Kabar gembira bagi mahasiswa Indonesia di Kairo. Dalam waktu dekat Pemerintah RI berencana membangun asrama di Ibukota Mesir itu guna membantu para mahasiswa yang tengah menyelesaikan pendidikan di negeri tersebut.”Asrama tersebut seharusnya sudah terbangun dua tahun silam, tapi menemui kendala,”kata Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Choirul Fuad di Bumiayu, Brebes, Jawa Tengah, Minggu.
Hal tersebut dikatakan Choirul yang mendampingi Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali yang tengah melakukan kunjungan kerja ke beberapa pondok pesantren di Brebes.
Terkait rencana pembangunan tersebut, ia mengakui bahwa hal itu sudah lama direncanakan. Diperkirakan asrama itu mampu menampung mahasiswa Indonesia sebanyak 4 ribu jiwa, sementara mahasiswa yang belajar di negeri itu mencapai 6 ribu orang lebih.
Mengenai berapa anggaran yang dialokasikan dan mengapa hingga kini belum dapat direalisasikan, ia tidak secara tegas menjawabnya.
Ia mengatakan, pemerintah menganggarkan sekitar Rp 14 miliar. Kendala yang dihadapi menyangkut regulasi dari Kementerian Keuangan karena dana itu menggunakan dana APBN, maka harus dilihat dahulu apakah sudah sesuai dengan aturan.
“Untuk yang ini, aturannya masih belum jelas,” ia menjelaskan.
Ia menambahkan, animo siswa dari tanah air untuk belajar di Mesir cukup tinggi. Pemerintah Mesir pun, kendati tingkat perekonomiannya hampir setara dengan RI, banyak memberi bantuan kepada para mahasiswa untuk belajar di Mesir.
Hampir tiap tahun pemerintah Mesir memberi bantuan kepada mahasiswa di Kairo sekitar Rp 20 miliar. Belum lagi bantuan lainnya.
Ini menunjukkan bahwa Mesir menaruh perhatian terhadap pendidikan. Ia berharap dukungan pemerintah Mesir ke depan tetap besar untuk membantu mahasiswa Indonesia.(ant/es)
Mahasiswa Indonesia di Kairo Mesir umumnya menjadi mahasiswa Universitas al-Azhar, meskipun masih ada universitas lain, seperti Universitas Ainun Syams, Universitas Kairo (Jami’ah Qahira), dan the American University in Cairo. Bahkan meskipun masih banyak universitas di luar Kairo, seperti Universitas Zagoziq, Universitas Almenia, dan lainnya, jarang sekali mahasiswa Indonesia tertarik belajar di luar Universitas al-Azhar.
Mahasiswa di al-Azhar dipisahkan antara kelas laki-laki dan perempuan. Maka muncul sebutan kuliah li al-Banân, kuliah untuk mahasiswa (laki-laki), dan kuliah di al-Banât, kuliah untuk mahasiswi (perempuan).
Universitas al-Azhar di Kairo mempunyai 14 fakultas untuk banân/mahasiswa, dan 7 fakultas ditambah satu jurusan untuk banât/mahasiswi. Masih banyak fakultas di cabang-cabang al-Azhar yang terletak di beberapa kota sekitar Kairo, seperti al-Zagoziq, Tanta, al-Mansurat, dan Asyût. Meskipun sama-sama Universitas al-Azhar, kedua lokasi ini mempunyai perbedaan. Di kampus lama hanya ada Fakultas Agama, yang meliputi Fakultas al-Syari’ah wa al-Qanûn, Ushuluddin, dan Bahasa Arab (al-Lughah al-’Arabîyah).
Sementara di kampus baru, di samping ada al-Dirâsât al-Islamiyah wa al-’Arabiyah (studi Islam dan Arab), al-Dakwah al-Islamiyah, dan al-Tarbiyah (Ilmu Pendidikan), sebagai fakultas agama, ada fakultas umum. Fakultas Syari’ah dibagi menjadi dua jurusan, al-Syari’ah al-Islamiyah dan al-Syari’ah wa al-Qanun. Sementara Fakultas Ushuluddin meliputi empat jurusan, Tafsir, Hadis, Dakwah, dan Aqidah & Filsafat. Fakultas Bahasa Arab mempunyai jurusan; jurusan umum, sejarah, budaya, publikasi/komunikasi & Iklan.
Adapun sistem perkuliahan yang dipakai umumnya masih menggunakan sistem ceramah dan sistem tingkat. Maksud sistem ceramah adalah, mahasiswa belajar dengan jalan mendengarkan ceramah dari dosen di kelas yang jumlah mahasiswanya ratusan untuk kelas-kelas tertentu, bukan sistem kelas kecil dan dialogis, bukan pula mahasiswa membuat makalah untuk didiskusikan. Kehadiran mahasiswa di kelas tidak menjadi perhitungan untuk kelulusan. Konon kalau mahasiswa hadir semua, kelas yang tersedia tidak cukup menampung mahasiswa. Maka kelulusan ditentukan oleh murni hasil ujian. Perlu dicatat, setiap dosen menyediakan diktat kuliah. Maksud sistem tingkat adalah, kelulusan mahasiswa diukur berdasarkan tingkat, bukan jumlah satuan kredit semester (SKS). Maka mahasiswa yang lulus seluruh mata kuliah di satu tingkat akan naik ke tingkat berikutnya, sementara mahasiswa yang gagal harus mengulang lagi di tingkat yang sama dan dengan mengambil mata kuliah yang sama pula. Dengan catatan ada toleransi. Bahwa mahasiswa tetap naik ke tingkat berikutnya kalau hanya 2 mata kuliah yang tidak lulus, dengan syarat 2 mata kuliah tersebut harus diulang. Sementara mahasiswa yang gagal lebih dari 2 mata kuliah berarti harus mengulang seluruh mata kuliah yang ditempuhnya di tingkat yang sama.
Adapun mahasiswa Indonesia umumnya, untuk tidak mengatakan seluruhnya, kuliah di 2 fakultas, Syari’ah dan Ushuluddin. Di dua fakultas inipun terbatas di jurusan Syari’ah Islamîyah untuk Fakultas Syari’ah, dan jurusan Tafsir dan Hadis untuk Fakultas Ushuluddin. Ketika beberapa mahasiswa Indonesia ditanya alasannya, adalah karena di luar dua jurusan tersebut terlalu sulit bagi mahasiswa Indonesia.
Tentang tempat tinggal, mahasiswa Indonesia umumnya tinggal di luar asrama al-Azhar dan memilih tinggal sesama mahasiswa Indonesia. Bahkan beberapa daerah mempunyai asrama daerah yang pembangunannya dibantu oleh pemda setempat, seperti Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Sementara mahasiswa yang tinggal di asrama al-Azhar juga tinggal satu kamar dengan mahasiswa Indonesia, meskipun bertetangga dengan mahasiswa internasional lain dari berbagai negara. Ketika ditanya mengapa tidak satu kamar dengan mahasiswa internasional lainnya, adalah karena mempunyai kebiasaan yang berbeda. Misalnya mahasiswa Afrika mempunyai kebiasaan berbicara keras-keras, kalau nonton sepakbola kadang bersorak, dan kebiasaan-kebiasaan lain yang tidak sejalan dengan kebiasaan Indonesia.
Adapun perbandingan jumlah mahasiswa, bahwa mahasiswa Indonesia menjadi mayoritas apabila dibandingkan dengan mahasiswa negara lain, baik dari Asia; Asia Tenggara dan Asia Tengah, maupun Afrika. Setelah Indonesia, untuk wilayah Asia Tenggara ditempati masing-masing oleh Malaysia, Thailand, Philipina, Brunei, Kamboja, Vietnam, Burma, dan Singapore. Hanya saja ada perbedaan antara mahasiswa Indonesia dengan mahasiswa Malaysia dan Brunei. Kalau mahasiswa Indonesia berhak mendapatkan beasiswa dari al-Azhar, sementara mahasiswa Malaysia dan Brunei tidak berhak. Alasannya adalah, mahasiswa Malaysia dan Brunei oleh pemerintah Mesir dimasukkan kelompok negara kaya. Bahkan beasiswa yang diterima mahasiswa Indonesia pun jauh lebih kecil dari yang diterima mahasiswa Malaysia dan Brunei. Lebih mengecewakan lagi konon, kalau mahasiswa Indonesia mencari tempat tinggal selalu menawar harga, sementara mahasiswa Malaysia dan Brunei langsung membayar tanpa pernah menawar. Konon kondisi keuangan mahasiswa Indonesia dengan segala konsekuensi tersebut, memberikan implikasi pada perlakuan orang Mesir kepada mahasiswa Indonesia. (ant/ grel/r)
Last modified: 16/02/2011