Respon Lugas untuk Sang Pluralis

Written by | Resensi Buku

Oleh M. Anwar Djaelani

Judul buku : Islam Vs Pluralisme Agama

Penulis : Qosim Nurseha Dzulhadi

Penerbit : Pustaka Al-Kautsar – Jakarta

Tahun terbit : Oktober 2019

Tebal : xxxviii + 298 halaman

Pertarungan antara yang haq dan yang bathil akan terus berlangsung. Misal, terasa kencang dirasakan bahwa mulai awal 2000-an dihembus-hembuskan Pluralisme Agama, sebuah faham yang munkar karena mengusung konsep “kesamaan agama”. Maka, mengingat daya rusaknya yang hebat, MUI mengeluarkan fatwa keharamannya pada 2005.

Pluralisme Agama, menurut MUI adalah “Suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; Oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga”. Maka, -sekali lagi, pada 2005- MUI bersikap tegas: Pluralisme Agama, haram!

Meski begitu, tetap saja ada yang membela dan bahkan –langsung atau tidak langsung- mengampanyekan ajaran sesat itu. Salah satunya, adalah disertasi Abd. Moqsith di UIN Jakarta yang berjudul ”Pluralitas Umat Beragama dalam Kitab Al-Qur’an: Kajian terhadap Ayat-ayat Pluralis dan Tak Pluralis”. Penulisan disertasi bertahun 2007 itu dibimbing oleh Prof. Dr. Nasaruddin Umar dan Prof. Dr. Komaruddin Hidayat. Sementara, sebagai penguji, antara lain adalah Prof. Dr. Azyumardi Azra dan Prof. Dr. Zainun Kamal. Lalu, pada 2009, disertasi tersebut diterbitkan sebagai buku dengan judul: “Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi Berbasis Al-Qur’an”.

Untuk merespon buku yang disebut terakhir itu, maka buku berjudul “Islam Vs Pluralisme Agama” ditulis oleh Qosim Nurseha Dzulhadi. Sebenarnya, karya lulusan Al-Azhar Kairo dan ISID –kini Unida- Gontor ini sudah selesai ditulis pada 2009. Sayang, karena sejumlah kendala, baru bisa terbit pada 2019.

Lewat Kata Pengantar sepanjang 18 halaman, Qosim langsung menukik. Pertama, “Dipuji Berlebihan”, demikian bunyi sebuah sub-judul. Mengapa? Hal ini karena, pujian sejumlah tokoh atas isi buku Moqsith “Melebihi kandungan buku yang sebenarnya, yang banyak mengandung manipulasi pendapat ulama dan referensi”. Terasa sekali, “Terkesan dipaksakan” (h. xxv).

Azyumardi Azra, misalnya. Dia bilang, “Salah satu kekuatan utama buku ini adalah penguasaan penulis yang mendalam atas khazanah Islam klasik”. Padahal, kata Qosim, banyak ditemukan pembacaan terhadap buku-buku tersebut yang benar-benar bias; Bias pemikiran liberal, pluralis, dan akhirnya tak toleran terhadap pendapat orang lain (h. xxix).

Kedua, “Tidak Metodologis”. Moqsith “Hanya mengambil pendapat yang sesuai  dengan paham pluralisme agama yang sedang diusungnya,” tulis Qosim  (h. xxxiii).

Lebih lanjut, mari rasakan semangat Qosim dalam mengritisi buku Moqsith, dalam empat bahasan utama. Bab I: “Manipulasi Fakta Sejarah Dakwah, Mencomot Ibnu Arabi dan Jalaluddin Ar-Rumi”. Di sini ada subjudul: “Ibnu Arabi Tidak Pluralis”. Juga, “Jalaluddin Ar-Rumi Bukan Pluralis”.

Bab II, berjudul: “Mendudukkan Tiga Pandangan terhadap Pluralitas Agama”. Di bab ini, ada subjudul: Misi Agama versi Liberal”. Bab III, berjudul: “Manipulasi Seputar Al-Qur’an dan Kemajemukan Agama”. Di sini ada subjudul: “Beragam Syariat Satu Tujuan: Bagaimana?” Juga, “Tiga Agama, Satu Tuhan; Maksudnya?” Terakhir, bab IV, “Meluruskan Pandangan Al-Qur’an terhadap Agama lain”.

Meski hadir terlambat, buku Qosim ini tetap penting sebagai bagian dari usaha merawat tradisi ilmiah. Bahwa, di dunia keilmuan, mengritisi sebuah karya adalah hal yang sangat lazim. Contoh, sebuah artikel bisa kita “lawan” dengan artikel dan bahkan dengan buku. Sebuah buku bisa kita respon lewat buku atau bahkan melalui karya ilmiah semisal skripsi.

Aktivitas kritik keilmuan seperti yang tersebut di atas, itu sehat dan wajar serta merupakan warisan budaya dari para ulama terdahulu. Landasan teologisnya, juga ada: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” (QS An-Nahl [16]: 125).

Buku Qosim ini berharga, sedemikian rupa Dr. Anis Malik Thoha turut memberi Kata Pengantar. Anis adalah penulis buku “Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis” (terbit 2005, berasal dari disertasinya di Islamic International University – Islamabad). Dia mengungkapkan sebuah keanehan: “Apa yang harus ditoleransi kalau semuanya sama dan tak ada perbedaan yang hakiki dan mendasar?” (h. xiv).

Selanjutnya, secara tak langsung, Anis mengapresiasi kritik Qosim yang disalurkannya lewat buku. Bahwa, buku Moqsith “Secara kasat mata judulnya saja sudah mengundang perdebatan …., belum lagi argumen-argumen yang dibangun di dalam lembaran-lembaran buku itu yang tentu diduga kuat sangat sarat dengan akrobat-akrobat nalar, sehingga kehadiran kritik seperti ini bukan hanya menjadi wajar, tapi bahkan memang diperlukan” (h. xvi).

Alhasil, tak berlebihan jika di epilog buku Qosim ini, Dr. Adian Husaini juga memberikan penghargaan. Adian menulis, bahwa buku Qosim menjadi penting dibaca, karena secara khusus mengkritik disertasi doktoral Moqsith -secara ilmiah- sebagai upaya “Meluruskan pemahaman yang keliru terhadap Islam” (h. 283).

Alhamdulillah. Selamat membaca! []

Last modified: 12/12/2019

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *