Di Jerman, revolusinya menyala karena pengaruh buku ”Mein Kampf” karya Hitler. Sementara, revolusi Perancis mendapat spirit dari J.J. Rousseu yang menulis ”Du Contract Social” (Perjanjian Masyarakat) dan Montesquieu yang menulis ”L’Esprit des Lois” (The Spirit of The Law).

Adapun di dunia Islam, karya-karya Ibnu Taimiyah, Jamaluddin Al-Afghany, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan Muhammad Iqbal tercatat telah turut menggerakkan perubahan ke arah positif di berbagai kawasan Islam.

Di Indonesia? Revolusinya didahului dengan terbitnya pemikiran-pemikiran revolusioner Bung Karno, Bung Hatta, dan sejumlah tokoh lainnya. Bacalah ”Indonesia Menggugat”, sebuah pidato pembelaan Bung Karno di depan pengadilan kolonial di Bandung. Bacalah juga brosur revolusioner ”Mencapai Indonesia Merdeka”, sebuah terjemahan dari ”Indonesia Vrij” berupa pembelaan Bung Hatta di muka pengadilan Den Haag (Anshary, tt: 27-28). Lihatlah pula, pada 1966, puisi-puisi Taufiq Ismail –dalam buku berjudul ”Tirani” dan ”Banteng”- telah turut menggerakkan aktivis mahasiswa dalam menumbangkan rezim Orde Lama.

Dengan paparan ringkas di atas, siapapun yang berpikir ke depan akan selalu merindukan lahirnya buku-buku berkategori menggerakkan yaitu buku-buku yang menjadikan pembacanya bergerak ke arah yang positif atau ke kebaikan. Maka, di titik ini, ada tantangan: Bisakah kita –Anda dan saya- menjadi penulis dari buku-buku yang dimaksud?

Ayo, jadilah penggerak perubahan dunia dengan ”cara mudah”, yaitu dengan menulis buku  berkualitas yang dapat menginspirasi warga dunia. Ayo, mulailah segera! []

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *