Toleransi tidak Dalam Akidah, Tapi Dalam Muamalah

Inpasonline.com-Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dr Anwar Abbas menyatakan, tidak ada toleransi dalam masalah keyakinan. Toleransi tidak dalam hal akidah dan ibadah, tapi dalam hal muamalah.

Hal itu dikatakannya menanggapi jamaknya penggunaan atribut terkait Natal oleh umat beragama lain dan pengucapan selamat Natal sepanjang bulan Desember.

“Seandainya mereka memaksakan umat Islam ikut perayaan agama mereka, tidak di situ letak toleransinya,” ujarnya.
Jika memakai atribut perayaan agama lain merupakan pengenaan simbol yang dilarang, sambung Anwar, sedangkan mengucapkan selamat Natal juga bagian dari pengakuan.

Untuk itu, ia berharap, umat non-Muslim jangan hanya menuntut tapi juga memahami perkara akidah umat Islam.

“Karenanya bagi saya hal-hal seperti itu tidak harus merusak dan mengganggu kerukunan kita,” pungkasnya.

Sebelumnya, MUI juga telah mengeluarkan Fatwa Nomor 56 Tahun 2016 tentang Hukum Menggunakan Atribut Keagamaan non-Muslim yang dikeluarkan pada Rabu (14/12/2016) lalu.

Dalam pandangan Islam Membenarkan keyakinan agama lain bukanlah disebut toleransi, tapi pluralisasi. Sedangkan term pluralisme tidak ada dalam kamus Islam. Setiap Muslim yang beriman, harus komitmen dengan keyakinannya. Para ulama mendefinisikan iman dengan tiga pilar; pembenaran dalam hati (al-tashdiq bi al-qalb), pernyataan dengan lidah (al-iqrar bi al-lisan) dan perbuatan anggota tubuh (al-‘amal bi al-arkan).

Orang yang telah percaya (tashdiq) dianggap benar kepercayaannya jika kepercayaan itu diikuti dengan qabul (penerimaan), muwalah (kesetiaan), dan idh’an (ketundukan). Karena itu, seseorang yang mengaku beriman tetapi tidak setia dengan ajaran Nabi bahwa Yahudi dan Nasrani kafir, maka pengakuannya otomatis batal. Berarti ia tidak tunduk dan setia dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalam.
Sumber:hidayatullah.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *