Oleh M. Anwar Djaelani
Inpasonline.com-Ada dua berita menarik yang terjadi pada saat yang hampir bersamaan. Pertama, “Kisah Tugce Albayrak, Muslimah yang Jadi Pahlawan Jerman” (news.liputan6.com 04/12/2014). Kedua, “Seberapa Sering Jokowi Bilang Bukan Urusan Saya” (news.okezone.com 05/12/2014). Mengapa?
Performa Itu
Tugce Albayrak adalah warga Jerman keturunan Turki. Gadis 23 tahun itu bisa saja pura-pura tak mendengar teriakan putus asa di tengah-tengah suara tawa bernada kejam dari sebuah toilet di sebuah restoran di Kota Offenbach, dekat Frankfurt, Jerman.
Permintaan tolong itu berasal dari dua gadis yang menjadi korban pelecehan seksual oleh sekelompok pria. Dini hari itu, Sabtu 15/11/2014, Tugce memilih tak tinggal diam. Ia menyeruak masuk dan bergelut dengan para pelaku kriminal untuk menyelamatkan korban.
Upaya Tugce berhasil. Tapi, setelah itu, mahasiswi keguruan itu tak mengira bahwa pria-pria itu menantinya di luar restoran dan memukulinya. Sebuah tinju ke kepala membuatnya tak sadar, tubuhnya terbanting, lalu sama sekali tak bisa bergerak.
Dua pekan gadis itu koma. Akhirnya, orangtuanya memutuskan untuk mematikan alat bantu penopang kehidupan Tugce. Dia-pun dinyatakan meninggal tepat di usianya yang ke-23, Jumat 28/11/2014.
Kematiannya menerbitkan duka-cita mendalam, tak hanya bagi keluarganya tapi juga seluruh rakyat Jerman. Bendera Turki dan Jerman berkibar di hari pemakamannya, 03/12/2014. Lebih dari 1.000 pelayat berdoa di prosesi pemakamannya dan televisi menyiarkannya. Orang tampak menyemut di jalanan, memberikan penghormatan terakhir.
Siapa Tugce Albayrak? Dia satu dari jutaan warga Jerman keturunan Turki. Kisahnya telah menyatukan dua bangsa. Keberaniannya telah menyadarkan kita, tentang urgensi tanggung jawab moral. Bahwa, seseorang tidak boleh tinggal diam jika ada yang butuh pertolongan.
“Ini momentum yang menggetarkan jiwa. Almarhumah telah menunjukkan keberaniannya dalam menegakkan moralitas. Menurut saya, kita semua berhutang padanya, juga pada orangtuanya yang berhasil mendidik dia menjadi seorang gadis yang luar biasa,” kata seorang pelayat -Zejnep Haliti- seperti yang dikutip Liputan6.com dari Euro News 04/12/2014.
Presiden Jerman, Joachim Gauck, menyebut Tugce sebagai teladan. Sementara, Kanselir Jerman -Angela Merkel- mengungkapkan simpati mendalam kepada almarhumah. Lalu, sebuah petisi online yang dibubuhi 170 ribu tanda tangan meminta pemerintah menganugerahkan penghargaan tertinggi, Order of Merit, kepada almarhumah secara anumerta. Sementara, media-media Jerman memuji almarhumah. “Jerman mengantar kepergian seorang pahlawan. Kita semua menangis untuk Tugce,” demikian headline koran Bild.
Demikianlah berita tentang Tugce, disampaikan agak lengkap agar kita punya gambaran bahwa apa yang dilakukannya sungguh mengesankan. Sebab, di zaman kini -ketika egoisme telah menjadi salah satu ciri dari banyak manusia yang menyebut dirinya modern- apa yang telah diperagakan Tugce sungguh luar biasa.
Untuk itu, tak mengherankan jika pemakamannya dihadiri banyak pelayat, termasuk dari kalangan pejabat. Mereka memberikan penghormatan terakhir kepada Muslimah pemberani tersebut, yang oleh berbagai media di Jerman dianggap layak menjadi contoh bagi warga lainnya.
Tugce memang layak menjadi teladan. Dia tidak segan-segan menolong meski tak mengenal orang yang ditolongnya. Dia bisa menjadi simbol keberanian warga dalam menegakkan kebenaran.
Sekarang, bagaimana dengan berita “Seberapa Sering Jokowi Bilang Bukan Urusan Saya” di news.okezone.com 05/12/2014? Situs itu menulis bahwa “Bukan Urusan Saya” mendadak meramaikan media sosial Twitter. Alasannya, kalimat itu kerap dilontarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menanggapi beberapa isu yang dilontarkan para pewarta dan yang paling baru adalah soal tewasnya demonstran di Makassar. Jokowi -saat itu- memang tidak secara langsung menyebut “Bukan urusan saya”. Dia hanya mengatakan bahwa hal tersebut menjadi urusan polisi.
Namun, pelimpahan wewenang suatu kasus pada pihak yang berkaitan langsung oleh sang Presiden, membuat netizen terus berkicau dan membuat #bukanurusansaya menjadi trending topic di dunia maya di sekitar tanggal itu. Bahkan, beredar pula gambar rekayasa tentang “Bukan urusan saya”.
“Bukan urusan saya” sebenarnya sudah kerap dikeluarkan oleh Jokowi saat dirinya menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Situs Okezone mencatat bahwa atas beberapa kasus yang terjadi di Pemprov DKI, saat ditanyakan kepada Jokowi selaku gubernur, dijawabnya dengan “Bukan urusan saya”.
Berikut ini sebagian masalah yang dimaksud, yaitu: Dugaan korupsi yang terjadi di Pemprov DKI, soal semrawutnya pembagian Kartu Jakarta Pintar (KJP), tentang penyalahgunaan rusun yang dijadikan tempat tinggal pasangan selingkuh, perihal jembatan penghubung Blok G dan Blok F yang bergeser dari konstruksinya, ikhwal kanopi di Gedung Blok G Kompleks Balai Kota yang roboh, atau kasus korupsi pengadaan bus Transjakarta yang sempat heboh lantaran bus yang baru didatangkan dari negeri Tiongkok itu berkarat.
Untuk masalah yang disebut terakhir itu, kasusnya telah ditangani Kejaksaan Agung –dan dalam catatan situs Okezone- terus mendapat desakan dari beberapa kalangan agar memeriksa Jokowi selaku Gubernur yang bertanggungjawab atas pengadaan bus tersebut. Lalu, apa tanggapan Jokowi? “Itu sudah masuk wilayah hukum. …. Sudah-lah, bukan urusan saya lagi,” kata Jokowi.
Kini, kita buka kisah lain, di lebih dari seribu tahun yang lalu. Umar bin Khaththab Ra menangis karena merasa terpukul saat ada kabar bahwa seekor keledai di Iraq tergelincir dan jatuh ke jurang akibat jalan yang dilewatinya rusak.
“Wahai Amirul Mukminin, bukankah yang mati hanya seekor keledai,” tanya Sahabat yang mendampinginya.
“Apakah engkau sanggup menjawab di hadapan Allah ketika ditanya tentang apa yang telah engkau lakukan ketika memimpin rakyatmu,” tutur Umar Ra.
Peduli, Peduli!
Alhasil, dalam posisi apapun -dan terlebih lagi jika berstatus sebagai pemimpin- kita harus peduli kepada lingkungan sekitar. Sebagai rakyat kita harus peduli dengan sesamanya dan sebagai pemimpin wajib peduli terhadap kalangan yang dipimpinnya. []