Bagi saya yang awam dunia seni lukis ini, arti penting Raden Saleh bukan terletak pada lukisan-lukisannya yang dipajang di museum Louvre Paris atau Rijkmuseum Amsterdam, tapi pada sisi lain dirinya yang tidak banyak diungkap oleh literatur. Potret diri Raden Saleh yang ada dalam selembar lukisan yang saya temukan di wikipedia segera melayangkan ingatan saya pada sebuah buku berjudul “Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962”. Sampul buku tersebut memuat foto diri Raden Saleh. Buku tersebut diterjemahkan dari buku aslinya berjudul “Vrijmetselarij en samenleving in Nederlands-Indie en Indonesie 1764-1962”. Penulis buku langka tersebut adalah Dr. Th. Stevens.
Penelitian Dr. Th. Stevens ini terbilang langka sebab sejarah Tarekat Mason Bebas (Vritmetselarij) di Hindia Belanda pada masa kolonialisasi belum mendapat perhatian. Kelangkaan ini berhubungan dengan usaha pengkajian sejarah Hindia Belanda pada umumnya. Penelitian yang ada selama ini ditujukan terutama pada bidang politik, militer, dan ekonomi, sedangkan segi sosial dari sejarah Hindia Belanda kurang diperhatikan.
Ahli Sosiologi Van Doorn menekankan bahwa para peneliti Belanda pada zaman kolonialisme hampir tidak memperhatikan sejarah penduduk Belanda. Di kemudian hari, pada awal dekade pasca dekolonisasi, seakan ada tabu atas perhatian historis terhadap Hindia Belanda, dan para peneliti lebih sibuk dengan sejarah Indonesia.
Penelitian-penelitian yang ada menunjukkan keberadaan Tarekat Mason Bebas yang tidak hanya diakui oleh Hindia Belanda, namun juga oleh pihak-pihak di luar tarekat. Mereka juga memiliki pengaruh dalam gerakan sosial dan politik di Indonesia. Kaum Mason Bebas pada tahap dini sudah mengadakan hubungan dengan salah satu organisasi politik Budi Utomo. Pengaruh kaum Mason Bebas juga tampak pada dunia pendidikan melalui beasiswa bagi mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang berbakat, salah satunya adalah Raden Saleh Sjarif Boestaman (lahir di Semarang tahun1807, meninggal di Buitenzorg, 23 April 1880). Ibunya bernama Mas Adjeng Zarip Hoesen, tinggal di daerah Terboyo, dekat Semarang. Sejak usia 10 tahun, ia diserahkan pamannya, Bupati Semarang, kepada orang-orang Belanda atasannya di Batavia.
Raden Saleh merupakan orang Indonesia pertama yang menjadi anggota Tarekat Mason Bebas. Pendidikan tingkat lanjutnya diperoleh di Belanda dan Jerman, tentunya dengan mengandalkan beasiswa dari pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Apakah Tarekat Mason Bebas itu? Akkermans dalam bukunya “Vrijmetselarij.Een levenshouding” memberi kesimpulan :
Dalam Tarekat Mason Bebas nilai tinggi kepribadian manusia berada di latar depan. Manusia sebagai individu dalam pemikiran masonik ditempatkan secara sentral. Pekerjaan, pekerjaan rohani, dalam Tarekat Mason Bebas diarahkan pada penemuan wujud diri sendiri. Erat berhubungan dengan ini, asas-asasnya bertujuan memajukan apa yang dapat mempersatukan manusia dan melenyapkan apa yang dapart memisahkan manusia. Menurut tradisi yang sangat kuno, sebuah loge Mason Bebas merupakan pusat pemersatu manusia yang kalau tidak akan terus saling terpisah. Dengan mengolah dirinya sendiri, berupaya menjadi “manusia yang lebih baik”, berusaha mencapai Tarekat semua manusia, Mason Bebas membangun kehidupan bersama, kehidupan masyarakat. Gambaran ideal ini dalam Tarekat Mason Bebas disebut “dibangunnya rumah pemujaan umat manusia”.
Dalam Anggaran Dasarnya disebutkan bahwa :
1. Tarekat Mason Bebas adalah pandangan hidup jiwa yang timbul dari dorongan batin, yang mengungkapkan dirinya dalam upaya berkesinambungan untuk mengembangkan semua sifat roh dan hati nurani, yang dapat mengangkat manusia dan umat manusia ke tingkat susila dan moral yang lebih tinggi. Ia diterapkan dalam pelaksanaan seni dan hidup yan paling tinggi.
2. Tarekat, yang merupakan bagian merdeka dari persekutuan kaum Mason Bebas yang tersebar di seluruh permukaan dunia, mempunyai tujuan untuk menjadi titik pusat bersama untuk pelaksanaan seni hidup ini dan berusaha menuju perkembangan manusia dan umat manusia yang harmonis dan beragam segi.
3. Ia bertolak dari kepercayaan yang kokoh kepada kenyataan adanya Tarekat dunia susila dan rohani.
4. Ia juga berpegang pada asas akan pengakuan dari :
– Tingginya nilai kepribadian manusia;
– Hak setiap orang untuk secara mandiri mencari kebenaran;
– Tanggung jawab moral manusia atas perilakunya;
– Persamaan dalam wujud semua manusia;
– Tarekat umum semua manusia;
– Kewajiban setiap orang untuk berbakti pada kesejahteraan masyarakat;
Tujuan universal tersebut di Hindi Belanda antara lain disebarkan melalui buku jubileum yang diterbitkan oleh Tarekat Mason Bebas Hindia Belanda pada tahun 1917 berkenaan dengan ulang tahun ke-150. Buku ini tidak hanya diterbitkan dalam bahasa-bahasa Barat, melainkan juga dalam bahasa Melayu, Tionghoa, dan bahasa Jawa. Teks Jawa juga dicetak dalam aksaranya sendiri.
Sayangnya, tidak banyak arsip Tarekat yang mengungkap tentang awal mula terbentuknya Tarekat Mason Bebas di Negeri Belanda (Nederland) sebagai pangkal dari gerakan masonik Belanda di luar negeri (negeri-negeri jajahan). Dalam sebuah dokumen bernama Annales, diketahui bahwa anggota Tarekat terdiri dari kaum ningrat, para bupati dan tokoh-tokoh masyarakat, serta militer.
Tarekat Mason Bebas menjadi pembawa dan penyebar pikiran pencerahan humaniter yang dipicu oleh perubahan besar pada zaman itu, yang meliputi aspek-aspek seperti hak-hak dan kewajiban-kewajiban warga, hubungannya dengan negara dan masyarakat, sikap terhadap diri sendiri dan hubungan dengan sesama manusia.
Perubahan orientasi juga terjadi pada Tarekat Mason Bebas, dari perkumpulan yang hanya menerima kaum ningrat sebagai anggota menjadi perkumpulan yang menerima warga biasa. Perubahan ini termaktub dalam Kitab Undang-undang yang ditulis oleh J.A. de Mist, Wetboek voor de Broederschap der Vrij-Metselaaren in de Bataafsche Republiek en derzelver Colonien en Landen (Kitab Undang-undang unuk Tarekat Kaum Mason Bebas di Republik Batavia dan Jajahan-jajahan serta Negeri-negerinya).
Dari Kitab Undang-undang ini dapat diketahui bahwa salah satu tugas Suhu Agung (pemimpin tertinggi) Tarekat Mason Bebas adalah menyebarkan ajaran ini ke seluruh dunia.
Maka, lewat loge (tempat pemujaan para Mason Bebas), penyebaran Tarekat Mason Bebas di wilayah jajahan diprogram secara sistematis. Beberapa loge berhasil didirikan di kota-kota besar di wilayah pesisir nusantara, seperti Batavia, Semarang, Surabaya, dan Padang. Di kota-kota tersebut orang-orang Eropa memiliki posisi yang kuat.
Pendirian loge tentunya membutuhkan dukungan dari penguasa setempat. Maka, para Mason Bebas melakukan pendekatan terhadap kaum ningrat sehingga tercatat nama Raden Saleh sebagai orang Indonesia pertama yang dilantik sebagai anggota Tarekat pada tahun 1836 di loge “Eendracht Maakt Macht (Bersatu Kita Kuat)” di Den Haag . Kemudian di Jawa ada Abdul Rachman, keturunan dari Sultan Pontianak, yang dilantik pada tahun 1844 di loge “De Vriendschap (Persahabatan)” di Surabaya. Pada 26 Juni 1852 Pangeran Ashanti alias Aquasie Boachi dilantik di loge “La Constante et Fidele” di Semarang.
Suatu “terobosan” yang nyata baru terjadi pada tahun 1971, ketika Pangeran Ario Soeryodilogo (1835-1900) menjadi anggota “Mataram” di Yogyakarta, suatu loge yang didirikan setahun sebelumnya. Nama itu diambil dari nama kerajaan di Jawa Tengah yang pada awal abad ke-17 berperang melawan penjajah Belanda. Pemilihan nama itu agak menarik. Pada tahun 1878, pengeran itu menggantikan kakaknya sebagai kepala keluarga Paku Alam yang memerintah, dan ia diberi gelar Paku Alam V.
Sebagai salah satu dari empat penguasa di Jawa Tengah ia mempunyai prestise tinggi dan dapat dipastikan bahwa keanggotaannya pada Tarekat Mason Bebas memudahkan keanggotaan bagi penguasa-penguasa Jawa lainnya.
Yang menjadikan fakta-fakta ini tambah menarik adalah putra-putranya juga menjadi anggota Tarekat Mason Bebas, seperti Pangeran Adipati Ario Notokusuma, yang menggantikan ayahnya pada tahun 1901 sebagai Paku Alam VI, Pangeran Ario Notodirejo (antara 1901-1906 wali dari anak yang kemudian menjadi Paku Alam VII) dan Pangeran Ario Kusumo Yudo yang kemudian menjadi anggota dari Raad van Indie (Dewan Hindia). Terakhir, cucunya Paku Alam VII, yang antara tahun 1908 dan 1938 menjadi kepala keluarga Paku Alam. Foto-foto dari orang-orang terkemuka Mason Bebas ini dimuat dalam Buku Peringatan 1767-1917.
Sejarawan Amerika, Van Niel, yang melakukan penelitian tentang munculnya kaum elit modern Indonesia, menyatakan bahwa kaum Mason Bebas telah memberikan pengaruh kuat terhadap kaum elit Jawa. Peneliti Naeff menulis bahwa Tarekat Mason Bebas menekankan “persamaan prinsipil semua orang” dan sifat toleransi. Naeff menambahkan, “Dari hal itu mungkin dapat dijelaskan popularitas besar yang dinikmati Tarekat Mason Bebas bukan hanya di kalangan orang Eropa, melainkan juga di kalangan pejabat ningrat Jawa yang berpendidikan tinggi”.
Tinjuan singkat mengenai pengaruh Tarekat Mason Bebas terhadap kehidupan sosial dan politik dapat dilengkapi dengan tulisan-tulisan orang Indonesia. Pada tahun 1976 guru besar Resink menulis tentang gerakan Budi Utomo dan tentang keterlibatan kaum Mason Bebas Indonesia terkemuka dengan organisasi tersebut. “Tarekat Mason Bebas”, demikian tulis Resink, “melalui perantaraan para pangeran Paku Alam”, memberikan bantuan kepada “Budi Utomo”. Loge “Mataram” di Yogyakarta ia sebut sebagai suatu lembaga yang berbakti dan pantas dihormai.
Dalam suatu terbitan tentang kota Semarang, publisis Amen Budiman akhirnya menyatakan bahwa tujuan loge setempat “La Constante et Fidele” adalah untuk “mencapai emansispasi dan kebebasan manusiawi”.
*Penulis adalah Peneliti InPAS