Islamia-Republika bulan Maret ini hadir dengan tema Ahlul Kitab, sebuah konsep yang akhir-akhir ini sering dikaburkan pengertiannya. Menurut Harda Armayanto, yang menulis artikel dengan judul Siapa Ahlul Kitab?, istilah ahlul kitab selalu merujuk pada dua komunitas: Yahudi dan Nasrani. Hal itu sudah menjadi pendapat bulat para mufassir di masa lalu dalam tradisi intelektual Islam, tulis alumnus ISID Gontor ini.
Namun, pada perkembangan terakhir ini ternyata pendapat para mufassir ini mulai digugat oleh sebagian kalangan, jelas Harda. Pengertian ahlul kitab dipahami sebagai semua agama yang memiliki kitab suci, atau umat agama-agama besar dan agama kuno yang masih eksis sampai sekarang, seperti Yahudi, Nasrani, Zoroaster, Majusi, Shabi’un, Hindu, Budha, Konghucu dan Shinto. Padahal, jelas Harda, tidak ada dalil yang menguatkan pengertian tersebut. Mereka hanya berargumen, setiap kaum telah diutus bagi mereka nabi-nabi yang membawa risalah tauhid; umat-umat terdahulu berasal dari satu kesatuan kenabian; setiap kaum memiliki sirath, sabil, syari’ah, thariqah, minhaj, mansakh-nya masing.
Masalahnya, term ahlulkitab disebutkan secara langsung dalam Al-Qur’an sebanyak 31 kali dan keseluruhannya tetap ditujukan kepada Yahudi dan Nasrani, jelas Harda. Hal itu bahkan didukung oleh tafsir-tafsir para ulama klasik dan modern. Jika tetap memaksa menggunakan pengertian sendiri, maka inilah yang disebut dengan tafsir liar alias ngawur, karena tidak didasari dalil syara’ ataupun Hadits Rasulullah SAW.
Sebenarnya kedudukan ahlulkitab tersebut jelas kufur karena pendustaannya terhadap Rasulullah SAW dan ajaran yang dibawanya, tulis Harda lebih lanjut. Bahkan dalam al-Qur’an sangat jelas mereka termasuk golongan kafir. Meskipun begitu, ahlulkitab masih diberi kedudukan istimewa dalam Islam. Buktinya jelas Harda, umat Islam dilarang berdebat dengan ahlulkitab kecuali dengan cara yang lebih baik. Termasuk halal memakan hewan sembelihannya dan halal menikahi wanitanya. Lebih jauh, tulis Harda, perbedaan pandangan dan keyakinan antara umat Islam dan ahlulkitab tidak menjadi penghalang untuk saling membantu dan bersosialisasi.
Berbeda dengan Imam Syafi’i yang lebih tegas lagi pendapatnya dalam masalah ahlulkitab ini, sebagaimana ditulis oleh Ahmad Alim. Menurut Imam Syafi’i, yang dimaksud ahlulkitab hanya terbatas pada Yahudi dan Nasrani dari Bani Israel. Selain Bani Israel, meskipun beragama Yahudi dan Nasrani, tidak termasuk ahlulkitab. Alasan Imam Syafi’i, jelas Kandidat Doktor Pendidikan Islam – Universitas Ibnu Khaldun Bogor ini, karena Nabi Musa AS dan Nabi Isa AS diutus hanya untuk Bani Israel. Oleh karena itu, hukum-hukum terkait dengan ahlulkitab tidak berlaku untuk Yahudi dan Nasrani selain Bani Israel.
Pendapat yang mengatakan bahwa selain Yahudi dan Nasrani masuk kategori ahlulkitab hanyalah dari orang-orang liberal, jelas Choeroni, alumnus Program PKU DDII-Baznas Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Tidak heran jika mereka berpendapat seperti itu, karena tujuan mereka hanya satu, yaitu menyebarkan pluralisme agama, sebuah paham yang mengatakan bahwa semua agama sama. Oleh karena itu, sedari awal mereka sudah memperbolehkan kaum muslim laki-laki untuk nikah dengan penganut agama manapun, tanpa perduli ahlulkitab atau tidak, jelas Choeroni lebih lanjut.
Choeroni juga mengutip pendapat Syaikh Nawawi al-Bantani, ulama lokal yang berasal dari Banten dan terkenal di seluruh dunia Islam, tentang ahlulkitab ini. Menurut Syaikh Nawawi al-Bantani ini, yang termasuk ahlulkitab adalah dua komunitas besar, yaitu Yahudi dan Nasrani. Ini ditegaskan Syaikh Nawawi dalam setiap menyebutkan kalimat ‘ahlulkitab’ selalu mengiringinya dengan kalimat ‘al-Yahud dan al-Nashara’ atau salah satu dari keduanya, tulis Choeroni.
Jika Islam memberikan perlakuan khusus terhadap ahlulkitab, Yahudi dan Nasrani, maka tidak sebaliknya dengan mereka. Adian Husaini mencatat bagaimana sikap ahlulkitab dulu dan kini, khususnya Yahudi. Menurut Dosen Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun Bogor ini, ternyata sikap Yahudi terhadap Islam masih menyombongkan diri sebagaimana di masa Rasulullah SAW. Bahkan, tegas Doktor lulusan ISTAC-IIUM Kuala Lumpur ini mengutip buku Prof. Israel Shakak, mereka sangat rasialis dan tidak perduli dengan keselamatan non-Yahudi. Tidak salah jika Yahudi dengan negara Israelnya dikatakan sebagai ancaman bagi perdamaian dunia, jelas Adian mengutip Prof. Shakak. (mm)