Jakarta-Kepala Badan Litbang Kementerian Agama Abdul Djamil menegaskan bahwa dalam SKB Tga Menteri terkait Ahmadiyah, dengan tegas memerintahkan agar kelompok ini menghentikan kegiatan. “SKB ini berisi enam butir yang intinya terbagi dua bagian. Pertama, memerintahkan kepada penganut, anggota dan atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah indonesia (JAI), sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam. Yaitu penyebaran paham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW. Bagi pelanggarnya dapat dikenai sanksi hukum termasuk badan hukum dan organisasinya,” tegas Abdul Djamil dalam laporan tahunan Kehidupan Keagamaan di Indonesia sepanjang 2010 di Jakarta, Senin (7/2).
Kedua, menurut Abdul Djamil, memerintahkan kepada warga masyarakat untuk menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama serta ketentraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat. “Sebenarnya SKB ini sudah cukup adil karena mengatur kedua belah pihak. “Hanya saja dalam penerapannya di lapangan ada kendala.Bagi masyarakat yang menghendaki pembubaran Ahmadiyah, cukup mencari bukti-bukti bahwa Ahmadiyah melanggar SKB, kemudian melaporkannya pada kepolisian,” tambah Abdul Djamil.
Dikatakan Abdul Djamil, aliran Ahmadiyah sejak tahun 1995 sudah difatwakan sesat oleh MUI. Fatwa itu kemudian dikuatkan lagi pada tahun 2005. “Sejak keluarnya fatwa tersebut, resistensi masyarakat terhadap Ahmadiyah semakin menguat dan meluas,” tandas Abdul Djamil.
Menyikapi kondisi demikian, pemerintah mengeluarkan SKB Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri nomor 3 tahun 2008, nomor Kep 33/A/JA 6/2008, nomor 199 tahun 2008 tentang Peringatan dan perintah kepada Penganut, Anggota dan atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan warga masyarakat. “Dengan keluarnya SKB ini terlihat sikap pemerintah semakin jelas,” papar Abdul Djamil.
Dijelaskannya, sikap pemerintah terhadap Ahmadiyah dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip kebebasan beragama sebagaimana tertuang dalam pasal 29,28E dan 28I UUD 1945. Juga memperhatikan prinsip pembatasan sebagaimana terdapat dalam pasal 28J UUD 1945.
SKB ini menurut Abdul Djamil juga mendasarkan pada prinsip kebebasan beragama dan kemungkinan pembatasannya sebagaimana terdapat pada UU No 39 tahun 1999 tentang HAM, yaitu pasal 22,70 dan 73. Selain itu juga mendasarkan pada Konvenan Internasional tentang hak-hak sipil dan politik yang telah diratifikasi menjadi UU no 12 tahun 2005, yaitu pasal 18 ayat 1,2 dan 3. Meskipun pembatasan itu tidak dianjurkan, tetapi pembatasan itu dapat dilakukan sepanjang dilakukan oleh UU. Di Indonesia UU yang membatasi itu telah ada, yaitu UU no 1/PNPS/1965 juncto UU No 5 tahun 1969.(rep/osa)
Sekjen Kementerian Agama Bahrul Hayat PhD menegaskan bahwa Ahmadiyah bisa dibubarkan jika merujuk kepada peraturan perundang-undangan. “Ahmadiyah bisa dibubarkan melalui tiga pintu. Pertama, bila berbadan hukum dibubarkan oleh Kementerian Hukum dan Ham. Kedua, bila Ormas Islam bisa, melalui proses dengan UU Keormasan sampai ke tingkat Mahkamah Agung atau langsung direct dari Presiden men-declar bahwa itu merupakan organisasi terlarang, sesuai UU No.1 PNPS,” tegas Sekjen Bahrul Hayat pada wartawan di ruang kerjanya diKantor Kemenag, Jakarta, Senin (7/1).
Dikatakan Bahrul Hayat, keputusan pembubaran Ahmadiyah ini bisa diambil setelah melakukan evaluasi secara komprehensif terhadap penerapan SKB tiga menteri dan dilakukan dengan penuh kehati-hatian.
“Bagaimana implementasi SKB tersebut di lapangan, sudah dipatuhi kah atau belum,“ tambah Bahrul Hayat. Selain dibubarkan menurutnya, individu yang tidak mematuhi SKB tersebut juga bisa dikenakan sanksi pidana,berdasarkan pasal 156a KUHP.
Bahrul Hayat menegaskan bahwa sebelum terbitmya SKB tiga menteri, pihak Ahmadiyah juga sudah menandatangani 12 butir pernyataan. “Namun dari hasil monitoring terhadap pelaksanaan 12 butir tersebut, ternyata tidak semuanya dilaksanakan oleh Ahmadiyah. Langkah selanjutnya terbitlah SKB tiga menteri itu,” tegas Bahrul Hayat.
Bahrul Hayat kepada wartawan menjelaskan SKB tentang Ahmadiyah ini, tidak ujuk-ujuk ada, tapi respon dari sejumlah kondisi yang prosesnya telah dirumuskan. “Secara substansial SKB ini relevan dengan UU di atasnya maupun untuk ketertiban semua pihak,” jelas Bahrul.
Sekjen Kemenag Bahrul Hayat menghimbau, agar masyarakat menahan diri mencoba melihat kepentingan berbangsa sesuai dengan aturan yang ada dan mengikat. “Semua harus diselesaikan melalui forum dialog, jangan melakukan tindakan yang anarkhis,” ucapnya. (rep/osa)