Imam Jalaluddin Al-Suyuthi, Lahir di Antara Buku-Buku

Oleh : Kartika Pemilia Lestari

 Imam Jalaluddin Al-Suyuthi merupakan salah satu ulama dan ilmuwan Islam terkemuka. Nama besarnya tidak asing di kalangan sarjana Ulumul Qur’an sebab kitabnya yang fenomenal, Al-Itqon fi Ulumil Qur’an, merupakan kitab Ulumul Qur’an terbaik  yang pernah dikarang oleh ulama Islam.

Nama lengkapnya adalah Abdul Rahman bin Al-Kamal Abu Bakr bin Muhammad bin Sabiq Al-Din bin Al-Fakhr Utsman bin Nashir Al-Din Muhammad bin Sa’if Al-Din Khadhr bin Ibnu Najmuddin Abu Ash Shalah Ayyub bin Nashir Al-Din Muhammad bin Al-Saikh Imam Al-Din Al-Suyuthi. Ia dijuluki Jalaluddin dan diberi kunyah Abu Al-Fadhl atas dasar keilmuan dan keutamaannya. Nama akhirnya Al-Suyuthi atau Al-Asyuthi, dinisbatkan pada Asyuth, nama sebuah daerah tempat asal orang tuanya. Ia pun diberi gelar Ibnu Al-Kutub karena dilahirkan di antara buku-buku milik ayahnya dan karena ketika ia lahir, ia diletakkan ibunya di atas buku.

            Imam Al-Suyuthi dilahirkan pada tahun 849 H dan meninggal pada tahun 911 H. ia hidup di lingkungan yang penuh dengan keilmuan serta ketakwaan. Kedua matanya terbuka pada keilmuan dan ketakwaan karena ayahnya tekun mengajarkan membaca Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan. Ketika ayahnya meninggal pada tahun 855 H, ia telah hapal Al-Qur’an sampai surat Al-Tahrim padahal usianya masih kurang dari 6 tahun, dan ketika usianya kurang dari 8 tahun, ia telah menghapal seluruh Al-Qur’an. Setelah ayahnya meninggal, ia dibimbing oleh Muhammad bin Abd Al-Wahid sampai usia 11 tahun. Dalam usianya yang relatif muda, ia telah mampu menghapal beberapa kitab, seperti Al-Tanbih, Al-Hawi, Al-Tahdib, dan Al-Raudhah.

            Ketika menuntut ilmu, Imam Al-Suyuthi tidak hanya belajar di satu tempat, tetapi banyak melakukan perjalanan ilmiah ke berbagai negara untuk menemui ulama-ulama besar. Negara-negara yang telah dikunjunginya adalah Mesir, Syam, Yaman, India, Takrur, dan Hijaz. Adapun tempat-tempat yang telah dikunjunginya di Mesir adalah Al-Fayum, Dimyat, Al-Mahalah, dan lain-lain.

            Pada tahun 869 H, Imam Al-Suyuthi pergi berhaji ke Mekkah, kemudian kembali ke Kairo. Di sana ia mengajar Ilmu Fiqih sampai tahun 872 H. Ia kemudian diangkat sebagai guru besar di sekolah Al-Syaikhuniyyah, jabatan yang pernah diduduki oleh almarhum ayahnya. Jabatan itu diberikan kepadanya atas rekomendasi seorang ulama besar di Kairo, yaitu Syaikh Al-Bulqani. Pada tahun 891 H, ia pindah ke sekolah yang lebih terkenal, yaitu sekolah Al-Baibirsiyah. Namun tidak berapa lama kemudian , tepatnya tahun 906 H, ia mengundurkan diri dari jabatannya karena difitnah telah mengkhianati amanah barang-barang inventaris sekolah. Beberapa kali ia ditawari untuk menduduki jabatan itu kembali setelah terbukti tidak bersalah, tetapi tidak sedikit pun ia berkeinginan lagi menduduki jabatan itu.

            Imam Al-Suyuthi tidak hanya menguasai satu macam ilmu, tetapi ia menguasai tujuh macam ilmu, yakni tafsir, hadits, fiqih, nahwu, ma’ni, bayan, dan badi. Ia juga telah menghasilkan banyak kitab yang diperkirakan jumlahnya mencapai 561 kitab. Sebagian besar kitabnya termasyur di seluruh dunia, baik di Timur maupun di Barat. Hal ini dapat dipahami karena ia menguasai berbagai ilmu dan kegiatan menulisnya telah ia mulai sejak berusia 17 tahun.

            Dalam kitabnya, Turjuman Al-Qur’an fi Tafsir Al-Musnad, Imam Al-Suyuthi mengumpulkan hadits-hadits yang menafsirkan Al-Qur’an. Sayangnya, kitab itu belum ditemukan sampai sekarang. Walaupun demikian, ringkasannya dapat dilihat dalam karangannya yang lain, yakni kitab Al-Durr Al-Mantsur fi Al-Tafsir Al-Matsur. Kitab itu dicetak untuk pertama kalinya di Kairo pada tahun 1314 H dalam enam jilid.

            Kitabnya yang lain adalah Fi Mathamat Al-Aqran fi Mubhamat Al-Qur’an. Kitab ini dicetak di Bulaq pada tahun 1384 H dan di Kairo pada tahun 1309 dan 1310 H. ketika mengarang kitab Lubab Al-Nuqul fi Asbab Al-Nuzul, ia berpegang kepada kitab Asbab Nuzul Al-Qur’an karangan Al-Wahidi, dan memberikan beberapa tambahan tersendiri yang diambilnya dari hadits dan tafsir. Kitab ini pertama kali cetak tahun 1290 H dan telah mengalami beberapa kali naik cetak. Sebuah kitab yang ia sempurnakan dari kitab yang telah ditulis oleh Al-Muhalla adalah Tafsir Al-Jalalain. Kitab itu disempurnakannya selama 40 hari dan ditulis pada tahun 870 H. kitab ini pun telah berulangkali dicetak dan dicetak untuk pertama kalinya di Bombay pada tahun 1869 H. Ada sebuah kitab tafsir yang belum diselesaikannya, yaitu hanya muqaddimahnya saja. Kitab tersebut berjudul Majma Al-Bahrain wa Mathla Al-Badrain. Kitabnya yang lain berjudul Al-Takhbir fi Ulum Al-Tafsir ditulisnya dengan berpegang kepada kitab Al-Burhan fi Ulumil Qur’an karya Al-Zarkasyi.

            Dalam kitabnya Jami Al-Masanid atau disebut juga Jam’ Al-Jawami atau Al-Jami Al-Kabir, Imam Al-Suyuthi menghimpun hadits-hadits Nabi Muhammad SAW. Ringkasan kitab ini kemudian ia tulis dalam kitabnya yang diberi judul Al-Jami Al-Shaghir fi Hadits Al-Basyir Al-Nadzir. Kitab ini kemudian diberi penjelasan oleh Abdurrahman Al-Manawi (w. 1032 H). Cetakan pertamanya tahun 1286 H di Bulaq. Kitab ini lalu disusun berdasarkan urutan huruf hija’iyyah oleh Al-Muttaqi Al-Hindi yang diberi judul Minhaj Al-Ummal fi Dunnah Al-Aqwal wa Al-Afal.

            Al-Itqon fi Ulumil Qur’an, adalah sebuah kitab fenomenal yang dihasilkan dari pemikiran cemerlang Imam Al-Suyuthi, dan telah dicetak beberapa kali di berbagai tempat. Kitab ini pertama kali dicetak di Kalkuta tahun 1271 H dan terakhir pada tahun 1387 H/1967 M oleh percetakan Thaba’ah Al-Hai’ah Al-Mishriyyah li Al-Kitab dan diedit oleh Muhammad Al-Fadhl Ibrahim. Editor berkomentar bahwa kitab ini merupakan rantai emas dalam rangkaian kitab-kitab yang membahas studi Al-Qur’an, karangan terbagus, terlengkap, bermanfaat, dan memuat masalah-masalah yang tidak dimuat oleh kitab lain.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *