Puasa Syawal, Membantu Menjaga Iman

Puasa Syawal, Membantu Menjaga Iman

inpasonline.com, 6 September 2011

Hadits ini menjelaskan bahwa Rasulullah menganjurkan kaum Muslimin untuk melakukan puasa Syawal setelah sebulan penuh berpuasa Ramadhan.

Puasa Syawal merupakan salah satu amalan ibadah  tathawu’ (sukarela) yang pelaksanaannya tidak mengikat dan memaksa bagi setiap mukallaf. Akan tetapi, puasa ini hanya bersifat anjuran yang apabila dilaksanakan akan mendapat pahala dan jika tidak dilaksanakakan tidak akan mendapatkan apa-apa (tidak berdosa). Namun, sayang, jika amalan sunnah ini tidak kita lakukan. Selain karena pahalanya yang besar juga karena ia merupakan amalan yang sangat dicintai oleh Allah dan Rasululullah.

Barangsiapa yang berpuasa Syawal tiap tahun sepanjang umur,  pahalanya sama dengan puasa terus-menerus sepanjang umurnya. Hal ini dijelaskan dalam sabda Rasulullah, Berpuasa sebulan (pada Ramadan itu disamakan) dengan sepuluh bulan berpuasa dan berpuasa enam hari selepasnya (di bulan Syawal disamakan) dengan dua bulan berpuasa, maka yang sedemikian itu (jika dicampurkan menjadi) genap setahun.” (Riwayat ad-Darimi)

Begitu juga dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tsauban, Rasulullah  bersabda: “Barang siapa berpuasa enam hari setelah hari raya Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. [Barang siapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisal].” (HR. Ibnu Majah)

Penjelasan dari kedua hadits tersebut adalah bahwa orang yang melakukan satu kebaikan akan mendapatkan sepuluh kebaikan yang sama. Puasa Ramadhan selama sebulan berarti akan sama pahalanya dengan puasa 10 bulan. Puasa Syawal enam hari berarti akan sama pahalanya dengan puasa 60 hari atau 2 bulan. Oleh karena itu, seseorang yang berpuasa Ramadan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka ia akan mendapatkan puasa seperti setahun penuh. (Syarh An Nawawi ‘ala Muslim)

Para ahli fiqih madzhab Hambali dan Syafi’i menegaskan bahwa puasa enam hari bulan Syawal selepas mengerjakan puasa Ramadhan setara dengan puasa setahun penuh, karena pelipat gandaan pahala secara umum juga berlaku pada puasa-puasa sunnat. Dan juga setiap kebaikan dilipat gandakan pahalanya sepuluh kali lipat.

Salah satu faidah terpenting dari pelaksanaan puasa enam hari bulan Syawal ini adalah menutupi kekurangan puasa wajib pada bulan Ramadhan. Sebab puasa yang kita lakukan pada bulan Ramadhan pasti tidak terlepas dari kekurangan atau dosa yang dapat mengurangi keutamaannya. Pada hari kiamat nanti akan diambil pahala puasa sunnat tersebut untuk menutupi kekurangan puasa wajib.

Ini sejalan dengan sabda Rasulullah, “Amal ibadah yang pertama kali di hisab pada Hari Kiamat adalah shalat. Allah Ta’ala berkata kepada malaikat -sedang Dia Maha Mengetahui tentangnya-: “Periksalah ibadah shalat hamba-hamba-Ku, apakah sempurna ataukah kurang. Jika sempurna maka pahalanya ditulis utuh sempurna. Jika kurang, maka Allah memerintahkan malaikat: “Periksalah apakah hamba-Ku itu mengerjakan shalat-shalat sunnat? Jika ia mengerjakannya maka tutupilah kekurangan shalat wajibnya dengan shalat sunnat itu.” Begitu pulalah dengan amal-amal ibadah lainnya.” (H.R Abu Dawud)

Sedangkan keutamaan puasa Syawal banyak sekali. Sedikitnya ada enam yaitu, pertama, puasa tersebut akan menggenapkan pahala berpuasa setahun penuh seperti bunyi hadits di atas. Kedua, seperti halnya shalat sunnah Rawatib puasa ini dapat menutup kekurangan dan menyempurnakan ibadah wajib. Artinya, apabila dalam melaksanakan puasa Ramadan (puasa wajib) ada bahkan banyak kekurangan, puasa inilah yang dapat menutupi dan menyempurnakan daripada kekurangan tersebut (Latha’if Al-Ma’arif, Ibnu Rajab Al-Hambali)

Ketiga, melaksanakan puasa Syawal merupakan tanda diterimanya amalan puasa Ramadhan. Allah Ta’ala akan membalas perbuatan yang baik dengan yang baik pula. Puasa Ramadan adalah perbuatan baik, jika kita melaksanakan puasa Ramadan dengan penuh ikhlas dan mengharap ridla Allah maka Allah akan memberi petunjuk kita untuk melakukan kebaikan-kebaikan setelahnya. Begitu pula jika Allah menerima amalan baik seseorang maka ia akan diberi petunjuk oleh Allah untuk melakukan amalan yang baik pula pada waktu dan tempat yang berbeda. Hal inilah yang dijelaskan dalam Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, dalam tafsir Surat Al Lail yang berbunyi, “Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.

Keempat, melaksanakan puasa Syawal merupakan bentuk syukur pada Allah. Kelima, dengan puasa ini berarti menyehatkan diri kita. Sebagaimana sabda Rasulullaah Saw., “Shuumuu Tashihuu”, berpuasalah, maka akan sehat..

Keenam, melaksanakan puasa Syawal menandakan bahwa ibadahnya kontinu (terus-menerus) dan bukan musiman saja yaitu pada bulan Ramadan.

Adapun tata cara pelaksanaannya sebagaimana dijelaskan oleh ahli fiqih yaitu, puasa tersebut dilaksanakan selama enam hari.  Lebih utama dilaksanakan sehari setelah Idul Fithri, namun tidak apa-apa jika diakhirkan asalkan masih di bulan Syawal. Lebih utama dilaksanakan secara berurutan namun tidak apa-apa jika dilaksanakan tidak berurutan (berselang-selang). Bila punya tanggungan puasa Ramadhan, menunaikan qodho’ puasa terlebih dahulu agar mendapatkan ganjaran puasa setahun penuh. Puasa Syawal adalah puasa sunnah sedangkan qodho’ Ramadhan adalah wajib. Sudah semestinya ibadah wajib lebih didahulukan daripada yang sunnah.

Puasa Syawal merupakan amal-amal yang dikerjakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya pada bulan Ramadhan tidak terputus dengan berlalunya bulan mulia ini, selama ia masih hidup. Orang yang setelah Ramadhan berpuasa bagaikan orang yang cepat-cepat kembali dari pelariannya, yakni orang yang baru lari dari peperangan fi sabilillah lantas kembali lagi. Sebab tidak sedikit manusia yang berbahagia dengan berlalunya Ramadhan, sebab mereka merasa berat, jenuh dan lama berpuasa Ramadhan.

Barangsiapa yang demikian maka sulit baginya untuk bersegera kembali melaksanakan puasa, padahal orang yang bersegera kembali melaksanakan puasa setelah Idul Fithri merupakan bukti kecintaannya terhadap ibadah puasa, ia tidak merasa bosan dan berat apalagi benci.

Seorang ulama Salaf ditanya tentang kaum yang bersungguh-sungguh dalam ibadahnya di bulan Ramadhan tetapi jika Ramadhan berlalu mereka tidak bersungguh-sungguh lagi, beliau berkomentar, “Seburuk-buruk kaum adalah yang tidak mengenal Allah Ta’ala secara benar kecuali di bulan Ramadhan saja, padahal orang shalih adalah yang beribadah dengan sungguh-sungguh di sepanjang tahun.”

Amal perbuatan seorang mukmin itu tidak ada batasnya hingga maut menjemputnya. Allah Ta’ala berfirman,artinya, “Dan sembahlah Tuhan-mu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS. al-Hijr: 99)

Semoga kita diberi kekuatan menjalankan puasa Syawal. Amin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *