Pernyataan Sikap dan Rekomendasi MUI Jawa Timur dan Kab/Kodya Se Jatim (1)

Pernyataan Sikap dan Rekomendasi MUI Jawa Timur dan Kab/Kodya Se Jatim (1)

Ia selanjutnya memaparkan fenomena yang miris di salah satu institut seni di Jakarta. Di institut seni tersebut, masih ada mata kuliah yang mewajibkan mahasiswa melukis perempuan telanjang. Si perempuan dibawa ke kampus, lalu dilukis beramai-ramai. Bagi mereka, semua nilai itu relatif, tidak ada baik dan buruk, pornografi dan pornoaksi sekalipun.

Menurut pandangan Relativisme, kebenaran fundamental agama dipandang sekedar teoritis. Kebenaran absolut dinegasikan dan nilai-nilai relatif diterima. Tidak ada satu kepastian. Konsekuensinya, adalah penegasian Tuhan dan akhirat, dan menempatkan manusia sebagai satu-satunya yang berhak mengatur dunia.

Dr. Adian menjelaskan bahwa berbagai problem kemanusiaan pun muncul sebagai hasil kacaunya nilai-nilai. “Ini adalah Gene Robinson, seorang homoseks yang diangkat menjadi uskup. Gereja akhirnya melegitimasi homseksualitas demi penghormatan kepada Hak Asasi Manusia,” jelas Dr. Adian sambil memperlihatkan slide berupa gambar seorang uskup berjubah besar dan memegang tongkat. Dr. Adian mengatakan  bahwa Relativisme yang menjadi sendi peradaban Barat ternyata memiliki latar belakang sejarah yang kelam. Sejarah kelam ini kemudian meninggalkan trauma berkepanjangan sehingga nilai-nilai sekular-liberal menjadi harga mati bagi Barat. Dahulu, lembaga gereja terlalu berkuasa. Mereka membentuk dewan inquisisi yang bertugas menyiksa dan menghukum mati orang-orang yang dianggap menentang gereja dan nilai-nilainya. Dan kini, orang-orang Barat seakan ingin membalikkan semua masa lalunya, dengan mengumbar kebebasan dan anti agama (Kar)

Pernyataan Sikap dan Rekomendasi MUI Jawa Timur dan Kab/Kodya Se Jatim (1)

A.    Terkait Dengan Penanganan Masalah Terorisme

  1. Pola dan tata hubungan dunia yang tidak adil telah memunculkan bentuk baru imperialisme dan kolonialisme global yang melahirkan ketidakadilan, ketidakharmonisan dan kesengsaraan bagi sebagian besar umat manusia di dunia. Kenyataan ini telah memicu reaksi sebagian warga masyarakat dunia yang diantaranya memunculkan aksi terorosme.
  2. Pasca peristiwa 11 September 2001, terorisme menjadi agenda utama dalam kancah politik internasional. Dalam berbagai hal telah digunakan untuk mengalihkan perhatian dunia internasional dari akar masalahnya, yaitu ketidakadilan global, menjadi sekedar masalah terorisme.
  3. Sebagian besar umat Islam menyadari bahwa sesungguhnya terorisme adalah suatu bentuk aksi kejahatan dan kekerasan yang tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. Namun dalam pengembangannya, umat Islam merasakan imbas besar dalam masalah terorisme, seperti tersekatnya bantuan kepada lembaga-lembaga sosial dan pendidikan Islam (Pondok Pesantren), terciptanya sikap curiga terhadap organisasi/lembaga pendidikan Islam, dan lain-lain.
  4. Ada kesan bahwa isu terorisme hanya ditujukan kepada kelompok Islam saja, sedangkan apa yang dilakukan Amerika Serikat dan sekutunya terhadap Afganistan dan Iraq pada prinspinya juga terorisme, demikian pula yang juga dilakukan Israel terhadap Palestina. Karena itulah dunia Islam harus memiliki persepsi yang sama terhadap masalah ini, sehingga bisa mengambil langkah-langkah bersama.
  5. Indonesia yang merupakan negara berpenduduk mayoritas muslim kenyataannya juga tidak luput dari sasaran aksi terorisme, sehingga perlu ada penanganan mendasar dan terpadu, khususnya dalam hal pencegahan yang melibatkan unsur pemerintah dan elemen masyarakat terutama ormas Islam.
  6. Mengharap kepada pemerintah, khususnya TNI dan POLRI untuk melakukan tindakan yang adil dan proporsional di dalam mengatasi persoalan terorisme, serta menghindari adanya tindakan-tindakan yang justru menimbulkan ketegangan baru di masyarakat, seperti pengintaian terhadap aktivitas da’wah, mencurigai secara berlebihan terhadap penggunaan simbul-simbul ke-Islaman, dsb.
  7. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, kami sangat mendukung pernyataan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (KAPOLRI) dan Menteri Agama Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa POLRI tidak akan melakukan pengawasan dan penelitian kegiatan da’wah dan khutbah serta pengajian yang dilaksanakan masyarakat sehubungan dengan upaya pemberantasan terorisme, karena pembinaan da’wah, khutbah dan pengajian telah dilakukan oleh Departemen agama.
  8. Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat tentang apa dan bagaimana terorisme itu. Disamping itu terorisme harus ditelusuri dan digali sampai ke akar-akarnya, jangan hanya dilandasi oleh kecurigaan yang diikuti dengan pengawasan terhadap pondok pesantren, majelis ta’lim dan tempat kajian Islam.
  9. Dalam upaya memotong akar terorisme, meminta kepada pemerintah Indonesia untuk terus berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata. Secara eksternal mengupayakan dan mendorong para pemimpin dunia menciptakan tatanan dunia yang adil untuk mengakhiri ketidakadilan global.
  10. Terhadap kelompok masyarakat yang masih diduga terkait dengan jaringan terorisme serta terhadap keluarga tersangka terorisme perlu dilakukan pendekatan secara persuasif yang bersifat penyadaran dan menghindari tindakan represif yang justru dapat memperteguh jaringan terorisme.
  11. Untuk mewaspadai gerakan terorisme yang dapat merugikan Islam sendiri, meminta kepada para ulama dan pemimpin Islam untuk memahamkan umat Islam tentang konsep jihad dalam Islam secara benar, dan bahwa terorisme berbeda dengan jihad.
  12. Pesantren agar tetap terus mengembangkan pendidikan Islam yang menekankan hakekat Islam yang rahmatan lil ’aalamin dan menghindari masuknya pemikiran yang menyimpang.
  13. Menyerukan kepada umat Islam agar tidak mudah terpancing profokasi kelompok orang yang tidak bertanggungjawab, dan tetap menjaga kerukunan umat, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan negara.
  14. Pemerintah diminta mengambil sikap tegas, tidak hanya terhadap radikalisme agama, tetapi juga liberalisme agama, karena liberalisme agama juga menjadi pemicu munculnya radikalisme agama yang bisa mengarah pada kegiatan terorisme.

B.    Terkait Dengan Pemberitaan Kasus Flu Babi (H1N1) Yang dikaitkan dengan Pesantren

  1. Kami sangat menyesalkan adanya pemberitaan secara besar-besaran oleh media massa yang tanpa didukung oleh data yang valid dan dapat dibuktikan kebenarannya menyatakan bahwa banyak korban flu Babi (H1N1) adalah dari kalangan pesantren.
  2. Adanya pemberitaan tersebut terkesan tendensius dan terlalu didramatisir, sehingga merugikan terhadap eksistensi pondok pesantren. Karena itu kami meminta kepada kalangan media untuk melakukan pemberitaan yang proporsional dan tidak tendensius terhadap kasus tersebut.
  3. Mendorong kepada masyarakat pesantren untuk selalu berupaya memelihara kebersihan diri dan lingkungannya serta membudayakan cara hidup yang sehat, sehingga tidak mudah terjangkit penyakit yang dapat merugikan diri sendiri.
  4. Meminta kepada pemerintah untuk menertibkan dan membatasi peternakan babi serta menjauhkan lokasi peternakan dari pemukiman penduduk, mengingat dalam beberapa penelitian, kasus flu termasuk flu burung, dapat menular pada manusia setelah melalui babi.

C.    Terkait Dengan Pornografi di antaranya Kasus Pengiriman Kontertan Indonesia ke ajang  Miss Universe dan Miss World

  1. Sejak era sebelum reformasi upaya pengiriman kontestan Indonesia ke ajang kontes ratu dunia (Miss Univesrse dan Miss World) selalu mendapat penolakan dari pemerintah dengan pertimbangan bahwa dalam ajang kontes tersebut terdapat sesi penilaian yang mengharuskan peserta mengenakan pakaian bikini di tempat terbuka, yang hal ini bertentangan dengan Falsafah Pancasila, UUD 45 dan kultur masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim.
  2. Akhir-akhir ini sikap pemerintah semakin permisif dan mengijinkan pengiriman kontestan Indonesia ke ajang kontes ratu dunia (Miss Univesrse dan Miss World), hal ini memperlihatkan adanya pergeseran paradigma dan nilai yang dianut pemerintah yang merupakan imbas liberalisme budaya.
  3. Sikap pemerintah yang semakin permisif tersebut, ternyata telah diikuti oleh kalangan media yang dengan sengaja berani menampilkan  pose kontestan Miss Universe dengan bikini, sebagaimana diperlihatkan oleh Jawa Pos (18 Agustus 2009) halaman pertama (terlampir), padahal ini jelas merupakan bentuk pornografi yang bertentangan dengan undang-undang. Dan penayangan tersebut jelas mencederai kehidupan umat beragama di Indonesia yang mayoritas muslim.
  4. Pada prinsipnya kegiatan kontes ratu dunia (Miss Univesrse dan Miss World) dimana terdapat sesi penilaian yang mengharuskan peserta mengenakan pakaian bikini di tempat terbuka jelas bertentangan dengan Falsafah Pancasila, UUD 45, kultur Indonesia yang mayoritas muslim dan merupakan eksploitasi terhadap kaum wanita, melecehkan serta merendahkan harkat dan martabat kaum wanita.
  5. Pengiriman kontestan Indonesia ke ajang kontes ratu dunia (Miss Univesrse dan Miss World) dengan dalih mengharumkan nama bangsa merupakan alasan yang tidak tepat, mengada ada dan sangat dipaksakan. Masih banyak cara lain yang lebih terhormat untuk mengharumkan nama bangsa yang dilakukan dengan cara cara yang sejalan dengan Falsafah Pancasila, pembukaan UUD 45 dan kultur masyarakat Indonesia serta tidak merendahkan martabat wanita.
  6. Meminta kepada Majelis Ulama Indonesia Pusat untuk mendesak kepada pemerintah agar meninjau kembali persetujuan pengiriman kontestan Indonesia ke ajang kontes ratu dunia (Miss Univesrse dan Miss World) tersebut dan segera menindaklanjuti UU Pornografi dengan penerbitan PP terkait dengan pornografi serta peraturan pelaksanaannya.

D.    Terkait Dengan Fatwa MUI Kabupaten Sumenep Menyikapi Maraknya Pengemis

  1. Fatwa MUI Kabupaten Sumenep pada dasarnya merupakan jawaban atas pertanyaan pemerintah Kabupaten Sumenep menyikapi fenomena sekelompok warga di wilayah Kabupaten Sumenep yang mempunyai tradisi mengemis dan menjadikan mengemis sebagai mata pencahariannya.
  2. Mendukung Fatwa MUI Kabupaten Sumenep yang menyatakan bahwa mengemis yang dilakukan sebagai pekerjaan, profesi, budaya dan bukan karena keterpakasaan hukumnya haram.
  3. Meminta kepada kalangan media untuk membuat pemberitaan yang proporsional dalam segala hal termasuk dalam kasus fatwa pengemis, karena pemberitaan yang tidak utuh bisa menimbulkan distorsi informasi, dapat menimbulkan keresahan dan polemik yang tidak perlu, serta dapat merugikan MUI.
  4. Meminta kepada warga masyarakat, khususnya kalangan cendikiawan untuk selalu melakukan tabayyun dalam menyikapi pemberitaan di media, lebih-lebih akan membuat pernyataan, komentar atau tanggapan terhadap berita tersebut.

E.    Terkait Dengan Pembagian Zakat

  1. Meminta kepada para aghniya’/muzakki untuk menghindari cara pembagian zakat/shadaqah yang demonstratif antara lain dengan mengundang fakir miskin secara terbuka, selain itu juga meminta kepada kalangan non muslim, juga lembaga-lembaga lain untuk menghindari cara pembagian santunan fakir miskin yang demonstratif, karena cara-cara tersebut merupakan eksploitasi terhadap kemiskinan yang tidak manusiawi serta berpotensi menimbulkan kerawanan.
  2. Meminta kepada kalangan non muslim untuk tidak memanfaatkan momen kegiatan umat Islam dengan mengadakan kegiatan serupa seperti pembagian santunan bersamaan dengan momen pembagian zakat, mengadakan kegiatan buka bersama, dsb. Karena hal tersebut bisa menjadi sumber konflik dan justru kontra produktif terhadap upaya memelihara kerukunan hidup antar umat beragama.
  3. Untuk menghindari adanya kerawanan-kerawanan, menganjurkan kepada para aghniya’/muzakki untuk mempercayakan penyerahan zakat, infaq dan shadaqahnya kepada lembaga-lembaga pengelola zakat, infaq dan shadaqah yang dipercaya, atau menyerahkan langsung kepada mustahiq dengan cara mendatangi mereka.
  4. Meminta kepada pemerintah untuk melakukan penyempurnaan terhadap undang-undang zakat yang tidak hanya mengatur tentang lembaga pengelolaan zakat, tetapi juga kepada orang yang berzakat (muzakki).

F.     Terkait dengan perayaan tahun baru (tahun baru Masehi).

  1. Pergantian tahun pada dasarnya merupakan sunnatullah yang seharusnya digunakan sebagai momem untuk melakukan muhasabah (koreksi diri) atas kekeliruan yang telah dikerjakan di masa lalu serta mensyukuri atas prestasi yang telah diraih.
  2. Namun saat ini perayaan tahun baru sering kali diisi dengan kegiatan hura-hura seperti konvoi muda mudi dan sebagainya, hal tersebut merupakan perbuatan yang melampaui batas dan berpotensi menimbulkan kerawanan.
  3. Meminta kepada pemerintah untuk mengupayakan perayaan tahun baru yang lebih khidmah dengan mengisi kegiatan yang positif serta menghindari  dari kesan hura-hura.
  4. Meminta kepada para ulama dan tokoh masyarakat untuk memberikan pengarahan kepada masyarakat agar menggunakan perayaan tahun baru sebagai momen melakukan muhasabah, bukan untuk melakukan kegiatan hura-hura.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *