Oleh: Anwar Djaelani
Inpasonline.com – Semua sikap dan perbuatan kita harus bisa dipertanggung-jawabkan di hadapan Allah. Termasuk yang harus kita pertanggung-jawabkan adalah sikap kita ketika sedang memilih pemimpin. Jika sikap kita telah sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya maka beruntunglah kita dan sebaliknya.
Akibat Itu
Kita harus ekstrahati-hati di saat memilih pemimpin, antara lain karena pemimpin itu memiliki peran yang sangat strategis. Cermatilah, bahwa berdasarkan HR Hakim, “Pemimpin itu sangat menentukan warna dan akhlak masyarakat”. Artinya, jika sang pemimpin baik maka masyarakat yang dipimpinnya akan baik pula dan sebaliknya.
Mengingat peran strategis dari seorang pemimpin dalam proses rekayasa sosial di sebuah masyarakat, maka Islam bahkan meminta kita agar tetap ‘mengurus’ masalah kepemimpinan sekalipun masyarakat itu hanya beranggotakan tiga orang. “Apabila tiga orang keluar (bepergian), maka hendaklah seorang di antara mereka itu diangkat sebagai pemimpin” (HR Abu Dawud).
Pelajaran yang bisa kita petik adalah bahwa jika hanya untuk mengurusi keperluan tiga orang saja Islam telah merokomendasikan untuk mengangkat seorang pemimpin, maka apatah lagi untuk mengurus keperluan sebuah negara.
Pemimpin itu kita perlukan sebab tanpa keberadaannya maka tak akan ada aturan yang bisa ditegakkan. Tampak bahwa pemimpin itu benar-benar strategis sebab ia bisa mendesain sekaligus mengusahakan semua hal yang dapat menuju ke arah pemenuhan kesejahteraan orang-orang yang dipimpinnya, mulai dari soal ekonomi sampai ke masalah pengamalan ajaran agama.
Sedemikian besar peran pemimpin, sampai-sampai Allah menempatkannya pada posisi ketiga setelah Allah dan Rasul Saw dalam hal ketaatan yang harus ditunjukkan oleh kaum beriman. “Hai orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan ulil amri di antara kamu” (QS An-Nisaa’ [4]: 59).
Dengan demikian, jangan sekali-kali berani mengambil resiko karena salah memilih pemimpin. Ikutlah Allah dan Rasul-Nya yang telah menetapkan pedoman dalam memilih pemimpin.
Adapun kualifikasi pokok pemimpin yang wajib kita pilih adalah: Muslim, beriman, bertaqwa, serta berakhlak terutama dalam hal dia menegakkan shalat dan menunaikan zakat. “Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah)” (QS Al-Maaidah [5]: 55).
Berikutnya, pemimpin yang harus kita pilih itu memiliki kualifikasi yang terbaik dan termampu (sesuai HR Hakim). Sedapat-dapatnya, pemimpin yang kita pilih mendekati sifat-sifat kepemimpinan Rasul Saw yang shiddiq, amanah, tabligh, dan fathonah. Ia harus shiddiq (jujur), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan kebenaran kepada siapa saja), dan fathonah (cerdas).
Islam tak hanya memberi kriteria tentang pemimpin yang wajib kita pilih, tetapi juga memberi kriteria orang-orang yang tak boleh kita pilih. Berikut ini kriteria orang-orang yang tak boleh kita pilih sebagai pemimpin kaum Muslim.
1). Kafir (baca QS Ali ‘Imraan [3]: 28).
2). Yahudi dan Nasrani (baca QS Al-Maaidah [5]: 51).
3). Yang mempermainkan agama. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman” (QS Al-Maaidah [5]: 57).
4. Musuh Allah dan musuh Mu’min. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad) karena rasa kasih sayang” (QS. Mumtahanah [60]: 1).
Terkait poin ketiga dan keempat di atas, maka cermatilah sekitar kita. Misal, kita harus benar-benar waspada jika terdengar kabar bahwa dari kalangan terdekat seorang calon pemimpin yang menyampaikan gagasan aneh-aneh seperti akan membatasi Peraturan Daerah yang berbasis syariat Islam, akan menginteli masjid dengan mengawasi setiap khutbah yang ada, atau akan menghapus kolom agama di KTP.
Sekalipun yang menyampaikan hal-hal yang terasa memusuhi Islam seperti paparan di atas adalah dari “kalangan terdekat” seorang calon pemimpin, kita harus tetap mewaspadainya. Mengapa? Sebab, “Agama seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
Bagi seorang Mu’min, taat adalah satu-satunya pilihan jika menghadapi ajaran Allah dan Rasul-Nya. “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang Mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang Mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang–siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah ia telah sesat, sesat yang nyata” (QS Al Ahzab [33]: 36).
Kita harus taat kepada panduanAllah dan Rasul Saw dalam hal memilih pemimpin. Sebab, jika kita tak taat maka akan ada akibat buruk yang akan menimpa. Sungguh, jangan pernah ada penyesalan jika kita menuai akibat yang jelek, seperti: Pertama, Allah memberi adzab (baca QS An-Nisaa’ [4]: 144 dan QS Al-Anfaal [8]: 73). Kedua, Allah menghentikan pertolongan-Nya (baca QS Ali ‘Imraan [3]: 28). Ketiga, kaum Muslimin kalah (baca QS An-Nisaa’ [4]: 139).
Berhati-hatilah! Sungguh sangat berbahaya jika kita berani menyelisihi Allah dan Rasul-Nya di saat memilih pemimpin.
Permintaan Kita
Pedoman memilih pemimpin sudah disampaikan secara gamblang. Agar selamat, kita harus berusaha melaksanakannya dengan baik. Sambil berusaha, selalulah iringi dengan doa: Yaa Allah, beri kami kebaikan di dunia –antara lain- dengan mendapatkan pemimpin yang sesuai dengan panduan-Mu dan Rasul-Mu. Berilah kami kebaikan di akhirat dengan Engkau pertemukan kami dengan Pemimpin Utama kami, Muhammad Saw. Bebaskan kami dari siksa neraka, yang –kelak- bisa saja menjadi tempat hunian kami jika kami –antara lain- salah memilih pemimpin. []