Monumental As-Syuro’

Monumental As-Syuro’

Hari Asyuro’ bagi umat Islam adalah hari yang sangat menumental, dimana pada hari itu menurut keterangan Dr. As-Sayyid Alawi al-Maliki dengan sandaran yang jelas :

  1. Allah SWT menurunkan Nabi Adam as ke dunia, Allah SWT menerima taubat Nabi pertama itu akibat kesalahannya memakan buah terlarang..
  2. Berlabuhnya perahu Nabi Nuh as di Bukit Al-Judiyyi (terletak di Armenia sebelah Selatan, berbatasan dengan Mesopotamia).
  3. Serta kemenangan Nabi Musa as dan tenggelamnya Fir’aun.

Amalan utama untuk memperingati peristiwa-peristiwa besar tersebut menurut Nabi Muhammad SAW adalah berpuasa. Puasa Asyuro’ menurut Beliau SAW bernilai menghapus dosa (baa : dosa-dosa kecil) setahun yang telah berlalu.

Keutamaan puasa Asyuro’ menjadi sangat jelas bila sejarah Tasyri’-nya yang terbagi menjadi empat fase ditelusuri :

  1. Fase di Mekkah sebelum hijrah. Nabi SAW secara rpbadi telah berpuasa Asyuro’ tanpa memerintahkan satupun sahabat melakulannya. Dan memang periode Mekkah orientasi utamanya adalah penanaman akidah.
  2. Fase kedua, ketika Beliau SAW pertama kali menginjakkan kaki di Madinah. Beliau SAW mendapati orang-orang Yahudi melakukan puasa Asyuro’untuk memperingati kemenangan Nabi Musa as atas Fir’aun, maka Beliau SAW bersabda, “Aku lebih berhak terhadap kemenangan Nabi Musa daripada kalian, wahai orang-orang Yahudi.” Lalu Beliau SAW perintahkan para sahabat untuk puasa Asyuro’.

Menurut ulama Ushul Fiqih, suatu perintah bila tidak mengarah kepada sunnah berarti wajib. Dengan demikian, puasa yang diwajibkan pertama kali dalam Islam adalah puasa Asyuro’. Hal ini diperkuat bahwa Nabi SAW memerintahkan seseorang dari Bani Aslam untuk mengumumkan : “Barangsiapa telah makan, maka berpuasalah (di sisa harinya), dan barangsiapa belum makan, maka berpuasalah, karena hari ini hari Asyuro.” (HR. Bukhari Muslim).

  1. Fase ketiga, setelah turun kewajiban puasa Ramadhan pada bulan Sya’ban tahun ke-2 Hijriyah. Pada saat  itu puasa Asyuro’ berubah hukum menjadi mubah, berdasarkan hadits : “Barangsiapa suka, hendaklah ia berpuasa dan barangsiapa suka hendaklah ia berbuka.” (HR. Bukhari Muslim). Dalam hal ini, puasa Asyuro’ telah memberikan pendidikan pra puasa yang bernilai besar sehibgga menjadikan ibadah puasa Ramadhan sebulan penuh bagi sahabat tidak terasa berat.
  2. Fase terakhir, hukum puasa Asyuro’ adalah sunnah muakkad dan dianjurkan berpuasa satu hari sebelum atau sesudahnya agar berbeda dengan praktek Yahudi. Rasulullah SAW telah berazzam kuat untuk melakukan puasa Tasu’a (tanggal 9 Muharam), namun Beliau SAW keduluan wafat. Pada fase ini diterangkan nilai puasa Asyuro’ menghapus dosa setahun lampau.

Hari Asyuro’ adalah momentum yang tepat sekali untuk bertaubat dan kembali kepada Allah SWT, melakukan istighfar (berharap ampunan); itulah intinya, tidak sekedar membacanya di lisan namun menerapkan/melaksanakan dalam kehidupan nyata. Demikianlah dahulu dilakukan oleh Nabi Adam as, Nabi Nuh as, Nabi Musa as, dan Nabi Yunus as.

Istighfar sendiri dimaklumi memiliki dua dimensi : dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Dimensi vertikal yakni dengan mengakui segala kesalahan yang berkaitan dnegan keteledoran kepada Allah SWT. Sedangkan dimensi horizontal erat kaitannya dengan mengakui segala kesalahan yang dilakukan kepada sesama manusia berikut lingkungannya.

Amalan-amalan lain yang utama dilakukan di hari Asyuro’ adalah :

  1. Memberikan nafkah yang lebih banyak daripada biasanya, bagi suami kepada istrinya.
  2. Bershodaqoh.
  3. Mengasihani anak yatim.

Akhirnya melihat keutamaan di atas, bisa jadi hari Asyuro’ merupakan salah satu dari hembusan-hembusan (nafahat) Allah Arrahman, maka hendaklah hembusan itu disambut dengan perasaan gembira dan niat sungguh-sungguh (shidqun niat). Sebab, barangsiapa yang mendapatkan hembusan itu, ia tidak akan celaka selamanya (HR. Thabarani).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *