Selama ini masih banyak masyarakat yang terkecoh pendapat bahwa antara Ahlussunnah (Sunnah) dan Syiah sama. Sehingga, tidak sedikit yang cenderung diam menyikapi persoalan Syiah. Bahkan mengecam MUI yang mengkritik Syiah.
Fenomena tersebut menurut Prof. Dr. Mohamad Baharun, Ketua Komisi Hukum MUI Pusat, karena ajaran Syiah hanya difahami dari kulit luarnya saja, bukan dari keyakinannya yang sejati.
“Mereka menutup mata pada esensi ajaran dan keyakinan yang sejati; mengkafirkan kelompok non-Syiah, dan bagi Syiah jalan kebenaran itu hanya dengan mengikuti 12 Imam Syiah saja,” tegas Guru Besar Sosiologi Agama kepada inpasonline.com.
Baharun menyarankan kepada masyarakat yang menyangkal Syiah tidak sesat, untuk mempelajari dulu kitab-kitab standarnya.
Baharun merekomendasikan untuk membaca kitab al-Kafi, yaitu kitab hadits Syiah yang paling otoritatif. Selain itu, di youtube -menurut Baharun- kita dapat peroleh informasi jelas bagaimana pendapat mereka yang mencerca istri Nabi (‘Aisyah r.a.) dan Sahabat Nabi SAW.
Syiah memang sering menyembunyikan ajaran (bertaqiyah) dan bersikukuh menyangkal ajaran mencerca Sahabat Nabi SAW.
Hal senada juga diungkapkan Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, Direktur INSISTS. Menurutnya, Syiah selama ini enggan untuk masuk pada perkara detail ajarannya seperti konsep imamah. Padahal, jika itu terbuka, maka masyarakat akan tahu wajah Syiah sesungguhnya.
Ustadz Hamid menerangkan, Syiah sebenarnya mengkafirkan golongan non-Syiah. “Kalau itu terungkap itu baru kita tahu; siapa kita di hadapan Syiah, dan siapa Syiah di hadapan kita. Kalau kita hanya menyesatkan Syiah, mereka mengkafirkan kita,” terangnya.
Jadi, untuk mengetahui ajaran Syiah yang sesungguhnya, maka kita harus membuka kitab-kitab yang dijadikan rujukan Syiah. (kh)
Last modified: 04/09/2012