Resensi buku oleh M. Anwar Djaelani, peminat masalah pendidikan yang aktif menulis artikel dan buku
Judul : Beginilah Rasulullah Saw Mengkader Umat
Penulis : Nashirul Haq
Penerbit : Pustaka Al-Kautsar – Jakarta
Terbit : November 2024
Tebal : xii + 216
inpasonline.com – Demi mengemban misi dakwah agar umat bisa menjalankan Islam secara kaffah, sejak awal Nabi Saw langsung mentarbiyah keluarga dan sahabatnya. Hasil tarbiyahnya tampak, yaitu berhasil melahirkan generasi terbaik sepanjang sejarah umat manusia.
Terkait, simak hadits ini: ”Sebaik-baik manusia adalah orang-orang yang hidup pada zamanku, kemudian orang-orang setelah mereka, kemudian orang-orang setelah mereka” (HR Bukhari).
Tarbiyah cara Nabi Saw memiliki sistim yang utuh dan lengkap. Hal itu telah dipraktikkan secara langsung oleh Nabi Saw dalam mendidik istri, anak, cucu serta para sahabat dan umat Islam seluruhnya (h. 210).
Secara umum, konsep tarbiyah dan dakwah Nabi Saw antara lain ada di QS Al-Jumu’ah [62]: 2, yang artinya: ”Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As-Sunnah). Dan, sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”
Tentu tak ada pilihan lain, dalam hal tarbiyah (pendidikan), teladan terbaik adalah Nabi Saw. Kita harus contoh, bagaimana Nabi Saw membina dan mengkader umat. Kita wajib tiru bagaimana Nabi Saw menjadikan umat sebagai generasi yang tangguh dalam menghadapi kehidupan.
Buku ini menyajikan semacam rekam jejak tentang bagaimana Nabi Saw dalam mendidik. Sebuah proses pendidikan, yang bisa melahirkan generasi kuat. Sebuah generasi yang menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pedoman dalam menjalankan segala aktivitas kehidupannya.
Gambaran Dasar
Sistim Tarbiyah Islam (pendidikan Islam) dibangun di atas landasan Al-Qur’an dan As-Sunnah sehingga memiliki pondasi yang sangat kuat. Konsepnya, meliputi segala aspek termasuk dan terutama yang bersifat implementatif.
Praktik tarbiyah telah diperankan langsung oleh Nabi Saw kepada keluarga, sahabat, dan umat selama 23 tahun. Nabi Saw berada di tengah-tengah mereka selama 24 jam dalam sehari-semalam. Nabi Saw nyaris tidak pernah absen dari kehidupan mereka (h. vii).
Hal itulah yang membuat sistim tarbiyah dalam Islam menjadi sempurna karena bersumber dari wahyu dan dipraktikkan oleh manusia paling mulia yaitu Muhammad Saw. Selanjutnya, merupakan tugas kita untuk menjadikannya sebagai teladan.
Buku ini hadir untuk menjadi referensi dalam menjalankan pendidikan agar umat bisa menjadi generasi yang memiliki iman kuat, akhlak mulia, ketekunan beribadah, ilmu yang luas, fisik yang sehat, mandiri, bertanggung jawab, serta cakap menjalankan setiap tugas yang diamanahkan kepadanya. Demikian, harapan sang penulis (h. viii).
Sistimatis dan Praktis
Buku ini berisi 5 bab. Bab I, Tarbiyah Islamiyah. Bab II, Aspek-Aspek Tarbiyah. Bab 3, Tarbiyah Berdasarkan Manhaj Nabawi. Bab III, Memahami Sistimatika Wahyu. Bab IV, Wasilah Tarbiyah. Bab V, Metode Tarbiyah Rasulullah Saw.
Pada masing-masing bab terdiri dari beberapa sub-bab. Di beberapa sub-bab ada beberapa pasal. Sistimatikanya, bagus.
Allah mengutus Nabi dan Rasul untuk mengemban misi mendidik dan mendakwahi keluarga, sahabat, dan lingkungan dari yang terdekat hingga masyarakat luas. Khusus Rasulullah Saw, sukses tarbiyahnya terbukti nyata. Bahwa dalam waktu yang relatif singkat berhasil mengantarkan orang-orang yang sebelumnya terpinggirkan menjadi orang-orang yang mulia, terhormat, dan pemimpin umat (h. 3).
Mengalir dan Aplikatif
Kita buka bab I, Tarbiyah Islamiyah. Apa itu tarbiyah islamiyah? Hal yang pasti, mengenal konsep tarbiyah islamiyah merupakan kebutuhan mendesak kapan pun. Langkah tersebut sangat penting sebagai upaya menjadikan seluruh dimensi pendidikan yang hadir dapat berkontribusi signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia yang unggul, kompetitif, dan tentu saja bervisi peradaban. Kita berharap, lewat tarbiyah islamiyah, hadir manusia yang cerdas secara intelektual sekaligus mulia secara akhlak (h. 5).
Kita buka bab II, Aspek-Aspek Tarbiyah. Di situ ada bahasan; Pertama, Tarbiyah Ruhiyah (Aspek Spiritual). Kedua, Tarbiyah Aqliyah (Aspek Keilmuan). Ketiga, Tarbiyah Jasadiyah (Aspek Jasmani). Keempat, Tarbiyah Idariyah (Aspek Kepemimpinan atau Manajerial). Kelima, Tarbiyah Ijtima’iyah (Aspek Sosial). Keenam, Tarbiyah Fardiah (Aspek Pembinaan Individu).
Adapun bab III, Tarbiyah Berdasarkan Manhaj Nabawi. Di sini ada tujuh sub-bab. Di sub-bab tiga dan empat memiliki beberapa tema bahasan.
Sekarang kita buka bab IV, Wasilah Tarbiyah. Bahwa, pendidikan tidak mungkin berjalan di ruang kosong tanpa dinamika manusia itu sendiri, baik sebagai subjek maupun objek pendidikan. Di sini, tarbiyah tidak bisa lepas dari wasilah atau perantara dan sarana.
Wasilah berasal dari bahasa Arab yang berarti segala sesuatu yang dapat mengantarkan dan mendekatkan kepada tujuan. Pembahasan dalam bab ini, mengupas beberapa wasilah. Sifatnya, berkelanjutan (h. 69).
Pertama, wasilah dengan keteladanan. Adapun yang dimaksud adalah keteladanan Nabi Saw, keteladanan da’i dan murabbi, keteladanan orang tua (h. 70-71).
Kedua, wasilah dengan nasihat yang baik.
Ketiga, wasilah dengan mendidik lewat kisah dalam Al-Qur’an.
Keempat, wasilah dengan perumpamaan dalam Al-Qur’an.
Kelima, wasilah dengan mempelajari biografi ulama.
Sekarang, kita berkonsentrasi pada wasilah keempat yaitu dengan pemisalan dalam Al-Qur’an. Bahwa, Al-Qur’an adalah sumber ilmu yang sangat luas yang tidak pernah habis dan kaya dengan metode pendidikan. Salah satunya dalam bentuk perumpamaan (amtsal / pemisalan).
Allah menyampaikan berbagai perumpamaan sehingga firman-Nya mampu menyentuh perasaan. Dengan itu, bisa mendidik jiwa dan membangkitkan semangat. Menurut penelitian para ulama, perumpamaan dalam Al-Qur’an ada 169 ayat yang tersebar di 50 Surat (h. 78).
Adapun manfaat metode perumpamaan adalah: 1).Mempermudah pemahaman. Hal ini karena, kata Ibnu Qayyim, menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain serta mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang inderawi (h. 79).
Perumpamaan dalam Al-Qur’an memang banyak menggunakan unsur-unsur alam atau cenderung bersifat kauniyah (kejadian alam). Hal ini sekaligus menuntut adanya kajian dari sisi ilmu pengetahuan agar pesan Allah tersebut terkupas tuntas tanpa menyisakan keraguan di dalamnya (h. 81).
Berikut ini, sekadar dua contoh. Pertama, simak QS Al-Baqarah [2]: 261 yang artinya: ”Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat-gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Kedua, perhatikan QS Al-A’raaf [7]: 176 yang artinya: ”Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.”
Berikut ini, kita berkonsentrasi kepada wasilah yang kelima, yaitu dengan mempelajari biografi ulama. Biografi adalah tulisan yang mengisahkan riwayat hidup seseorang, dimulai dari lahir hingga wafat. Di dalamnya terdapat beragam kiprah dan prestasi serta legacy (warisan) yang berhasil dihadirkan bagi kehidupan banyak orang. Perjalanan hidup itu ditulis oleh orang lain (h. 82).
Lengkap dan Lengkap
Buku ditutup dengan bab V, Metode Tarbiyah Rasulullah Saw. Di bab ini, ada 25 metode (h. 87-209). Berikut ini sekadar menyebut beberapa di antaranya.
1).Dialog dan Diskusi. 2).Monitoring Aktivitas Harian. 3).Memulai dari Diri Sendiri. 4).Memotivasi untuk Berlomba dalam Kebaikan. 5).Menasihati dan Menegur di Kala Sepi. 6).Menyanjung dan Memberi Apresiasi yang Pantas.
Juga, ini: 7).Mendidik untuk Berjuang dan Berkorban. 8).Mendidik untuk Memiliki Idealisme yang Tinggi. 9).Mendidik Sabar dalam Menghadapi Ujian. 10).Mendidik untuk Berakhlak Mulia. 11).Mengasah Kecerdasan dengan Pertanyaan.12).Mendidik untuk Saling Menasihati.
Kita buka metode Mendidik untuk Berakhlak Mulia (h. 153). Bahwa, masyarakat yang baik adalah masyarakat yang menjunjung tinggi akhlak. Banyak peristiwa dalam peradaban manusia yang membuktikan kehancuran suatu masyarakat karena buruknya akhlak mereka. Bahkan, kerusakan akhlak menjadi penyebab utama kemurkaan dan azab Allah kepada suatu kaum.
Dalam Islam, akhlak mulia merupakan persoalan mendasar yang harus menjadi landasan pada setiap aktivitas muamalah dan interaksi sesama manusia. Sebagai Uswah Hasanah, Nabi Saw telah mendidik keluarga dan para sahabatnya dengan cara memberi teladan dengan akhlak mulia yang merupakan buah dari akidah yang benar. Akhlak yang diajarkan Nabi Saw berlaku untuk semua kalangan. Hal ini, karena misi diutusnya Nabi Saw adalah untuk memperbaiki akhlak manusia (h. 153).
Penting dan Perlu
Buku ini berharga. Buku ini tepercaya karena ditulis oleh orang yang tepat. Riwayat pendidikannnya, dari pendidikan dasar sampai S3, meyakinkan. Dia aktivis Hidayatullah sebelum pada akhirnya menjadi Ketua Umum-nya.
Dengan demikian, terkait berbagai kelebihan yang dimiliki buku ini maka meski ada kekurangan kecil di dalamnya, menjadi sesuatu yang sangat mudah segera dilupakan. Misal, di halaman 75 ada tertulis ”inteletkual”. Mestinya, ”intelektual”. Di halaman 174 tertulis 75 ”Fintah”. Seharusnya, ”Fitnah”.
Jadi, selamat membaca! Selamat mereguk ilmu yang bermanfaat. Mari didik keluarga, masyarakat, dan umat sedemikian rupa mereka menjadi kader Islam yang kuat. []