Tebar Kebaikan, Tuai Kebahagiaan

Oleh M. Anwar Djaelani

fakir-miskinBerbuat baik adalah jalan menuju kebahagiaan. Tapi, aneh, banyak di antara kita yang jika akan berbuat baik masih kerap menggunakan kalkulasi untung-rugi. Akibatnya, kesempatan berbuat baik sering hilang, sementara umur kita terus berkuarang. Lalu, seperti apa seharusnya sikap kita?

Bak Wewangian

Selalulah menanam kebaikan, karena Rasulullah SAW telah meminta kita: “Barang-siapa memiliki kelebihan bekal, maka hendaknya dia datang dengan bekal itu kepada orang yang tidak memilkikinya. Barang-siapa memiliki kelebihan kendaraan, maka hendaklah dia datang kepada orang yang tidak memiliki kendaraan” (Al-Hadits).

Kepada siapa kebaikan kita tebarkan? Kepada seluruh makhluq! Seperti yang ditulis Aidh Al-Qarni di Laa Tahzan, Hatim -seorang penyair- kepada istrinya: “Jika selesai membuat makanan, carilah orang yang akan makan sebab aku tak akan sanggup memakannya seorang diri”.

Kepada siapa kebaikan kita tebarkan? Kepada seluruh makhluq, termasuk kepada binatang. Tentang ini, jangan pernah lupa kisah seorang pelacur (yang kemudian diampuni Allah) saat memberi air kepada anjing yang sedang menderita karena kehausan.

Untuk apa semua kebaikan yang kita tanam itu? Tentang ini, ada perumpamaan yang indah. Bahwa, orang yang berbuat baik itu laksana orang yang memakai wewangian. Kita tahu, aroma harum wewangian disukai oleh semua orang. Artinya, wewangian itu tak hanya bermanfaat bagi si pemakai tapi juga untuk orang-orang di sekitarnya. Demikian juga dengan perbuatan baik yang tak hanya bermanfaat bagi si pelaku, tapi juga berguna bagi orang lain.

Memang, jika seseorang berbuat baik maka yang pertama akan merasakan manfaat adalah dia sendiri. Begitu dia melakukan kebaikan, maka seketika itu juga jiwanya akan terasa lapang. Dia akan merasa tenang, tenteram, dan damai.

Hal yang lebih menarik, jika kita menanam kebaikan maka tak hanya tenang, tenteram, dan damai secara pribadi yang kita peroleh. Tapi, lewat perbuatan baik kita bisa berdakwah tanpa harus berceramah. Cermatilah kisah berikut ini.

Ibnu Mubarak –ulama ahli hadits- memiliki tetangga seorang Yahudi. Kala itu, Ibnu Mubarak selalu mendahulukan memberi makan sang tetangga sebelum anak-anaknya sendiri. Ibnu Mubarak selalu memberi pakaian kepada si tetangga sebelum memberi pakaian anak-anaknya.

Di kemudian hari, rumah si Yahudi ditawar orang-orang, “Jual rumahmu kepada kami”. Yahudi itu menjawab, “Saya akan jual rumah ini dengan harga dua ribu dinar. Seribu dinar untuk harga rumah saya dan seribu dinar lagi karena saya  bertetangga dengan Ibnu Mubarak”.

Mendengar jawaban si Yahudi itu, dalam doanya Ibnu Mubarak memohon, “Yaa Allah tunjukilah dia ke dalam Islam”. Dan, beberapa saat kemudian, si Yahudi itu -dengan izin Allah- masuk Islam.

Selalulah berbuat baik. Bahkan, surga bisa menjadi kediaman kita kelak jika kebaikan yang kita tanam mendapat ridha Allah. Masih ingat kisah pelacur di atas? Tersebutlah riwayat tentang seorang pelacur yang menyempatkan diri memberi seteguk air kepada seekor anjing yang sedang menderita karena kehausan. Dia dahulukan si anjing, sementara dia sendiri sebenarnya juga sangat membutuhkannya. Atas kebaikan si pelacur itu, Allah yang Maha Pemaaf dan sangat mencintai kebaikan mengampuninya.

Alhasil, dari sejumlah fragmen di atas, tampak bahwa kebahagiaan akan bisa kita dapatkan jika kita menanam kebaikan. Dengan demikian, jika misalnya di sebuah ketika kita sedang dirundung kesedihan maka bersegeralah untuk menanam kebaikan. Misal, segera bersedekahlah kepada kaum miskin, tolonglah mereka yang sedang ditimpa musibah, berilah makan mereka yang sedang lapar, jenguklah orang yang sedang sakit, dan seterusnya. Insya-Allah, bersamaan dengan itu, akan lepaslah semua kesedihan dan –sebaliknya- datanglah kebahagiaan.

Selalulah berbuat baik, meski –misalnya- hanya dengan bermuka manis lewat senyuman kita di saat bertemu dengan sesama. Selalulah berbuat baik, meski –misalnya- hanya dengan menyingkirkan duri atau penghalang di jalan.

Di saat berbuat baik, jangan pernah berharap ucapan terima kasih dan pujian dari sesama. Cukuplah Allah yang Maha Melihat sebagai sebaik-baik saksi. Lihatlah, ketika di sebuah perang banyak sahabat yang gugur sebagai syuhada. Umar bin Khaththab RA lalu bertanya kepada para Sahabat yang tersisa, “Siapa saja yang terbunuh?” Maka, disebutlah sejumlah nama. Kecuali itu, “Masih banyak yang tak engkau kenal,” lanjut para Sahabat. Mendengar jawaban itu Umar bin Khaththab RA  menangis dan lalu berkata, “Tapi, Allah mengetahui mereka”.

Alhasil, jangan pernah ragu dalam berbuat baik. Jangan pernah, misalnya, terpikir: Buat apa membantu orang buta, bukankah dia tak akan pernah bisa melihat si pemberi dan barang yang diterimanya? Benar, si orang buta tak tahu. Tapi, bukankah Allah Maha Mengetahui?

Tantangan Itu

Berdasarkan sedikit paparan di atas tentang keutamaan berbuat baik dan akibatnya yang selalu mendatangkan kebahagiaan, maka sungguh tak ada alasan bagi kita untuk tak menerima tantangan Allah ini: “Maka, berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan” (QS Al-Baqarah [2]: 148).

Boleh jadi, dua tokoh berikut ini termasuk mereka yang telah berusaha menjawab tantangan itu. Berikut ini penuturan Umar bin Khaththab RA:

“Rasulullah SAW meminta kami untuk berinfaq. Ketika itu saya mempunyai sejumlah harta. ‘Hari ini saya akan mendahului Abu Bakar,’ batin saya dalam hati. Maka, saya datang membawa separuh harta saya. Rasulullah SAW bertanya: ‘Apa yang engkau sisakan untuk keluargamu?’ Saya menjawab, ‘Saya sisakan kepada mereka sejumlah itu pula’. Lalu, datanglah Abu Bakar dengan membawa seluruh

hartanya. Rasulullah SAW bertanya kepadanya, ‘Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu’. Abu Bakar menjawab, ‘Saya tinggalkan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya’. Saya (Umar bin Khaththab) berkata: ‘Saya tak akan mampu selamanya mendahului Abu Bakar’ (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).

 Siapa Abu Bakar RA dan Umar bin Khaththab RA? Keduanya adalah sahabat terdekat Nabi SAW dan termasuk dua di antara sepuluh sahabat Nabi SAW yang telah diketahui pasti masuk surga. Alhasil, tak inginkah kita seperti keduanya, yaitu sebagai ahli kebaikan dan sekaligus ahli surga? []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *