Din, Syiah, dan Muhammadiyah

 

Kemunkaran Syiah

Pada 21/01/2012 Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur (MUI Jatim) menerbitkan fatwa bernomor 01/SKF-MUI/JTM/I/2012 tentang “Kesesatan Ajaran Syiah”.

Fatwa itu ditetapkan setelah membaca 12 hal. Satu di antaranya, “Rekomendasi Hasil Musyawarah Badan Silaturrahmi Ulama Pesantren Madura (BASSRA) -03/01/2012- yang salah satu isinya meminta agar MUI-Jatim mengeluarkan fatwa tentang ajaran Syiah”.

Fatwa itu ditetapkan setelah menimbang 9 hal. Dua di antaranya, pertama, “Bahwa konflik-konflik yang melibatkan pengikut faham Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (dan/atau menggunakan nama samaran Madzhab Ahlul Bait dan semisalnya) sudah sering terjadi dan telah berjalan cukup lama sehingga dibutuhkan adanya upaya pemecahan yang mendasar dengan memotong sumber masalahnya. Tanpa upaya pemecahan yang mendasar sangat dimungkinkan konflik akan muncul kembali di kemudian hari dan bahkan berpotensi menjadi lebih besar. Kedua, “Bahwa diperlukan adanya pedoman untuk membentengi aqidah umat dari aliran yang menyimpang dari faham ahlu al-sunnah wa al-jama’ah (dalam pengertian luas).

Fatwa itu ditetapkan setelah memerhatikan 23 hal. Tiga di antaranya, pertama, “Keputusan Fatwa MUI 07/03/1984 tentang Faham Syiah yang menyatakan bahwa faham Syiah memunyai perbedaan pokok dengan ahlu al-sunnah wa al-jama’ah yang dianut oleh umat Islam di Indonesia sehingga umat Islam dihimbau untuk meningkatkan kewaspadaannya.

Kedua, “Telaah terhadap kitab yang menjadi rujukan dari faham Syiah, seperti Al-Kafi, Tahdzib al-Ahkam, Man La Yadluruhu al-Faqih,” dan lain-lainnya. Berdasar telaah itu, dapat diketahui adanya perbedaan yang mendasar dengan ahlu al-sunnah wa al-jama’ah (dalam pengertian luas), tidak saja pada masalah furu’iyah tetapi juga pada masalah ushuliyah (masalah pokok dalam ajaran Islam), di antaranya: a).Hadits menurut faham Syiah berbeda dengan pengertian ahlu al-sunnah. Menurut Syiah, hadits meliputi af’al, aqwal, dan taqrir yang disandarkan tidak hanya kepada Nabi Muhammad Saw tetapi juga para imam yang diklaim sebagai imam-imam Syiah. b).Syiah meyakini bahwa imam-imam adalah ma’shum seperti para Nabi. c).Syiah memandang bahwa menegakkan kepemimpinan (Imamah) termasuk masalah aqidah dalam agama. d).Syiah mengingkari otentisitas Al-Qur’an dengan mengimani adanya tahrif Al-Qur’an. e).Syiah meyakini turunnya wahyu setelah Al-Qur’an yakni yang disebut mushaf Fatimah. f).Syiah banyak melakukan penafsiran Al-Qur’an yang mendukung faham mereka antara lain melecehkan Sahabat Nabi Saw. g).Syiah meyakini bahwa kebanyakan para Sahabat Rasulullah Saw telah murtad sesudah wafatnya Rasulullah Saw, kecuali tiga orang saja (Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifari, dan Salaman Al-Farisi). h).Syiah meyakini bahwa orang yang tidak mengimani imam-imam Syiah adalah syirik dan kafir. i).Syiah melecehkan Sahabat Nabi Saw, termasuk Abu Bakar ra dan Umar ra. j).Syiah meyakini bahwa orang yang selain Syiah adalah keturunan pelacur. k).Syiah membolehkan dan bahkan menganjurkan praktik nikah mut’ah. l).Syiah menghalalkan darah ahlu al-sunnah. m).Syiah melecehkan Nabi Saw dan Ummul Mu’minin. n).Syiah punya doktrin Thinah (thinat al-mu’min wa al-kafir) yaitu doktrin yang menyatakan bahwa dalam penciptaan manusia ada unsur tanah putih dan tanah hitam. Pengikut Syiah tercipta dari unsure tanah putih, sedangkan ahlu al-sunnah berasal dari tanah hitam. Para pengikut Syiah yang tersusun dari tanah putih jika melakukan perbuatan maksiat dosanya akan ditimpakan kepada pengikut ahlu al-sunnah (yang tersusun dari tanah hitam). Sebaliknya, pahala yang dimiliki pengikut ahlu al-sunnah akan diberikan kepada para pengikut Syiah.

Ketiga, Surat Edaran Pengurus Besar Nahdlatul Ulama No:724/A.II.03/10/1997 tentang seruan agar kaum Muslimin memahami secara jelas perbedaan prinsipil antara ahlu al-sunnah wa al-jama’ah dengan Syiah.

Fatwa itu ditetapkan setelah mengingat sejumlah hal, seperti antara lain, pertama, QS Al-Baqarah [2]: 177, QS Al-Qamar [54]: 49, QS Al-Hijr [15]: 9, QS Al-Fath [48]: 29, dan QS At-Taubah [9]: 100. Kedua, hadits-hadits marfu. Ketiga, hadits mauquf kepada Ali ra. Keempat, pendapat para ulama (Imam Malik, Imam Ahmad, Ibnu Hazm, dan KH Hasyim Asy’ari). Untuk pendapat KH Hasyim Asy’ari –Rois Akbar PBNU- bisa dibaca pada Muqaddimah Qanun Asasi Nahdlatul Ulama: Sampaikan secara terang-terangan apa yang diperintahkan Allah kepadamu, agar bid’ah-bid’ah terberantas dari semua orang. Rasulullah Saw bersabda, “Apabila fitnah dan bid’ah-bid’ah muncul dan sahabat-sahabatku dicaci-maki, maka hendaklah orang-orang alim menampilkan ilmunya. Barang-siapa tidak berbuat begitu, maka dia akan terkena laknat Allah, laknat Malaikat dan semua orang.

Berdasarkan hal-hal itu, MUI Jatim pada 21/01/2012 memutuskan tiga hal, satu di antaranya “Mengukuhkan dan menetapkan keputusan MUI-MUI daerah yang menyatakan bahwa ajaran Syiah (khususnya Imamiyah Itsna Asyariyah dan/atau yang menggunakan nama samaran Ahlul Bait dan semisalnya) serta ajaran-ajaran yang mempunyai kesamaan dengan faham Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah adalah SESAT DAN MENYESATKAN.

Din dan Muhammadiyah

Aneh jika Din Syamsuddin mengatakan bahwa fatwa MUI Jatim tersebut justru akan memicu tindakan intoleransi yang tak sesuai dengan semangat Islam. “Atas dasar apa MUI Jatim mengeluarkan fatwa itu? Baik Sunni maupun Syiah adalah sama-sama Muslim karena masih berada di lingkaran syahadat. Menurut kami, yang mempercayai syahadat itu otomatis Islam, apapun mazhabnya,” ujar Din. Ia pun berharap fatwa tersebut dapat dicabut (www.kompas.com 07/09/2012).

Aneh, sebab Anggaran Dasar Muhammadiyah Pasal 4 (1) tegas mengatur bahwa “Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur`an dan As-Sunnah.

Alhasil, jika kemunkaran Syiah telah terang-benderang disingkap MUI Jatim, mengapa Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin berharap fatwa itu dicabut? []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *