Oleh M. Anwar Djaelani
Adakah alasan kuat mengurangi jam kerja di saat Ramadhan? Soal tersebut mengemuka karena –setidaknya bagi sebagian pihak di negeri ini- jam kerjanya memang dikurangi di saat Ramadhan. Di antara pihak yang dimaksud adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS). Contoh lain, jam belajar siswa di sekolah pun dikurangi.
Buram Vs Cemerlang
Apa tujuan pemerintah mengurangi jam kerja PNS, dari 37,5 jam per pekan menjadi 32,5 jam? Tujuannya adalah “Untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan ibadah puasa bagi PNS,” kata MenPAN-RB Azwar Abubakar (Jawa Pos 29/06/2013).
Alasan di atas sungguh tak berdasar dan bahkan berkecenderungan bisa merusak citra Islam. Lihatlah sedikit fakta di sejumlah masjid atau tempat shalat di kompleks kantor pemerintah, termasuk dua contoh berikut ini. “Jam Kerja Diperpendek PNS Tetap Malas,” demikian judul di salah satu situs berita bertanggal 17/07/2013. Sepekan sebelumnya, situs berita lainnya menurunkan judul “Hari Pertama Ramadhan, Sejumlah PNS ‘Tumbang’ di Masjid”.
Sesungguhnya, subtansi dua berita di atas tak baru karena menjadi semacam ‘lagu lama’ yang terus diputar. Berita yang disebut pertama mengungkap fakta bahwa pada 17/7/2013 di area Blok G Balai Kota DKI Jakarta yang diubah menjadi tempat shalat, ternyata hingga pukul 13.30 ada puluhan PNS tertidur pulas. Padahal waktu shalat dan istirahat pukul 12.00 hingga 12.30.
Sementara untuk berita yang kedua, terjadi di Bandung pada 10/07/3013. Sama dengan yang di Jakarta, sekalipun jadwal istirahat PNS pukul 12.00-12.30 tapi pada pukul 13.00 terlihat sejumlah PNS tidur di dalam masjid yang lokasinya berdekatan dengan Balai Kota Bandung.
Dua berita buram di atas jelas kontradiktif dengan tujuan pemerintah mengurangi jam kerja PNS. Kecuali itu, hampir bisa dipastikan bahwa pengurangan jam kerja PNS (terutama yang bertugas secara langsung melayani publik) akan merugikan masyarakat pada umumnya. Bukankah -selain PNS- aktivitas harian anggota masyarakat tak berubah?
Baiklah, sekarang kita cermati argumentasi yang lebih mendasar mengapa “Pengurangan Jam Kerja PNS” tak berdasar. Pertama, di saat umat Islam menunaikan ibadah puasa Ramadhan tak ada contoh sedikitpun dari Rasulullah Muhammad SAW untuk mengurangi jam kerja dan apalagi mengurangi produktivitas/prestasi kerja. Begitu juga jika kita membaca QS Al-Baqarah [2]: 183, sebuah ayat yang menjadi dasar hukum kewajiban berpuasa. Ayat tersebut tak diiringi dengan semacam klausul bahwa “Oleh karena berpuasa itu berat, maka bolehlah jam kerjamu dikurangi”.
Kedua, di dalam sejarah Islam dan juga sejarah Indonesia terdapat fakta bahwa banyak prestasi cemerlang justru dikerjakan di bulan Ramadhan. Hal itu menunjukkan bahwa tak ada pengurangan jam kerja di Ramadhan dan bahkan –sebaliknya- prestasi malah dapat ditingkatkan. Simaklah sekadar contoh prestasi cemerlang umat Islam di bulan Ramadhan berikut ini.
Lihat Perang Badar! Perang ini terjadi pada Ramadhan tahun ke-2 Hijriyah. Pada malam menjelang perang di esok harinya, Rasulullah SAW lebih banyak mendirikan shalat. Lalu, ketika peperangan kian berkobar, seraya menghadap Kiblat Rasulullah SAW berdoa: “Yaa Allah, jika pasukan ini binasa maka tak akan ada lagi yang akan menyembah-Mu di muka bumi ini”.
Menjawab doa tadi, turunlah ayat ini: “Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: ‘Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut’.”(QS Al-Anfal [8]: 9).
Singkat kata, perang ini dimenangkan umat Islam. Kala itu 300 umat Islam yang terdiri dari ‘orang-orang biasa’ dan tanpa persenjataan memadai mengalahkan 1000 pasukan Quraisy yang terlatih dan bersenjata lengkap.
Perhatikan pula Fathu Mekkah atau Pembebasan Kota Mekkah yang terjadi di bulan Ramadhan di tahun ke-8 Hijriyah. Rasulullah SAW beserta 10.000 pasukan ‘masuk’ ke Mekkah karena Perjanjian Hudaibiyah telah dilanggar oleh kaum kafir Quraisy.
Kala itu, kaum Muslimin memasuki Mekkah dengan santun dan memberi rasa aman bagi siapapun. Hal ini menakjubkan kaum kafir Quraisy yang sebelumnya mengetahui bahwa di setiap penaklukan terjadi pembantaian. Di titik ini, kaum kafir Quraisy semakin terpesona dengan akhlak Rasulullah SAW dan pasukannya karena mereka tidak melakukan apa yang mereka bayangkan. Akibatnya, banyak penduduk Mekkah yang masuk Islam. Dengan demikian, inilah tonggak kemenangan gemilang umat Islam khususnya bagi kaum Muhajirin yang dulunya terusir oleh kaum kafir Quraisy dari tanah air mereka sendiri.
Lihat pula kemenangan umat Islam dalam Perang Tabuk melawan pasukan Rumawi. Perang pada tahun ke-9 Hijriyah ini menjadi perang terakhir yang diikuti langsung oleh Nabi SAW.
Prestasi lain yang juga tercatat sejarah adalah pada Ramadhan tahun ke-92 Hijriyah. Kala itu Thariq bin Ziyad memasuki Andalusia (Spanyol). Masuknya Thariq dan pasukannya menandai dimulainya penegakan peradaban Islam selama lebih-kurang tujuh abad di Andalusia. Saat itu, Andalusia menjadi ’Kiblat’ ilmu pengetahuan dan peradaban manusia di zamannya.
Di Indonesia? Pada 22 Ramadhan 933 Hijriyah atau 22 Juni 1527, Fatahillah merebut Sunda Kelapa dari Portugis. Di kemudian hari Sunda Kelapa disebut Jayakarta dan lalu terkenal sebagai Jakarta.
Lantas, lihatlah pula saat Indonesia memroklamasikan kemerdekaannya. Itu terjadi pada 9 Ramadhan atau 17 Agustus di tahun 1945. Kita-pun tahu, betapa sibuknya para pejuang di hari-hari sebelum proklamasi itu: ada rapat, ada perdebatan, dan ada pula ‘penculikan’ Soekarno-Hatta.
Persembahan Terbaik
Dari paparan ringkas di atas, sungguh tak berdasar ketentuan pemerintah dalam hal ‘Pengurangan Jam Kerja PNS’. Untuk itu, diperlukan kajian ulang yang serius atas kebijakan yang tak sedap itu.
Terakhir, kepada siapapun -tanpa kecuali- yang selama ini terlanjur terbiasa mengurangi ‘jam kerja’-nya, maka bersegera-lah mengubahnya. Jadikan Ramadhan sebagai bulan yang penuh dengan amal shalih –baik yang berdimensi ritual ataupun sosial- dan itupun dengan kualitas yang terbaik! []