Oleh: Andwar Djaelani
Inpasonline.com-Kisah-kisah perjuangan para Nabi patut untuk selalu kita kaji. Cerita-cerita umat terdahulu perlu untuk senantiasa kita pelajari. Mengapa?
Banyak Pelajaran
Al-Qur’an adalah pedoman hidup yang utama bagi kaum beriman khususnya, dan bagi segenap manusia pada umumnya. Di antara isi Al-Qur’an adalah banyaknya kisah-kisah umat terdahulu agar kita bisa mengambil pelajaran darinya. “Demikianlah Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian kisah umat yang telah lalu, dan sesungguhnya telah Kami berikan kepadamu dari sisi Kami suatu peringatan (Al-Qur’an)” (QS Thaahaa [20]: 99). “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, serta sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman” (QS Yusuf [12]: 111).
Di Al-Qur’an terdapat kisah Nabi-Nabi. Misal, kisah Nabi Ibrahim As. “Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al-Kitab (Al-Qur’an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi” (QS Maryam [19]: 41).
Di Al-Qur’an juga ada kisah yang berhubungan dengan berbagai peristiwa di masa Rasulullah Saw. Misal, di antara sejumlah perang yang dipimpin langsung Muhammad Saw, Perang Badar dan Perang Uhud menarik untuk kita kaji. Di Perang Badar, pasukan Muslim menang secara meyakinkan sekalipun menghadapi pasukan kafir Quraisy yang berjumlah tiga kali lipat dan dengan persenjataan lebih lengkap. Sementara, di Perang Uhud, sebaliknya, yaitu pasukan Muslim kocar-kacir karena (sebagian) dari mereka melanggar arahan/komando Nabi Saw lantaran tergiur harta (rampasan perang).
Kecuali itu, di Al-Qur’an terdapat pula kisah-kisah orang terdahulu. Misal, kisah Qabil-Habil, pemuda Ashab Al-Kahfi, Qarun, Maryam, dan lain-lain. Dari kisah-kisah itu, kita patut meniru tokoh-tokoh yang selalu tunduk pada syariat Allah dan –sebaliknya- tak pantas mencontoh pribadi-pribadi yang suka memaksiati Allah.
Misal, ambillah pelajaran dari kisah Qabil dan Habil. “Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia (Qabil) berkata: ‘Aku pasti membunuhmu!’ Berkata Habil: ‘Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertaqwa’.” (QS Al-Maa’dah [5]: 27).
Alkisah, Nabi Adam As dikaruniai beberapa putra-putri kembar. Qabil kembar dengan Iqlima dan Habil kembar dengan Labuda. Bagi manusia ‘angkatan pertama’, syariat (pernikahan) ketika itu mengatur bahwa Qabil dipasangkan dengan Labuda dan Habil dipasangkan dengan Iqlima. Qabil menolak aturan ini, lantaran –menurut hemat dia- Labuda kalah cantik ketimbang Iqlima.
Dimintalah keduanya untuk berkurban kepada Allah. Lalu, Qabil yang berprofesi petani mengurbankan hasil-hasil pertaniannya yang sudah layu, yang sama sekali tak menerbitkan selera. Sementara, Habil yang berprofesi peternak -dengan spirit taqwa- mengurbankan domba terbaiknya yang gemuk, sehat, dan bagus. Maka, kurban Habil yang diterima Allah dan menjadi pertanda bahwa susunan pasangan itu tetap seperti yang disyariatkan. Atas kenyataan itu, Qabil tak menerima dan lalu membunuh Habil.
Qabil (juga Qarun, kaum ‘Aad, kaum Tsamud, dan orang/kaum yang serupa dengan itu) adalah tipe orang/kaum yang menolak syariat Allah sehingga tak boleh kita tiru. Sementara Habil (juga Maryam, pemuda Ashab Al-Kahfi, dan orang-orang yang semisal dengan itu) adalah tipe orang yang taat kepada syariat Allah sehingga perlu kita teladani.
Kisah berbagai orang/kaum yang terdahulu harus selalu kita baca untuk diambil hikmahnya. Kita teladani yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan jangan kita contoh para pembangkang Allah dan Rasul-Nya. “Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir” (QS Al-A’Raaf [7]: 176).
Dari kisah-kisah itu, kita akan semakin teguh beriman lantaran semakin tampak kebenaran yang datang dari Allah. “Dan semua kisah dari Rasul-Rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman” (QS Huud [11]: 120).
Sungguh, kita akan beruntung andai serius membaca dan menghayati kisah-kisah itu. “Kami menceriterakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur’an ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan)-nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui” (QS Yusuf [12]: 3).
Bacalah selalu kisah-kisah itu, agar kita tak tergelincir kepada kekafiran. “Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka beberapa kisah yang di dalamnya terdapat cegahan (dari kekafiran)” (QS Al-Qamar [54]: 4).
Bacalah kisah-kisah itu supaya kita tak menjadi pengingkar Allah yang bisa mengundang azab Allah. “Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya. Maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri” (QS Al-‘Ankabuut [29]: 40).
Lihatlah, kaum ‘Aad (di masa Nabi Hud As) yang menyombongkan kekuatannya, disiksa Allah dengan menghembuskan kepada mereka angin yang sangat kencang dan membuat mereka binasa, Lalu, kaum Tsamud yang mendustakan ajaran Nabi Shalih As disiksa oleh suara keras yang mengguntur yang menyebabkan mereka mati bergelimpangan di rumahnya.
Perhatikanlah, kaum Nabi Luth As pelaku homoseksual dan lesbian dihujani batu. Lalu, Qarun yang menuhankan harta dibenamkan ke dalam bumi. Juga, Fir’aun si penggila kekuasaan -bahkan sampai mengaku dirinya Tuhan- ditenggelamkan di laut.
Menuju Kokoh
Semoga, kita semakin rajin membaca berbagai kisah. Lalu, dari aktivitas itu, semoga dapat mengokohkan iman kita. Insya-Allah! []