Prof. Dr. Yunahar Ilyas, Lc., M.Ag: Muhammadiyah Jangan Kehilangan Ruh-nya
Profesor Yunahar termasuk tokoh Muhammadiyah yang istiqomah menentang sekularisme, pluralisme dan liberalisme, baik di tingkat nasional maupun di internal Muhammadiyah sendiri. Seringkali dalam beberapa kesempatan, ia menyampaikan ketegasannya akan ketiga isu tersebut. Menariknya, ia menyampaikan ketidaksepakatannya itu dengan cara yang santun dan rasional.
Menurut Yunahar, meski paham tersebut belum berpengaruh banyak pada Muhamamdiyah, namun warga Muhammadiyah tidak boleh meremehkannya. “Sesuatu yang buruk jika dikemas dengan baik dan terus menerus dipromosikan, lama-lama akan diterima juga oleh masyarakat,”jelasnya sambil mengingatkan warga Muhammadiyah agar hati-hati dengan paham tersebut.
Sebab faktanya, saat ini paham tersebut banyak pengikutnya. “Jangan bilang bahwa paham itu tidak mungkin bisa masuk Muhammadiyah karena jauh dengan keyakinan Muhammadiyah,”tegasnya. Sebab faktanya, menurut Yunahar, pendukung paham tersebut bukan semakin berkurang, tapi semakin bertambah. Baik dari kalangan mudah sampai kalangan tua.
Sebagai Ketua PP Muhammadiyah Bidang Tarjih, tentu saja Yunahar tidak ingin persyarikatan yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan ini tercemari oleh paham-paham yang jelas bertentangan dengan Islam.
Menurut Guru Besar Bidang Tafsir Ilmu al-Qur’an Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini, Muhammadiyah hadir sebagai gerakan Islam yang mengemban misi dakwah dan tajdid sebagaimana spirit awal kelahirannya yang tercantum dalam Statuten Muhammadiyah 1912. Tujuannya tidak lain untuk mewujudkan peradaban masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Karena itu, menurut Yunahar, Muhammadiyah harus tetap konsisten dalam jalur perjuangannya, meski saat ini sudah memasuki usia satu abad.
Berikut penuturannya kepada INPASOnline.
Sampai saat ini Anda masih tetap konsisten menentang paham liberal, seberapa besar pengaruh pemikiran itu di tubuh Muhammadiyah?
Tidak besar. Gejala pemikiran itu memang ada, tapi ia tidak menjadi mainstream dari Persyarikatan Muhammadiyah. Majelis Tabligh Muhamamadiyah sudah melakukan penjelasan-penjelasan terhadap kekeliruan paham tersebut.
Memasuki abad kedua, menurut Anda apa tantangan Muhammadiyah ke depan?
Dalam memasuki abad kedua ini kemungkinan yang terjadi pada Muhamamdiyah adalah pertama akan lebih besar, lebih maju dan sukses. Kedua Muhammdiyah tetap besar dari segi gedung, amal usaha namun kehilangan identitas atau jati dirinya. Kemungkinan kedua inilah yang saya takutkan. Karena itu menjadi tugas berat ketua Muhamamdidyah ke depan untuk menjaga risalah atau keotentikan persyarikatan ini sebagaimana yang diinginkan oleh pendirinya, yaitu KH. Ahmad Dahlan.
Ke depan, hal-hal apa yang perlu dijaga oleh Muhammadiyah?
Yang perlu dijaga oleh Muhammadiyah adalah sesuatu yang tidak boleh berubah yang bersifat tsawabit, yaitu pertama masalah aqidah. Kedua masalah ibadah mahdah yang tidak boleh dikurangi dan ditambah-tambah. Jika ditambah menjadi bid’ah dan jika dikurangi menjadi batal. Ketiga, nilai-nilai ahlak yang berkaitan dengan nilai baik dan buruk yang sudah ada dalam al-Qur’an dan Sunnah.
Konkritnya seperti apa?
Dalam masalah aqidah, Muhammadiyah harus tegas. Segala sesuatu yang mengancam tauhid atau aqidah harus dilawan oleh Muhammadiyah. Kalau dulu syiriknya bersifat tradisional, kini lebih modern. Sekarang ini muncul paham sinkretisme agama, sintetisme atau pluralisme agama yang meyakini bahwa semua agama benar. Paham-paham ini meyakini bahwa semua pemeluk agama masuk surga. Menurut mereka, yang penting meyakini adanya Tuhan meski persepsi dan cara ritual ibadahnya berbeda-beda. Atau ada juga paham relativisme agama yang mengajarkan bahwa tidak boleh ada yang meyakini bahwa agamanya yang benar. Paham-paham ini jelas merupakan ancaman bagi Muhammadiyah karena mengancam tauhid Islam.
Berkaitan dengan masalah ibadah dan ahlak seperti apa?
Saat ini berkembang juga paham yang ingin memurnikan Islam sebagaimana zaman Rasulullah. Mereka ingin Islam seperti pada abad pertama Hijriyah. Sesuatu yang bersifat budaya seperti mimbar masjid atau pakaian yang tidak sama dengan apa yang digunakan pada jaman nabi dianggap bid’ah. Mereka memaknai bid’ah tidak hanya dalam masalah ubudiyah tapi juga diperluas ke wilayah budaya.
Adapun yang berkaitan dengan masalah ahlak yaitu berkaitan budaya asing yang saat ini mengancam ahlak umat Islam. Sebagai contoh, salaman bahkan berciuman dengan lain jenis yang bukan mahram sudah biasa. Orang yang tidak mau salaman dengan dengan lian jenis yang bukan mahram bahkan dianggap fundamentalis.
Ketiga hal di atas inilah yang saat menjadi tantangan bagi Muhammadiyah.
Lalu apa yang harus dilakukan oleh Muhammadiyah ke depan?
Melakukan kaderisasi. Harus diakui bahwa kaderisasi di Muhammadiyah memang menurun. Ibarat orang kaya, Muhammadiyah ini tidak mampu mendidik anaknya dengan baik. Meski punya gedung yang mewah dan fasilitas yang memadai, namun kaderisasi terhadap anak-anaknya tidak berjalan dengan baik. Akibatnya banyak anak-anak Muhammadiyah yang lebih senang di rumah orang lain daripada di rumah sendiri. Inilah yang saya takutkan ke depan. Karena itulah ke depan, siapa saja yang memimpin Muhamamdiyah harus memperhatikan masalah ini dengan serius. Sebab kalau tidak, Muhammadiyah nanti hanya manjadi NGO yang hanya melakukan pelayanan sosial dan pendidikan, tapi kehilangan cita-cita dan ruh.
Apa target dari kaderisasi itu?
Muhammadiyah itu kan ormas islam yang membawa nilai-nilai Islam. Orang yang berada di dalamnya otomatis harus paham betul tentang islam. Dengan kata lain, Muhamamdiyah harus memiliki banyak orang yang ahli dalam bidang agama. Sedang kenyataannya saat ini yang banyak adalah cendekiawan dibanding ulama.
Apa yang dilakukan Muhamamdiyah untuk mencapai itu?
Kita saat ini sudah membuka pesantren mahasisiwa seperti di Universitas Muhammadiyah Surakarta maupun di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Dari sinilah diharapkan aka lahir para ulama yang memahami Muhammadiyah dengan baik. Intinya saya ingin Muhamamdiyah tetap eksis, baik dari kualitas maupun kuantitas dengan tetap terjaga identitasnya.