Ibrah dari Pendakwah Berprestasi Wah

Oleh M. Anwar Djaelani*

Cover Depan '50'Inpasonline.com-Pada Januari 2016 terbit buku berjudul “50 Pendakwah Pengubah Sejarah”. Buku yang ditulis oleh M. Anwar Djaelani dan diterbitkan Pro-U Media Jogjakarta ini merekam jejak perjuangan 50 pendakwah yang –dengan besaran kontribusinya masing-masing- dinilai layak untuk diteladani.

Beragam Teladan

Berikut ini ibrah atau pelajaran yang bisa didapat setelah membaca buku tersebut. Pertama, banyak contoh di buku ini bahwa untuk kali pertama pendakwah itu dididik langsung oleh sang ayah. Lihatlah –misalnya-, Nawawi Al-Bantani (Guru di Masjidil Haram), Mahfudz At-Termasy (Guru di Masjidil Haram), Wahab Hasbullah (salah satu Pendiri NU), Abdul Wahid Hasyim (pernah menjadi Ketua Umum PB-NU), Mas Mansur (Ketua PP Muhammadiyah 1937 – 1941), dan Mas Abdurrahman (Pendiri Mathla’ul Anwar).

Kedua, banyak ulama besar dulunya belajar kepada banyak ulama terkenal dan di berbagai kota. Itupun dimulai dari usia yang sangat belia. Mahfudz At-Termasy belajar kepada banyak ulama di Mekkah dan Madinah. Sementara, Muhammad Kholil Bangkalan belajar di berbagai pesantren seperti di Langitan – Tuban, Cangaan Bangil (Pasuruan) dan Keboncandi (Pasuruan) sebelum belajar di Mekkah. Sementara, Mas Mansur pernah belajar kepada Muhammad Kholil Bangkalan sebelum sang tokoh melanjutkan studi ke Mekkah, Kairo – Mesir (dengan belajar di Al-Azhar), dan di Libya.

Ketiga, banyak contoh bahwa ilmu dan kepribadian sang pendakwah menjadi matang setelah pulang dari Haji dan belajar di Mekkah. Di Indonesia mereka lalu menjadi ulama dan pejuang. Lihatlah Nawawi Al-Bantani. Setelah kembali ke Tanah Air, dia berkeliling Banten mengobarkan perlawanan terhadap penjajah. Contoh lain, Wahab Hasbullah.

Keempat, banyak pendakwah yang potensial abadi namanya karena meninggalkan warisan berupa buku. Buku itu lalu menjadi rujukan sampai kini. Mereka, antara lain adalah HAMKA, Hasbi Ash-Shiddiqie, A.Hassan, Muhammad Rasyidi, dan Muammal Hamidy.

Kelima, banyak kalimat berhikmah dari pendakwah yang insya-Allah akan berumur panjang. Misal, Ahmad Dahlan pernah berkata“Jika kamu berhalangan untuk bertabligh, janganlah permisi kepadaku. Tapi, permisilah kepada Tuhan dengan mengemukakan alasanmu. Setelah itu, kamu (harus) bertanggung-jawab atas perbuatanmu.” Lalu, M. Natsir, pernah menyampaikan: “Satu-satunya yang diperlukan yang batil untuk maju mencapai kemenangannya adalah asal saja yang haq tinggal diam, tak berbuat apa-apa.”.

Keenam, banyak pendakwah yang kapasitasnya mendunia. Terutama di titik inilah, peluang “Mengubah Sejarah” sangat terbuka luas. Lihatlah, kemasyhuran Nawawi Al-Bantani sebagai ulama besar yang ternyata tidak hanya di lingkup Kota Mekkah dan Madinah saja, tapi juga sampai ke Mesir. Nama dia semakin harum ketika ditunjuk menjadi pengganti salah seorang Imam Masjidil Haram. Karya-karya tulis Nawawi Al-Bantani (lebih dari 100 judul) beredar di banyak kawasan dan tentu saja termasuk di Timur Tengah. Tercatat, Universitas Al-Azhar Kairo – Mesir pernah mengundang Nawawi Al-Bantani karena karya-karyanya disukai kalangan akademisi. Lalu, cermatilah pula Rahmah El-Yunusiyah! Dia seorang mujahidah. Dia aktif di pergerakan nasional, sebelum dan setelah kemerdekaan. Mulai di zaman penjajahan, dia aktif memajukan pendidikan terutama untuk meningkatkan derajat kaum wanita yang sesuai dengan tuntunan Islam. Muridnya banyak yang sukses dan model sekolahnya diadopsi Al-zhar Mesir.

Ketujuh, banyak pendakwah yang bisa “melahirkan” murid-murid hebat. Terutama di titik inilah, peluang “Mengubah Sejarah” sangat terbuka. Lihatlah murid-murid Nawawi Al-Bantani! Mereka antara lain adalah Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah), Hasyim Asy’ari (Pendiri Nahdhatul Ulama), dan Muhammad Khalil Bangkalan (ulama besar yang murid-muridnya banyak juga yang lalu menjadi ulama terkemuka). Lihatlah pula Mahfudz At-Termasy! Dia mempunyai murid-murid seperti Hasyim Asy’ari dan Abdul Wahab Hasbullah (Tambakberas Jombang). Cermatilah juga Saleh Darat yang memiliki banyak murid, termasuk RA Kartini. Seksamailah murid-murid Ahmad Surkati (pendiri Al-Irsyad)! Mereka antara lain adalah A. Hassan dan Haji Zamzam (keduanya adalah tokoh PERSIS dan bahkan yang disebut terakhir adalah pendiri PERSIS), Ahmad Dahlan, Mas Mansur dan Fachruddin (ketiganya Muhammadiyah), M.Natsir serta Kasman Singodimedjo. Contoh lain, murid Agus Salim antara lain adalah M. Natsir, Muhammad Roem, dan Kasman Singodimejo.

Kedelapan, para pendakwah itu menjadi sumber inspirasi yang tak berkesudahan. Sebagaimana di butir ketujuh di atas, di titik inipun peluang untuk “Mengubah Sejarah” sangat terbuka. Lihatlah, Tafsir Al-Azhar karya HAMKA yang sangat monumental itu. Lantas, Abdullah Syafi’i yang masyhur berjuluk sebagai Singa Podium. Keahliannya berpidato sangat menginsprasi salah satu muridnya yaitu Rahmat Abdullah. Sementara, tokoh yang disebut terakhir itu sangat dihormati di kalangan kader-kader PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Kemudian, cermatilah Mahmud Yunus yang telah menginspirasi Imam Zarkasyi, sang murid. Pondok Modern Darussalam Gontor yang didirikan Imam Zarkasyi adalah lembaga pendidikan di luar Sumatera yang kali pertama menerapkan metodologi yang diajarkan oleh Mahmud Yunus.

 

Kejar, Kejar!

Alhasil, mari berusaha untuk meneladani para pendakwah yang sebagian kisah hidupnya direkam di buku “50 Pendakwah Pengubah Sejarah” ini. Mari, kita samai dan bahkan -jika mungkin- lampaui prestasi mereka dalam hal berdakwah. Bismillah! []

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *