Kairo – Jaksa Agung Mesir, Abdel-Meguid Mahmoud, semalam melarang mantan Perdana Menteri, Ahmed Nazif dan beberapa mantan menteri meninggalkan negeri itu.
Instruksi yang dikeluarkan sehari setelah Presiden Hosni Mubarak meletakkan jabatan itu bertujuan mencegah mereka melarikan diri atas tuduhan korupsi.
Abdel-Meguid Mahmoud juga melarang bekas Menteri Dalam Negeri yang dibenci oleh demonstran, Habib al-Adly melakukan perjalanan. Bhkan aset di juga dibekukan. Kedua menteri tersebut dipecat bersama anggota kabinet lainnya dalam usaha Mubarak untuk meredakan kemarahan demonstran.
Kantor berita pemerintah, Mena, melaporkan bahwa pembekuan aset itu ditujukan kepada Adly dan keluarganya karena ada kaitan dengan transfer sekitar empat juta pound Mesir (RM2.09 juta) oleh seorang kontraktor swasta ke dalam rekening pribadinya.
Jaksa Agung ikut mengarahkan Kementerian Luar untuk membekukan aset beberapa bekas menteri dan jutawan baja, Ahmed Ezz, seorang pejabat senior dalam Partai Demokratik Nasional (NDP) pimpinan Mubarak.
Mahmoud mengumumkan larangan perjalanan dan pembekuan aset atas beberapa bekas pejabat pada 3 Februari lalu, tetapi sampai semalam belum jelas apakah larangan itu masih berlaku atau tidak setelah pengunduran diri Mubarak.
Mereka yang diselidiki termasuk Ezz, bekas Menteri Perumahan Ahmed al-Maghrabi dan bekas Menteri Perdagangan dan Industri, Rashid Mohammed Rashid. Rashid, yang kini berada di luar negeri, pada minggu lalu mengatakan akan pulang ke Mesir untuk menghadapi tuduhan apapun.
Kemarin, Mubarak melepaskan jabatannya dan memberikan mandat kepada Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata Mesir setelah protes rakyat selama 18 hari yang sebagian didorong oleh pernyataan korupsi yang merajalela dalam pemerintahannya.
Kemarahan demonstran sebagian ditujukan kepada Adly dan pasukan polisi yang berada di bawah kementeriannya, yang telah dituduh melakukan penyiksaan dan penganiyaan kepada para penentang pemerintah.
Meski kini Mubarok sudah tidak berkuasa, namun ada perasaan kekhawatiran pada sejumlah besar rakyat Mesir tentang masa depan mereka. Apalagi nasib mereka kini di tangan majelis tertinggi militer yang mengurus pemerintahan sebelum pemilu.
Kekhawatiran itu diluapkan saat rakyat Mesir memenuhi jalan, menari, meneriakkan slogan merdeka sambil mengibar-gibarkan bendera untuk malam kedua berturut-turut merayakan pengunduran presiden yang telah memerintah Mesir dengan tangan besi hampir 30 tahun.
Beberapa jalan utama di wilayah bisnis ditutup oleh mereka yang berkumpul dan merayakan secara massal sambil bermain kembang api dan cahaya laser.
Perintah di rumah masih diberlakukan oleh militer meski waktunya pendek yaitu dari jam 12 tengah malam sampai 6 pagi. Sebelumnya peraturan itu berlaku dari jam 8 malam sampai 6 pagi. Di simpang jalan yang sesak, ada dua anggota berpakaian seragam yaitu polisi dan tentara mengontrol lalu lintas.
Minggu ini rakyat Mesir mulai bekerja kembali sehingga jalan-jalan mulai macet. Pos kontrol militer di sebelah hotel juga telah bubar dan tidak ada lagi.
Sedang di kawasan Tahrir semalam, pemeriksaan oleh petugas keamanan masih ada tetapi tidak seketat sebelum kejatuhan Mubarak. Tentara dalam dua tank juga masih berada di akses utama tetapi terlihat santai dan memperlakukan permintaan orang banyak untuk gambar di atas tank.
Sekelompok anak muda yang merupakan pelajar dan mahasiswa menjalankan aktivitas membersihkan area sekitar Tahrir. Mereka membawa sapu dan plastik sampah, sebagai simbol hari baru di Mesir. Ada yang memakai banner yang ditempelkan di baju ‘Maaf atas gangguan, kami sedang membangun kembali Mesir’.
Grup demonstran juga menari-nari di sekitar lapangan dan di pentas utama Tahrir. Para pemimpin demonstran memberikan ucapan ke setiap orang. Mereka memberitahu ingin tetap berada di lapangan Tahrir sehingga pemerintah publik yang bebas dan terpilih berhasil dibentuk.
Pada sore sebelumnya, ada acara memperingati demonstran yang terbunuh. Orang-orang menabur bunga di atas batu besar yang menjadi benteng keamanan di situ.
Tamer Khyrat, 30, berasal dari daerah Giza bergabung dengan demonstrasi di Tahrir sejak seminggu yang lalu dan hari ini mau pulang ke kampungnya untuk beristirahat. ”Hari ini adalah hari yang hebat bagi semua rakyat Mesir. Hari ini kita bergembira. Tetapi saya tidak pasti apa akan terjadi esok dan hari-hari yang akan datang. ‘Karena setelah Mubarak, kami belum ada calon presiden baru. Namun saya percaya militer akan memenuhi janji mereka untuk memperbaiki rakyat, “katanya.
Temannya, Al-Rahman, 22, juga berharap rakyat Mesir tetap bersatu setelah berhasil mengakhiri penguasaan Mubarak. ”Jangan sampai nanti ketika berebut kekuasaan dalam pemilu, negara ini menjadi kucar-kacir. Hargailah pengorbanan syahid-syahid di dataran ini. Janganlah sia-siakan pengorbanan mereka, “katanya.
Seorang pemilik toko, Hussayn juga mengambil bersikap realistis terhadap konflik di negaranya itu. ”Sudah tiga minggu area perjalanan tidak dikunjungi wisatawan. Bisnis saya dan semua di area ini terpengaruh. Saya gembira dengan apa yang terjadi karena tidak ada pertumpahan darah. Tetapi saya tidak pasti apakah saya gembira dengan pengunduran Mubarak sebab kita tidak ada calon pengganti yang sehebat dia, “katanya.
Menurutnya, untuk kaum pedagang seperti dirinya, kiat paling kritis bagi mereka adalah bagaimana dapat mempertahankan kesinambungan hidup dari ketiadaan wisatawan akibat perlawanan Mubarak beberapa minggu ini. (AFP/ut/r)