Agar Peradaban Tegak, Pendidik dan Peserta Didik Harus Perkuat Ruh Keislaman

Kegemilangan dan kehancuran sebuah peradaban biasanya selalu dilihat dari tingkat intensitas kagiatan intelektualnya. Peradaban Yunani berhasil mengukirkan tinta emas dalam sejarah peradaban manusia tidak lain karena sumbangan pemikiran para filosofnya. Termasuk kegemilangan peradaban Islam bukan hanya disebabkan luas teritori yang ditaklukannya, melainkan lebih disebabkan sumbangan ilmuwan kepada umat manusia.

Demikinlah salah satu pernyataan Nirwan Syafrin dalam acara “Daurah Nasional Pendidikan Islam, dari Pendidikan Menuju Kebangkitan” di Bandung, Jum’at 10/2/2012. Dalam kesempatan itu, Doktor lulusan ISTAC ini membawakan makalah dengan judul Pendidikan Islam: Masalah dan Solusinya.

Acara yang diselenggaran oleh Institut Pemikiran Islam dan Pembangunan Insan (PIMPIN) ini dihadiri oleh ratusan peserta dari berbagai daerah, seperti Jakarta, Surabaya, Jogja, Tasikmalaya, Bandung dan kota-kota lainnya. Menurut ketua panitianya, Usep Mohamad Ishaq, acara ini diselenggarakan karena prihatin melihat pendidikan Islam yang belum membuahkan kader yang sesuai dengan tuntutan Islam. Dari acara ini, ia berharap mampu memberikan sebuah pencerahan terkait konsep pendidikan dalam Islam.

Menurut Nirwan, mandulnya pendidikan Islam dalam melahirkan kader dan peradaban yang Islami lebih disebabkan karena masih terjadi krisis di dalamnya. Penyebabnya adalah para pendidik dan mahasiswanya kehilangan jiwa/ruh visi keislaman dalam proses pendidikannya. Motivasi belajar mereka bukan karena Allah, tetapi sekedar memperoleh ijazah dan pekerjaan. Akibatnya, mereka tidak serius belajar karena berprinsip yang penting lulus. Tidak ada upaya menambah dan memperdalam ilmu, karena mereka sudah kehilangan motivasi. Dengan mengutip al-Faruqi, Nirwan menegaskan bahwa kehilangan motivasi inilah sesungguhnya musibah terbesar dalam pendidikan.

Oleh karena itu, jelas alumnus Pesantren Gontor ini, salah satu langkah untuk keluar dari krisis pendidikan Islam ini adalah meluruskan niat dalam mencari ilmu semata-mata ikhlas hanya untuk Allah semata. Konsep pendidikan dalam Islam juga harus dipahami para pengajar dan penuntut ilmu. Dan yang terpenting adalah Islamisasi ilmu itu sendiri, karena di zaman modern ini banyak konsep-konsep keilmuan Islam yang tercampur dengan ideologi non-Islam.

Dalam kesempatan tanya jawab, Khoiruddin, peserta dari Surabaya, menjelaskan fakta menarik di lapangan yang pernah ditemuinya. Menurutnya, kesalahan niat dalam pendidikan menyebabkan beberapa dampak yang memprihatinkan. Salah satunya adalah rusaknya moral peserta didik. Oleh karena itu, sebaiknya diadakan pelatihan bagi para guru tentang dasar-dasar aqidah dan akhlak Islami. Hal itu akan memberikan manfaat pada guru secara pribadi. Dan yang terpenting, jika guru sudah mampu menerapkan budaya islami, maka para murid akan lebih tertata.

Menanggapi penjelasan Khoiruddin, Nirwan menceritakan bagaimana sibuknya para guru sekarang. Mereka mesti dibebani dengan pekerjaan-pekerjaan administrasi yang sangat menumpuk. “Bayangkan, seorang guru wajib menjelas detail-detail aktivitas di kelasnya sedemikian rinci dalam bentuk Silabus dan RPP. Ketika di sekolah mereka sibuk mengajar, di rumah mereka sibuk menulis pekerjaan-pekerjaan administrasi. Kapan waktu mereka untuk keluarga, menambah ilmu, dan memperdalam ilmu agama mereka,” gugat pengasuh Pondok Pesantren Husnayain Sukabumi ini. Jadi, sistem pendidikan juga harus bertanggungjawab  dalam permasalahan ini. (mas)  

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *