Di Sekitar Kita
Sekalipun sudah lebih dari seperempat abad paham yang menolak hadits Nabi SAW ini telah difatwa sesat menyesatkan oleh MUI, ada baiknya kita ungkap lagi paham ini. Untuk apa? Agar kita lebih berhati-hati, siapa tahu di sekitar kita masih berkembang ‘penyakit’ yang sangat membahayakan aqidah ini.
Hartono Ahmad Jaiz (HAJ) menulis buku “Aliran dan Paham Sesat di Indonesia”, 2002. Di halaman 29-37 cetakan 2005, kita bisa pelajari bab “Paham Sesat Inkar Sunnah”. HAJ mencatat sepuluh pokok ajaran Inkar Sunnah, di antaranya: Pertama, tidak percaya kepada semua hadits Rasulullah SAW. Menurut mereka, hadits itu bikinan Yahudi untuk menghancurkan Islam dari dalam. Kedua, dasar hukum dalam Islam hanya Al-Qur’an saja.
Lalu, HAJ menulis di Majalah Sabili edisi Sejarah Emas Muslim Indonesia (2003: 148), bahwa ada tiga kelompok Inkar Sunnah. Pertama, yang menolak hadits-hadits Rasulullah SAW secara keseluruhan. Kedua, yang menolak hadits-hadits yang tak disebutkan dalam Al-Qur’an secara tersurat atau tersirat. Ketiga, yang hanya menerima hadits-hadits mutawatir (diriwayatkan oleh banyak orang di setiap jenjang/periodenya, sehingga tak mungkin mereka berdusta) dan menolak hadits-hadits ahad (tidak mencapai derajat mutawatir) sekalipun shahih. Mereka beralasan dengan ayat QS An-Najm [53]: 28, “Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuanpun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran”.
Mengingat besarnya bahaya Inkar Sunnah, kita buka lagi Fatwa MUI tentang “Aliran yang Menolak Sunnah/Hadits Rasul” itu. Berikut ini petikannya:
Bahwa dengan memertimbangkan hadits Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu sumber syariat Islam yang wajib dipegang oleh umat Islam. Hal ini, berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an, seperti: 1). Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya (QS Hasyr [59]: 7).
2). Barang-siapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah. Dan barang-siapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka (QS An-Nisaa’ [4]: 80).
3). Katakanlah (Muhammad SAW): “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: “Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir” (QS Ali ‘Imraan [3]: 31-32).
4). Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(-Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (QS An-Nisaa’ [4]: 59).
Di samping empat ayat di atas, MUI juga bersandar kepada QS An-Nisa’ [4]: 65, QS An-Nisa’ [4]: 105, QS An-Nisa’ [4]: 150-151, dan QS An-Nahl [16]: 44.
Lalu, MUI pun memertimbangkan hadits Rasulullah SAW, antara lain: 1). “Ikutilah sunnahku dan sunnah Khulafaur-Rasyidin yang diberi petunjuk sesudahku dan pegang-teguhlah padanya” (HR Al-Hakim). 2). “Aku telah meninggalkan kepadamu dua hal, Kitab Allah dan Sunnahku. Kamu tidak sesat selama berpegang padanya” (HR Tirmidzi). 3). “Hendaklah menyampaikan yang menyaksikan dari kamu pada yang tak hadir. Ada kalanya orang yang ditablighi lebih kuat memelihara (menghafal) ketimbang yang mendengar” (HR Bukhari).
Kecuali ayat dan hadits di atas, yang menjadi pertimbangan MUI adalah 1). Ijma’ para sahabat Rasululah SAW. 2). Adanya paham Inkar Sunnah di tengah-tengah masyarakat meresahkan kemurnian agama Islam dan menimbulkan keresahan di kalangan umat Islam, yang pada gilirannya akan mengganggu stabilitas / ketahanan Nasional.
Maka, berdasarkan sejumlah pertimbangan itu, MUI memutuskan, bahwa: 1). Aliran yang tak memercayai hadits Nabi SAW sebagai sumber hukum syariat Islam adalah sesat menyesatkan dan berada di luar agama Islam. 2). Kepada mereka yang secara sadar atau tidak telah mengikuti aliran tersebut, agar segera bertobat. 3). Menyerukan kepada umat Islam untuk tidak terpengaruh aliran yang sesat itu. 4). Mengharapkan kepada para ulama untuk memberikan bimbingan dan petunjuk bagi mereka yang ingin bertaubat. 5). Meminta dengan sangat kepada pemerintah agar mengambil tindakan tegas berupa larangan terhadap aliran yang tidak memercayai hadits Nabi SAW sebagai sumber syariat Islam.
Penentang Rasul
Boleh jadi, masih ada pihak yang berani “mengecilkan” bahkan mengingkari hadits atau sunnah Rasulullah SAW. Misal, dengan mengatakan: “Tersebab hadits ditulis jauh hari setelah Rasulullah SAW wafat, maka sangat mungkin terjadi kesalahan penulisan, disengaja ataupun tidak. Oleh karena itu, agar tak beresiko, tak perlu-lah kita bersandar kepada hadits. Akan aman, jika kita hanya mencukupkan berpegang kepada Al-Qur’an saja. Itu-pun tak perlu tafsir, sebab ketika menafsirkan Al-Qur’an, kita akan bersinggungan lagi dengan hadits yang meragukan itu.”
Maka, jika ada pernyataan seperti di atas itu, sekali-kali jangan diterima. Itu adalah kalimat munkar karena sama sekali tak berdasar.
Kepada yang berani ‘mengecilkan’ dan bahkan mengingkari sunnah / hadits, semestinya mereka takut akan ancaman Allah ini: Dan barang-siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali (QS An-Nisaa’ [4]: 115). []