Tiga Catatan
Atas berita itu, sangat boleh jadi, banyak orang –terutama warga Sidoarjo- tercengang. Sebab, pertama, pejabat Sidoarjo tampak begitu mudah menggunakan dana APBD (baca: uang rakyat) untuk mengganti mobil dinas (mobdin)-nya. Kedua, alasan sang Bupati atas penggantian mobdin itu tak argumentatif. Dia bilang, mobdin yang lama sudah tidak enak saat dipakai dan bukan karena sudah tidak layak pakai. Ketiga, ketika berita itu muncul, masih banyak kebutuhan rakyat Sidoarjo yang perlu penanganan segera. Misal, banyak jalan yang rusak dan bahkan sebagian tergolong parah. Perbaikan jalan itu sangat urgen, bukan sekadar untuk membuat nyaman saat berkendaraan tapi terutama untuk menjamin keselamatan jiwa.
Ambil contoh kerusakan di Jalan Brigjen Katamso Waru – Sidoarjo. Hampir setahun terakhir ini, nyaris di sepanjang ruas mulai Pabrik Paku sampai perempatan Gedongan rusak parah. Sejumlah orang celaka, dari sekadar jatuh bersama kendaraannya sampai yang meninggal.
Untuk yang disebut terakhir, terjadi pada 8/3/2011. Media memberitakan dengan kalimat, “Kerusakan Jalan Brigjen Katamso kembali memakan korban”. Seorang warga Brebek Waru-Sidoarjo meninggal mengenaskan setelah terlindas truk saat melintas di jalan tersebut. Diduga, siswa salah sebuah Madrasah Aliyah itu tersangkut bak truk saat menghindari lubang di jalan tersebut.
Kondisi rusak di jalan itu sudah hampir setahun. Pemilik sebuah blog ada yang menceritakan pengalamannya, sekitar Mei 2010. Dia jatuh karena roda depan motornya terperosok ke lubang cukup dalam, yang tidak kelihatan karena tertutup air. Kecuali terjerembab, velg depan motornya tidak lagi seperti ketika dia membelinya beberapa bulan sebelumnya.
Atas masalah ini, kritik sudah sering disampaikan. Misal, lewat salah sebuah radio terkenal di Surabaya, nyaris tiap hari warga “berteriak” tentang banyaknya jalan rusak di Sidoarjo. Sejumlah orang mewanti-wanti siapapun yang sedang hamil tua untuk tidak melewati –antara lain- Jalan Brigjen Katamso, sebab dikhawatirkan bayi yang dikandungnya lahir lebih cepat karena besarnya guncangan yang timbul saat kendaraan melewati jalur sekitar tiga kilometer itu.
Di Bangah Gedangan – Sidoarjo dan juga di Krian – Sidoarjo warga sampai menanam pisang di lubang-lubang yang menganga untuk, pertama, memberi tanda kepada pemakai jalan agar tak celaka. Kedua, sebagai ungkapan protes kepada pemerintah setempat yang tak kunjung membenahi kondisi yang sangat membahayakan itu.
Berikut, contoh yang lebih ke belakang. Pada 24/3/2008, seorang ibu bersama anaknya -berusia 9 tahun- berjalan di jembatan yang menghubungkan Sepanjang (Sidoarjo) dengan Karangpilang (Surabaya). MasyaAllah, bocah itu terperosok karena ada bagian dari jembatan yang tak ada kayu penutupnya. Lubang itu tak terlihat karena tertutup rumput dan sampah. Diberitakan, bocah warga Simowau Sepanjang Taman Sidoarjo tersebut hilang hanyut di Sungai Brantas yang arusnya cukup deras itu.
Batu dan Gandum
Umar bin Khaththab RA adalah khalifah/pemimpin yang sederhana dan sangat peduli kepada rakyatnya. Hampir setiap malam Umar RA melakukan perjalanan diam-diam. Kadang sendirian dan pada kesempatan lain ditemani salah seorang sahabatnya. Dia masuk-keluar kampung untuk mengetahui kehidupan rakyatnya. Umar RA khawatir jika ada hak-hak mereka yang belum ditunaikan oleh pemerintahannya. Di saat-saat seperti itu biasanya dia menyamar.
Ditemani seorang sahabat –Aslam- pada suatu malam Umar RA berkeliling lagi. Dari sebuah gubuk Umar RA mendengar tangis anak-anak yang kelaparan. Dari sebuah celah, tampak seorang ibu sedang memasak di dekat anak-anak itu. Lelah menangis sambil menunggu sang ibu memasak, anak-anak itu tertidur.
Umar RA penasaran, lalu mengetuk pintu dan memberi salam. Umar RA bertanya, ”Maaf, terlihat anak-anak Ibu sangat lapar. Mengapa masakan Ibu tak kunjung matang?”
“Tidak ada makanan. Dari tadi saya hanya merebus batu yang dikira oleh anak-anak sebagai makanan. Karena kelelahan mereka tertidur,” urai ibu –yang janda- itu dengan sedih.
“Mengapa Ibu tidak minta bantuan Khalifah?” kata Umar RA.
“Khalifah tak peduli! Dia sibuk,” tukas si janda.
Umar RA terkesiap, tapi tetap berusaha tenang. Lalu, dia pamit dan bergegas menuju Baitul Maal (gudang perbendaharaan negara). Dia ambil sekarung gandum dan memikulnya menuju gubuk tadi.
Aslam yang menyaksikan itu tak tega dan berkata, “Biar saya yang memikulnya, wahai Khalifah!” Umar RA menukas cepat: “Tidak, terima kasih. Kelak, apa Anda bisa memikul dosa saya di akhirat karena saya telah membiarkan rakyat kelaparan?”
Demi sebuah tanggung jawab, sambil memikul gandum di kegelapan malam, Umar RA –sang Khalifah- terus melangkah pasti menuju gubuk tempat janda dan anak-anak yang sedang kelaparan itu. Subhanallah!
Dahulukan Rakyat!
Wahai para pejabat, bercerminlah! Sebagai pemimpin Umar RA aktif mencari informasi akurat tentang perkembangan kesejahteraan rakyatnya dan bersegera untuk menyelesaikan persoalan rakyatnya.
Para pejabat, ingat-ingatlah selalu sumpah saat dilantik dulu bahwa akan selalu lebih mendahulukan kepentingan rakyat ketimbang diri, keluarga, dan golongan. Ingat-ingatlah pula, saat disalami orang sesaat setelah dilantik, biasanya kalimat standar yang keluar adalah: “Semoga saya bisa menunaikan amanat ini”.
Para pejabat, jangan khianati amanat! Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui (QS Al-Anfaal [8]: 27).
Terakhir, agar tak menyesal, renungkanlah: seperti diriwayatkan Muslim, Rasulullah SAW bersabda bahwa jabatan itu adalah amanat Allah. Di hari kiamat nanti jabatan itu akan menjadikan seseorang menyesal atau hina karenanya, kecuali orang-orang yang bisa menegakkan kebenaran serta berlaku adil lagi jujur. []