Bedah Buku Mawaqif: Sumbangan Ilmu Kalam di Zaman Modern

Written by | Opini

Inpasonline.com-Pada hari Ahad, tanggal 08 Desember 2019, Institut Pemikiran dan Peradaban Islam (InPAS) menyelenggarakan “Bedah Buku” yang berjudul Mawaqif; Beriman dengan Akal Budi. Buku pengantar ilmu kalam ini ditulis oleh Dr. Henri Shalahuddin, MIRK., direktur INSISTS Jakarta dan Dosen UNIDA Gontor.

Selain dihadiri oleh sang penulis buku, acara bedah buku yang diadakan di Aula Ikhwan Masjid Nuruzzaman Unair Kampus B ini juga menghadirkan seorang penelaah buku, yakni Ust. Kholili Hasib, MAg. Direktur InPAS Surabaya dan dosen IAI Darullughah Wadda’wah Bangil.

Dr. Henri menyampaikan beberapa alasan kenapa buku Mawaqif tersebut ditulis. Pertama, ada sebagian umat Islam yang mengaku beriman dan bersedia bersyahadat, tapi dia menyatakan bahwa semua agama adalah jalan menuju kebenaran. Hatinya mengimani Islam sebagai agama yang benar, tapi akalnya menyakini bahwa agama di luar Islam pun juga sama-sama benar. Hati tidak sesuai dengan akal.

Kedua, ada sebagian umat Islam yang bersyahadat dan menjalankan ibadah dengan baik, tapi dia berpendapat bahwa agama adalah urusan pribadi. Agama tidak boleh dibawa ke publik. Hatinya mengimani Islam sebagai agama yang benar, tapi akalnya sekular; memisahkan agama dari urusan sosial, ekonomi dan politik.

Ketiga, munculnya fenomena kebingungan kolektif dan kerancuan pemahaman di sebagian masyarakat muslim sehingga tidak tepat dalam memahami dan menyikapi mana yang ushul (pokok) dan mana furu’ (cabang), mana perbedaan yang variatif dan mana yang kontradiktif.

“Sehingga mereka mudah membid’ahkan dan mengkafirkan sesama muslim, tapi toleran dan bahkan memberikan pembelaan terhadap aliran sesat dan agama lain”, tegasnya.

Pakar kajian gender dan direktur INSISTS Jakarta ini menegaskan bahwa Islam bukan hanya mengatur urusan ibadah dan hukum, halal-haram, wajib, sunnah, makruh, tetapi juga mengatur cara berfikir. Bahkan kesalahan-dosa pemikiran lebih berat dan lebih berbahaya dibandingkan dengan kesalahan-dosa dalam bidang hukum dan ibadah.

“Ilmu kalam adalah ilmu yang digunakan untuk menetapkan aqidah-aqidah melalui dalil-dalil aqliyah (rasional) yang meyakinkan. Umat Islam saat ini memerlukan ilmu kalam karena kebanyakan tantangan pemikiran yang dihadapi umat Islam adalah tantangan yang hanya bisa dihadapi dengan dalil-dalil akal (rasional)”, lanjutnya.

Dr. Henri menjelaskan bahwa manfaat ilmu kalam di zaman modern adalah untuk menghadapi tantangan pemikiran Sekularisme, Pluralisme, Liberalisme, dan Feminisme. Tidak mungkin menghadapi pemikiran-pemikiran tersebut hanya dengan menggunakan dalil-dalil naqliyah yang bersumber dari al-Qur`an dan al-Hadits. Apalagi menghadapi tantangan pemikiran ateis yang tidak percaya kepada tuhan dan agama. Mereka hanya mau menerima argumentasi yang berdasar kepada akal-rasional.

Sementara sebagai penelaah buku, Ustadz Kholili  Hasib menjelaskan sekilas isi buku tersebut. Beliau mengutip tulisan Dr. Hamid Fahmi Zarkasy yang menulis kata pengantar dalam buku Mawaqif, bahwa ilmu kalam adalah induk dari ilmu-ilmu keislaman, sebagaimana filsafat adalah induk bagi ilmu-ilmu dalam tradisi Barat.

Ustadz Kholili menyampaikan bahwa dengan membaca dan menelaah buku Mawaqif tersebut kita akan mendapatkan banyak pencerahan, diantaranya adalah;

Pertama, ilmu kalam adalah warisan ulama dan lahir dari tradisi dialektika intelektual umat Islam. Ilmu kalam pasca Imam al-Asy’ari (874-936) tidak sama dengan ilmu kalam sebelumnya. Ilmu kalam versi Imam al-Asy’ari adalah ilmu kalam yang sesuai dengan al-Qur`an dan al-Sunnah serta sesuai dengan pemikiran ulama Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah.

Kedua, dengan mempelajari ilmu kalam, kita akan mampu bersikap wasathiyah, tidak ekstrim kanan dan tidak ekstrim kiri. Sebagian umat Islam terjebak ke dalam pemikiran rasionalisme ekstrim, yakni Sekular dan Liberal. Sebagian yang lain terjebak ke dalam pemikiran ekstrim literalis.

Ketiga, ulama kita dahulu menguasai berbagai lintas disiplin ilmu. Di dalam buku tersebut Dr. Henri menuliskan beberapa contoh. Diantaranya adalah Fakhr al-Din a-Razi. Beliau adalah ahli tafsir, kalam, kedokteran, filsafat, astronomi, dan lain-lain.

“Semestinya kita meneladani ulama kita terdahulu dengan mengkaji dan menguasai berbagai disiplin ilmu agar kita mampu melakukan integrasi ilmu sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi yang kita kembangkan sesuai dengan pandangan hidup Islam”, ujar kandidat doktor bidang akidah dan filsafat Islam itu.

Keempat, dengan berbekal ilmu kalam, kita akan bisa menghadapi dan menyelesaikan berbagai permasalahan umat yang bersumber dari kerancuan berpikir kaum Sekular, Liberal, Pluralis dan Feminis. Tentu dengan terlebih dahulu melakukan pengkajian secara mendalam dan pengembangan terhadap ilmu kalam yang diwariskan oleh ulama-ulama terdahulu.

Dengan bahasa lain, ilmu kalam yang lama  perlu ditransformasikan dan diformulasikan menjadi ilmu kalam yang baru (al-kalam al-jadid).

Maka, selain manfaat di atas, Kholili Hasib menjelaskan kalam baru yang disebut dalam buku Mawaqif disebut kalam modern itu berfungsi merespon pemikiran liberalisme. Tidak hanya itu, jelas Kholili, kalam di zaman ini perlu dikembangkan dalam bidang-bidang sains. Sehingga, inilah tantangan tersendiri dari ilmu kalam yang perlu dijawab oleh para sarjana Muslim kita.

“Hal itu sudah dibuka  oleh ahli kalam terdahulu, yaitu imam Asy’ari dan Imam al-Ghazali”, tegasnya.

Selepas dua pembicara menyampaikan uraian, dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.

“Memang akal bisa menemukan kebenaran. Tetapi akal tidak bisa memberikan kepastian adanya pahala-surga dan siksa-neraka. Karena akal tanpa wahyu tidak akan bisa menjangkau hal-hal yang bersifat metafisika”, jelas Dr. Henri dalam sesi tanya jawab.

Bedah buku Mawaqif yang dihadiri oleh pecinta ilmu dari berbagai latar belakang, mahasiswa, karyawan dosen dan aktivis (Laporan: Mukhtar Tajuddin).

Last modified: 10/12/2019

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *