Selamat dengan Aktif Ber-Nahi Munkar

Panggilan Dakwah

Nabi Muhammad SAW adalah teladan utama. Kapanpun, seluruh perjalanan hidupnya patut kita kenang untuk kita tiru. Sebab, akhlak mulia Muhammad SAW tak hanya tampak sejak mulai ditetapkannya beliau sebagai Nabi dan Rasul oleh Allah. Tetapi, perilaku mulia itu telah diperagakannya bahkan jauh sebelum itu, terbukti dengan gelar Al-Amin (terpercaya) yang diperolehnya dari masyarakat Mekkah.

Ajaran Muhammad SAW lengkap mengatur semua dimensi kehidupan manusia. Jika semua ajaran itu kita amalkan maka akan menjamin teraihnya keselamatan serta kebahagiaan kita di dunia dan di akhirat.

Jika jujur, kita akan sadar bahwa –ternyata- cukup banyak di antara kita yang tak lagi menjadikan Muhammad SAW sebagai uswah atau teladan. Kini, cukup banyak di antara kita yang ‘membelakangi’ ajaran Rasulullah SAW, misalnya dalam hal berbusana dan bergaul.

Di satu sisi Nabi Muhammad SAW meminta kita berbusana yang sedemikian rupa bisa menutup aurat. Tapi, ternyata banyak di antara kita yang berpakaian di luar ketentuan itu. “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang” (QS Al-Ahzab [33]: 59).

Di satu sisi Nabi Muhammad SAW mengajarkan kita untuk tak mendekati zina. Tapi, di sisi lain kita ikuti kebiasaan-kebiasaan pihak tertentu yang –sadar atau tidak- dapat membuat kita terkategori sebagai ‘mendekati zina’.  

Lihat –misalnya- perilaku sebagian umat Islam yang turut merayakan Valentine’s Day. Padahal, Valentine’s Day bisa dinilai sebagai salah satu pintu masuk ke perzinaan. Terbukti, dari tahun ke tahun berbagai berita negatif di seputar pelaksanaan ‘Hari Kasih Sayang’ itu selalu kita dengar. Berhati-hatilah! “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” (QS Al-Israa’ [17]: 32).

Dua ‘potret buram’ di atas kiranya bisa mewakili bahwa di sekitar kita pelaku kemunkaran banyak. Maka, seharusnya hal itu membuat kita semakin terpanggil untuk berdakwah, menasihati saudara kita sesama umat Islam.  “Dan dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang(QS Al-Balad [90]: 17).

Kita harus berdakwah, beramar ma’ruf nahi munkar. “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah” (QS Ali-‘Imraan [3]: 110). “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” (QS An-Nahl [16]: 125).

Bernahi Munkar

Taqwa adalah usaha terus menerus untuk selalu melaksanakan semua perintah-Nya dan meninggalkan segenap larangan-Nya. Di antara ajaran-Nya, Allah mewajibkan orang yang beriman untuk berdakwah beramar-ma’ruf dan bernahi-munkar. Perintah itu disampaikan-Nya dalam “satu tarikan nafas” dengan perintah shalat dan zakat. “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS At-taubah [9]: 71).     

Kita mengamalkan amar ma’ruf nahi munkar semata-mata untuk mengabdi kepada Allah. Dengan cara itu kita berharap Islam sebagai rahmat bagi alam semesta dapat dirasakan oleh semua penghuninya. Dengan pemahaman seperti itu, kita harus bernahi munkar atas berbagai kezaliman yang ada di sekitar kita. Ada penguasa zalim kita dakwahi untuk kembali ke jalan yang benar. Ada negara yang merasa dirinya superpower dan -oleh karena itu- suka bertindak sewenang-wenang, harus pula kita jihadi. Renungkanlah: “Jihad yang paling utama adalah kalimat haq yang diucapkan kepada raja (penguasa) yang kejam/ zalim (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).

Tidak sebagaimana amar ma’ruf, aktivitas nahi munkar beresiko. Misal, dibenci orang, dipenjara, bahkan dibunuh. Tetapi, bagi yang berakidah kuat, sengsara atau bahkan mati membela agama-Nya bukanlah sesuatu yang harus dihindari sebab yang dikerjakannya justru untuk tegaknya kesejahteraan manusia pada umumnya.

 

Agar Selamat

Aktivitas nahi munkar / jihad bisa menyelamatkan kita dari azab Allah. Sebaliknya, kita akan terkategori mengundang azab jika kita meninggalkan jihad. ”Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya  dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya (QS [61]: 10-11).

Sungguh, jika kita abai terhadap aktivitas nahi munkar / jihad, sanksinya sangat berat. Yaitu, azab Allah akan turun, jika di sekitar kita ada kemaksiatan/kemunkaran dan itu kita biarkan. Azab Allah tersebut bisa menimpa siapa saja, tak pandang bulu. Semua (seperti ulama, cendekiawan, pemimpin, dan bahkan termasuk rakyat awam) akan merasakan siksa-Nya. “Sesungguhnya manusia, jika mereka melihat kemunkaran, sedangkan mereka tidak mengubahnya, maka datanglah saatnya Allah menjatuhkan siksa-Nya secara umum” (HR Abu Dawud).

Jadi, aktiflah ber-nahi munkar / berjihad, agar Allah tak mengirim ‘sinyal’ lewat gempa, tsunami, banjir, dan lain-lain. Aktiflah ber-nahi munkar / berjihad, agar kita selamat dan bahagia. []

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *