ihtihaf

Oleh Bahrul Ulum

Inpasonline.com-Bagi umat Islam, Shahih Bukhari merupakan kitab rujukan utama untuk memperdalam Sunnah Rasulullah sebagai sumber hukum Islam kedua setelah al-Qur’an. Karenanya, tak heran jika banyak orang yang ingin mengkaji kitab tersebut. Sayangnya, ternyata banyak yang menemui kesulitan ketika mengkaji karya Imam Bukhari ini. Maklum, dalam kitab itu masih terdapat beberapa Hadits yang berulang-ulang dan temanya belum jelas.

Namun kesulitan itu akhirnya dapat dijawab oleh Imam Az-Zabidi dalam karyanya (Mukhtasar al-Zabidi).

Dalam kitab ini Az-Zabidi mengumpulkan Hadits-hadits yang kelihatan bertaburan di berbagai bab,  kemudian meletakkannya di tempat yang sesuai sehingga tidak ada pengulangan.

Demikian pula ia hanya mengambil Hadits yang mempunyai sanad muttasil (rantai periwayatan yang bersambung dan tidak terputus). Sebaliknya, jika Haditsnya terputus (maqtu’ atau muallaq)  ia tidak mencantumkannya.

Bagi Az-Zabidi jika ada Haditst yang disebut secara ringkas di tempat yang pertama, dan di dalam riwayat yang lain Hadits tersebut disebut secara lebih lengkap dan memiliki tambahan makna, dia akan memilih yang kedua dan meninggalkan yang pertama. Hal ini karena yang kedua ia nilai memiliki faedah yang lain.

Begitu juga jika Hadits itu datang dari sahabat dan ulama setelah mereka,  tidak akan ia cantumkan. Ia hanya mencantumkan nama sahabat yang meriwayatkan Hadits dari Nabi Muhammad agar diketahui siapa yang meriwayatkannya.

Metodologi yang digunakan Az-Zabidi di dalam kitabnya ini telah memberi nilai tambah bagi khasanah keilmuan Islam. Karenanya, dalam sejarah disebutkan bahwa kitab Az-Zabidi ini termasuk kitab terpenting tatkala membicarakan kitab Sahih al-Bukhari. Ia diakui sebagai karya paling lengkap isinya dan sederhana penyajiannya.

Karenanya tidak salah jika berbagai universitas di seluruh dunia merekomendasikan kitab ini sebagai salah satu referensi terpenting. Bahkan kitab ini sengaja diterjemahkan ke berbagai bahasa untuk memudahkan mempelajarinya.

Karya al-Zabidi lain yang cukup dikenal yaitu Ithaf As Sadah Al Muttaqin, yaitu sarah  kitab Ihya` Ulumuddin karya Imam al-Ghazali. Dalam kitab tersebut, Az-Zabidi menjelaskan lafad atau makna yang banyak disalahpahami dalam kitab tersebut. Ia juga menjelaskan mengenai status Hadits. Menurutnya, meski kitab ihya banyak memuat Hadits dhaif,  namun memiliki jalur  yang banyak sehingga derajatnya naik menjadi hasan lighoirihi. Sedang Hadits maudhu’ dalam kitab tersebut, menurut hasil penelitiannya sangatlah kecil. Kitab Ithaf As Sadah ini terdiri dari sepuluh jilid.

Selain itu ia juga mengarang sebuah kamus berjudul Tajul ‘Arus syarah Al Qomus berjumlah 10 jilid. Ketika menyelesaikan kitab ini, ia Az-Zabidi membuat sebuah walimah yang mewah dan megah dengan mengundang para pelajar serta ulama masa itu dan menyodorkan kitab karangannya tersebut untuk diperiksa. Semua hadirin mengakui keutamaan Az-Zabidi dalam menguasai ilmu bahasa dan merekapun menulis kata sambutan baik dalam bentuk gubahan syair atau lainnya, ulama terakhir yang menulis sambutan untuknya adalah Asy Syeikh Muhammad Said Al Bagdadi yang dikenal dengan As Suweidi, beliau mengucapkannya secara spontan pada pertengahan Jumadi Tsani tahun 1194 H.

Tatkala Muhammad Bek Abu Dzahab mendirikan Masjid Jami miliknya dan membuat perpustakaan, orang sekitarnya memberitahunya bahwa apabila dia meletakan di dalamnya kitab Tajul ‘Arus maka lengkaplah perpustakannya dan tidak ada yang menandinginya. Maka ia pun mencari dan ia berani membayarnya dengan seratus ribu dirham untuk mendapatkannya, hingga akhirnya dia pun mendapatkan dan menaruhnya di dalam perpustakaan tersebut.

Kitab ini diakui sebagai kamus yang cukup lengkap. Syaikh Abu Fatah Abu Ghudah, seorang ulama dari Mesir,  sampai tidak habis pikir bagaimana Az-Zabidi mampu menyusun kitab sebesar ini.   Selain karya di atas, masih banyak lagi karya lainnya.

Menguasai Banyak Bahasa

Nama lengkap Imam Az-Zabidi yaitu As-Sayyid Al-Imam Al-Mujaddid Al-Mutafaqqih Abul Faidh Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Abdur Razzaq yang dikenal dengan panggilan Murtadho Al-Husaini Az-Zabidi Al-Hanafi. Nasabnya  sampai kepada As Sayyid Al Imam Ahmad bin Isa bin Al Imam Zeid bin ‘Ali bin Al Hasan bin ‘Ali bin Abi Tholib. Beliau berasal dari kota “Wasith” sebuah kota di Bagdad, Irak.

Imam Az-Zabidi adalah seorang ulama yang bermadzhab Hanafi. Ia  dikenal sebagai seorang ahli Hadits (muhaddits) pada zamannya. Sejarawan terkemuka asal Yaman, Muhammad ibn Zabaroh Al-Hasani berkata dalam “Nasyr al-‘Arf li Nubala’ al-Yaman ba’da al-Alf” bahwa Az-Zabidi mempelajari ilmu Hadits dari Muhammad Fakhir bin Yahya Al Lahabadi dan Syah Waliyullah Ad-Dahlawi dan meminta ijazah padanya.

Selain ilmu tersebut ia juga diakui sebagai seorang yang faqih, sastrawan dan penyair. Ilmu tersebut dipelajarinya dari kota Zabid, Yaman dari seorang guru bernama ‘Abdul Kholiq bin Abu Bakar Al Mizjaji. Kepadanya Az-Zabidi juga membaca Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim beserta Sunan An Nasa’i dari awal hingga akhir. Disamping itu  ia juga membaca kitab Al-Kanz serta Al-Manar sebuah karya Imam An-Nasafi Al-Hanafi dan Musalsalat Ibn ‘Uqailah yang berjumlah empat puluh lima musalsal, begitu juga al-Musalsal bi Yaum al-‘Id.

Abdurrahman Al-Jabroti Al-Mishri salah satu muridnya menyebutkan biografinya dalam kitab tarikhnya: “Guru kami adalah panji semua panji…,Beliau pergi merantau menimba ilmu dan beberapa kali menunaikan ibadah haji. Ia berjumpa As-Sayyid Abdurrahman Al ‘Idrus di Makkah pada tahun 1163 H, kemudian bermukim di Thoif sepeninggal Sayyid Abdurrahman yang pulang kembali ke Yaman pada tahun 1166 H.

Az-Zabidi selalu bersama gurunya dan mengikuti semua pengajiannya, baik umum atau khusus. Gurunya mencapai tiga ratus orang.

Selain bahasa Arab, Imam Az-Zabidi juga menguasai bahasa Turki, Persia, Karaj.

Imam Az-Zabidi senantiasa mengabdikan hidupnya dalam ilmu dan memilki himmah yang besar dalam memahami permasalahan yang para ulama lalai akannya seperti ilmu nasab, ilmu sanad, takhrij hadits.

KH. Maimun Zubair, Rembang, Jawa Tengah yang memiliki sanad sampai kepadanya menyebut Al-Zabidi sebagai seorang Mujaddid. Orang pertama dari Jawa yang langsung mulazama kepadanya yaitu KH. Abdul Manan, kakek KH. Mahfud Tremas, Pacitan, Jawa Timur.

Imam Az-Zabidi wafat pada hari Ahad bulan Sya’ban tahun 1205 Hijriah genap umur 60 tahun. Adapun sebab kematiannya yaitu penyakit tho’un yang menimpanya. Beliau dikebumikan di pemakaman Sayyidah Ruqoyyah di Kairo.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *