Santri Ponpes Lirboyo ini pernah menderita kanker kulit saat masuk di pesantren terkemuka di Jawa Timur itu. “Sakitnya tak kunjung sembuh, kulit saya saat itu melepuh di sekujur tubuh,” cerita Moh. Sholeh.
Lebih menyakitkan, cerita peraih gelar profesor psikologi Islam pertama di IAIN Sunan Ampel Surabaya ini, orang lain pun jadi jijik melihat dirinya.
Selama bertahun-tahun, Moh. Sholeh berusaha menanggung malu sambil berobat ke sana-kemari. Tapi usahanya tetap saja menemui kegagalan.
Hingga akhirnya, suatu saat Moh. Sholeh pun ‘menyerah.’ Pria kelahiran Kediri ini mengaku saat itu pun merasa harus berkeluh kesah semua masalah sakitnya ini kepada pemberi dan pemilik penyakit sekaligus pemilik kesembuhan, Allah Swt.
“Di sebuah ruangan, saya matikan lampu dan saya shalat dan berusaha merasakan berduaan dengan Allah,” ujar pendiri rumah sehat Avicenna di Kwangkalan Kota Kediri ini.
Moh. Sholeh menceritakan, pada awalnya tak banyak perubahan. Namun subhanallah, setelah rutin dilakukan, Sholeh merasakan ada perubahan terhadap kulitnya dan kanker kulit yang membuat kulitnya melepuh pun sembuh.
Berawal dari sinilah, Sholeh kemudian menerapkan terapi shalat tahajud terhadap dirinya sendiri.
Namun, lulusan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini tak mau hanya menikmati pengalaman spiritualnya sendiri. Pria yang getol kuliah di berbagai perguruan tinggi ini ingin menularkan pengalamannya pada orang lain.
Setelah meraih gelar sarjana muda, Moh. Sholeh pun mendaftar dan diterima sebagai mahasiswa di UMM. Tiga tahun setelah lulus, Sholeh mendapat kesempatan melanjutkan belajarnya di S2 Fakultas Psikologi Konseling IKIP Negeri Malang. Tak berhenti sampai di situ, ia pun melanjutkan pendidikan S3-nya di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya.
Sholeh menceritakan, pada awalnya untuk program doktor, ia hendak memilih psikologi juga. “Tapi saya malah ditawari masuk fakultas kedokteran oleh salah seorang profesor. Namun ada syaratnya, saya harus bisa menciptakan sebuah ide baru dalam bidang kedokteran,” ujar Moh. Sholeh.
Sebagai manusia, ia sempat sanksi dirinya bisa melakukannya. “Mengingat selama ini saya tidak pernah menekuni dunia kedokteran, tapi saya coba saja. Apalagi saya memang sudah terbiasa tahajud dan merasakan manfaatnya. Maka dari kebiasaan menerapkan ilmu tahajud, lalu coba saya teliti,” ujar Sholeh.
Bukannya tanpa alasan, ia memilih shalat tahajud dan khasiatnya bagi sistem kekebalan tubuh. Pertama, menurut Sholeh, tidak ada shalat sunah lain yang langsung dianjurkan oleh Allah sebagaimana tertuang dalam surat Al-Isra ayat 79 selain shalat tahajud.
“Dan pada sebagian malam, hendaknya kalian bertahajud (sebagai suatu) tambahan bagimu mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji,” demikian arti bunyi Al Quran surat Al Isra ayat 79.
“Begitu pula anjuran shalat malam terdapat dalam Al-Muzzammil 1-10,” jelas suami Siti Fatimah ini.
Kedua, kata Sholeh, Rasulullah Saw sendiri telah mencontohkan betapa beliau itu tidak pernah meninggalkan shalat tahajud baik di kala aman maupun perang.
Ketiga, menurut Sholeh, karena begitu banyaknya hadis-hadis yang membahas soal keutamaan shalat tahajud, yaitu masa dua pertiga malam di mana Allah berjanji akan mengabulkan doa setiap hambanya.
Karena ini semua, dan melihat pula bahwa tahajud itu merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh Nabi serta para sahabat, Sholeh melihat shalat sunnah yang satu ini tentulah amat istimewa. “Maka saya pun mulai mencari ada apa di balik tahajud itu dan ternyata memang terbukti kalau ternyata tahajud itu bisa dibuktikan secara medis memberikan manfaat.”
Sholeh pun mantap meneliti metode penyembuhan penyakit melalui shalat tahajud dengan pendekatan psiko neuro-imunologi, ilmu yang mengkaji tentang modifikasi sistem imun karena sebab dan proses.
“Jadi singkatnya ilmu ini mengkaji kesan pikiran, bahwa pesan pikiran itu berpengaruh pada kegiatan fisik dan begitu pula kegiatan fisik pun berpengaruh pada pikiran. Di sanalah kemudian masalah akidah dan ketakwaan seseorang akan berhubungan dengan faktor sakitnya,” papar Sholeh.
Ketika meneliti tentang efek shalat tahajud ini terhadap sistem kekebalan, Sholeh mengambil sampel darah 51 anak SMU Lukmanul Hakim di Pesantren Hidayatullah Surabaya.
Para siswa ini diambil darahnya sebelum melakukan shalat tahajud. Lalu, Sholeh meminta mereka melakukan shalat tahajud selama sebulan.
Setelah satu bulan, mereka kemudian diambil lagi darahnya dan setelah dua bulan shalat tahajud diambil sekali lagi darahnya.
Dijelaskan, variabel yang diteliti itu ada 9 yaitu makrovat, boisisovir, momorsi, antibodi, imbulin a, n, g, b, e, dan hormon kortisol yang dihasilkan oleh anak ginjal.
“Kalau hormon kortisol penuh itu merupakan tanda-tanda kalau seseorang sedang mengalami stres. Penumpukan hormon ini dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti kanker, liver, jantung, hipertensi, dan sebagainya,” ujar Sholeh.
Nah, menurut Sholeh, peranan shalat tahajud ternyata bisa mengurangi jumlah hormon kortisol yang meningkat menjadi seimbang kembali. “Sehingga mengurangi tingkat stres seseorang. Jadi, sistem imunitasnya menjadi baik,” ujar bapak tiga anak ini. ”Kalau tingkat stres rendah, seseorang memiliki imun yang kuat sehingga tubuhnya mampu menyembuhkan berbagai penyakit,” jelas aktivis di Ikatan Ahli Patobiologi Indonesia.
Nah, shalat tahajud ternyata bisa menurunkan stress sehingga di sini bisa disimpulkan shalat tahajud itu dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Tetapi, kata Sholeh, shalat tahajud yang dapat dirasakan manfaatnya tentu bukan sekadar ‘melakukan’ shalat tahajud. Namun shalat tahajud yang dilakukan dengan khusuk, yang didasari oleh kesadaran mendalam terhadap makna, tujuan, dan konsekuensinya.
“Jadi ini bukan sekedar ritual untuk menggugurkan kewajiban, sehingga pada pelaksanaannya tetap harus dikerjakan dengan rileks, namun rutin dan disertai dengan ketepatan gerakannya,” jelasnya. *
Biasakan Keluarga Tahajud
Prof Dr Mohammad Sholeh bukan tipe orang yang suka omong doang. Di samping membiasakan dirinya shalat tahajud, ia juga membudayakan shalat malam ini pada keluarga.
“Sebelum mengajak orang lain, saya terapkan dulu pada keluarga. Alhamdulillah istri dan anak-anak mau mengikuti meski yang anak-anak masih suka bolos. Tetapi paling tidak sudah ada keinginan untuk beribadah,” ujar Sholeh.
Selain aktif mengajar di IAIN Sunan Ampel Surabaya, Sholeh banyak menghabiskan waktu di klinik yang diberinya nama Rumah Sehat Avicenna di Desa Tempurejo Kota Kediri.
Sama menerapi menuju kesembuhan, dan juga ada pendampingan dokter, tapi tak seperti rumah sakit umumnya, klinik Sholeh mendasari pada metode pengobatannya dengan terapi yang lebih mirip pesantren kilat.
Di sini, jika ada pasien yang baru masuk, langkah pertama yang dilakukan Sholeh adalah menanyakan pada si pasien secara detil tentang dirinya. Seperti umur, pekerjaan, lalu bila agamanya Islam maka akan ditanyakan juga apakah sudah rutin menjalankan shalat lima waktu atau belum, bisa membaca Al-Quran atau tidak, suka mengerjakan shalat sunah atau tidak, dan seterusnya.
Setelah itu, barulah pasien ditanya soal penyakitnya. Misalnya bagaimana proses terjadinya, kapan mulainya lalu ditanyakan juga apakah ada pikiran yang mengganggu selama itu?
“Karena biasanya penyakit itu baru datang pada periode tertentu disebabkan karena pikiran atau perilaku mereka. Jadi saya tanyakan pikiran dan perilaku apa yang bisa membuat stres,” ujar pria yang populer sebagai trainer shalat khusyuk ini.
Menurut Sholeh, penyakit bukan hanya satu penyebabnya tapi bisa karena pola pikir, pola perilaku, pola makan, pola ibadah ataupun ketetapan Allah. “Bisa juga dari harapan yang terlalu tinggi tapi belum tercapai. Nah, nanti kami yang membantu untuk memberikan jalan keluar. Kadang bisa sampai ke lingkup keluarga jika memang si pasien bermasalah dengan keluarganya, barulah dari sini diberikan terapi sesuai kebutuhan,” ujarnya.
Jika pasien menjalani rawat inap, mereka diharuskan mengikuti rangkaian terapi. Dimulai saat bangun pagi lalu shalat ubuh berjamaah kemudian olahraga, yakni berjalan dan berlari. Dilanjutkan dengan sarapan, lalu shalat hajat dan shalat dhuha.
Mengapa pasien disuruh shalat hajat dan dhuha? “Ini dimaksudkan untuk membangun mindset yang menyembuhkan itu hakikatnya bukan dokter tapi Allah dan kita hanya bisa berikhtiar meminta kesembuhan pada Allah,” jelas Sholeh.
Lalu pasien diminta mengikuti senam tawakal yaitu senam yang berisi gerakan-gerakan yang bisa dikatakan sebagai penyerahan diri kepada Allah. Setelah itu shalat dhuhur, ashar berjamaah dan pasien pun kemudian diajak mengikuti kajian tentang manusia, seperti mengapa Allah menciptakan manusia, mengapa ada orang yang susah ada yang senang, ada yang kaya ada yang miskin dan sebagainya. Lalu bagaimana menyikapinya yang intinya mengajak pasien untuk mengembalikan semuanya pada Allah.
Barulah pada malam hari, terapi dilanjutkan dengan mengajak pasien shalat tahajud, minimal 2 rakaat yang dilanjutkan dengan witir dan muhasabah (renungan). Proses penyembuhan ini dilakukan secara terus menerus di rumah sehat dan sebisa mungkin dilanjutkan ketika pasien sudah pulang ke rumah.
Metode penyembuhan yang dilakukan Rumah Sehat ini sudah dibuktikan oleh ratusan orang yang pernah berobat ke sana. Tak hanya dari orang di sekitar Kediri, namun dari segala penjuru termasuk dari luar Jawa. Pasiennya pun beragam, dan tidak sedikit yang justru berlatar belakang praktisi dunia kedokteran. ( Majalah Mujahidin Sby/ziz)
Pak sholeh aku irfan, pak sholeh bagaimana kabarnya???