Untuk memperjelas gagasan tersebut, putra pendiri Pondok Gontor ini menuangkannya dalam sebuah buku yang meskipun kecil tapi ternyata sangat padat kandungannya. Buku yang diberi judul Peradaban Islam: Makna dan Strategi Pembangunannya ini, membahas beberapa point penting terkait peradaban Islam.
Pada bagian awal, buku ini mengupas makna peradaban Islam dan perkembangannya. Menurut penulisnya, Islam sebagai din sejatinya telah memiliki konsep seminal sebagai peradaban. Artinya, dalam istilah din itu tersembunyi suatu sistem kehidupan. Dari kata ini lahir istilah madinah dan dari kata ini pula lahir kata benda tamaddun yang secara literal berarti peradaban. Oleh karena itu, Islam sebagai din tidak bisa hanya dipandang sebagai sekumpulan ritual keagamaan saja tapi sebuah sistem kehidupan yang teratur dan bermartabat yang dapat melahirkan sebauh peradaban yang khas, atau kemudian dikenal sebagai peradaban Islam.
Dengan mengutip Ibnu Khaldun, doktor lulusan ISTAC Malaysia ini menjelaskan bahwa substansi yang terpenting dari wujudnya peradaban adalah berkembangnya ilmu pengetahuan. Namun ilmu pengetahuan tidak akan mungkin hidup tanpa adanya komunitas yang aktif mengembangkannya. Cikal bakal konsep ilmu pengetahuan dalam Islam adalah konsep-konsep kunci dalam wahyu yang ditafsirkan ke dalam berbagai bidang kehidupan dan akhirnya berakumulasi dalam bentuk peradaban yang kokoh. Dan perlu dicatat bahwa tradisi intelektual dalam Islam juga memiliki medium transformasi sejak awal sekali dalam bentuk institusi pendidikan yang disebut al-Suffah dan komunitas intelektualnya disebut Ashab al-Shuffah. Dari sinilah dan dari murid-murid ashab al-Suffah kemudian lahir generasi ulama dan cendekiawan, baik kalangan sahabat dan tabi’in yang ahli dalam berbagai disiplin ilmu.
Setelah membahas panjang lebar lahirnya peradaban Islam dan prestasi-prestasinya, buku ini juga mengulas hal-hal yang menyebabkan mundurnya peradaban Islam. Menurut penulis buku ini, kehancuran sebuah peradaban disebabkan oleh hancur dan rusaknya sumber daya manusia, baik secara intelektual maupun moral. Contoh yang bisa dibuktikan adalah peradaban Islam di Andalusia. Menurutnya, fakta di Andalusia menunjukkan bahwa merosotnya moralitas penguasa diikuti oleh menurunnya kegiatan keilmuan dan kepedulian masyarakat terhadap ilmu dan bahkan berakhir dengan hilangnya kegiatan keilmuan.
Oleh karena itu, poin terpenting untuk membangun kembali peradaban Islam harus dimulai dari pengembangan ilmu pengetahuan Islam. Hal itu untuk mengarahkan seseorang untuk memberi respon terhadap situasi yang sedang dihadapinya. Di samping itu, perubahan masyarakat sangat ditentukan oleh ide dan pemikiran para intelektual. Ini bukan sekedar teori, tapi telah merupakan fakta yang terdapat dalam sejarah kebudayaan Barat dan Islam.
Namun, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Membangun kembali peradaban Islam tidak dapat dilakukan hanya dengan melalui satu dua bidang kehidupan. Ini merupakan proses bersinergi, simultan dan konsisten. Maka proyek ini perlu disadari bersama sebagai sesuatu yang wajib (fardhu ‘ain)dan merupakan tanggung jawab yang perlu dibebankan kepada seluruh anggota masyarakat muslim.
Oleh karena itu, penulis buku ini menawarkan beberapa langkah strategis untuk menggapai kembali kejayaan peradaban Islam. Pertama, memahami sejarah jatuh bangunnya peradaban Islam di masa lalu. Kedua, memahami kondisi umat Islam masa kini dan mengidentifikasi masalah atau problematika yang sedang dihadapi umat masa kini. Dan ketiga, sebagai prasyarat bagi poin kedua, adalah memahami kembali konsep-konsep kunci dalam Islam.
Termasuk dalam hal ini adalah membangkitkan tradisi keilmuan Islam dengan menggali konsep-konsep penting khazanah ilmu pengetahuan Islam dan menyebarkannya agar dimiliki oleh kaum terpelajarnya yang secara sosial berperan sebagai agen perubahan dan yang secara individual sebagai decision maker. Hal ini juga dimaksudkan agar dengan bekal keilmuan Islam akan dapat “mengadapsi” atau meminjam konsep-konsep asing yang sesuai atau disesuaikan terlebih dahulu dengan pandangan hidup Islam, dan di sisi lain bisa menolak dengan secara sadar ide-ide asing yang tidak diperlukan atau bertentangan.
Sangat komplek tema-tema yang harus dibahas dalam buku ini dan banyak teori dan pengetahuan sejarah yang harus dikuasai untuk melihat permasalahan dan tantangan dalam membangun peradaban Islam. Tapi, Hamid Fahmy Zarkasy mampu menunjukkan letak permasalahan dan strategi yang harus ditempuh secara teoritis dan gamblang untuk membangunnya kembali peradaban Islam. Hal ini, tentu membutuhkan praktik nyata dan penulis buku ini telah menunjukkan jalannya. Semoga sukses. (mm)
Judu: Peradaban Islam: Makna dan Strategi Pembangunannya
Penulis: Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, M.Phil
Penerbit: CIOS (Center for Islamic and Occidental Studies) Gontor
Halaman: 100, 12 x 18 cm
Tahun Terbit: Juni 2010