Pascasarjana ISID Gontor Kembangkan Konsep Dasar Sains Islam

Inpasonline, 13/6/11

Genda Islamisasi yang kurang lebih berusia tiga puluh tahun sejak pertama kali dicanangkan pertama kali oleh Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas direspon secara serius oleh Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor. Menurut Khoirul Umam, M.Ec, salah satu dosen ISID, mata kuliah dan tesis pascasarjana diarahkan kepada pengembangan konsep-konsep Islam. Konsep-konsep dasar ini akan menjadi basis epistemologi dalam pengislaman sains.

Untuk mendukung pengembangan tersebut, selama dua hari 10 sampai 11 Juni kemarin, Program Pascasarjana ISID Gontor mengundang Dr. Adi Setia dan Dr. Syamsuddin Arif dari International Islamic University Malaysia (IIUM) menjadi pemateri seminar “Islamic Science”. Diharapkan seminar ini mendukung proyek ISID Gontor dalam pengembangan kurikulum sains Islam.

Dr. Syamsuddin Arif membentangkan yang makalah Defining and Mapping Knowledge in Islam berkomentar bahwa dia mendukung penuh cita-cita ISID itu. Bahkan beliau siap mengabdi secara penuh di kampus biru tersebut jika seandaianya dibutuhkan tenaganya. Dia menyambut gembira konsep yang dikembangkan kampus ISID.

Menurut Dr. Syamsuddin jika jika mencanangkan proyek Islamisasi Sains, maka pertama-tama kita harus tahu apa itu sains Islam dan bagaimana ciri sains Islam itu. Hal itu merupakan hal penting, sebab pemahaman itu akan menghantar kepada pengetahuan aspek apa saja yang perlu diislamkan dari ilmu.

“Aspek-aspek yang harus diisalamkan dalam sains itu adalah value/nilai, konsep, paradigma atau ideologi yang menyelimuti sains modern”, tegas Doktor alumni ISTAC Malaysia. Inilah yang disebut islamisasi epistemologi. Kajian inilah yang dibahas Dr. Syamsuddin dalam seminar selama dua hari dibagi dalam tiga sesi.

Lantas bagaimana langkahnya? Dr. Syamsuddin mengutip pendapat al-Attas, bahwa, langkah perdana dan utama dalam pengislaman sains itu adalah dengan penyingkiran konsep-konsep sekular dalam ilmu, penataan kembali konsep-konsep Islam dan pengukuhan worldview Islam.

Diskusi dengan Dr. Syamsuddin cukup ramai dan hidup. Pertanyaan-pertanyaan seputar filsafat Ilmu dilontarkan mahasiswa pascasarjana. Seperti apa mungkin manusia dapat mengetahui ilmu dengan derajat pasti dan yakin. Beliau juga membandingkan anatar metodologi saintis muslim dengan non-muslim. Menurutnya, saintis muslim itu menggunakan metode rasional dan empirik tapi tidak menganut rasionalisme dan empirisisme.

Pemahaman tentang filsafat sains seperti itu merupakan pemahaman dasar dalam pengislaman konsep dasar sains. Sehingga ia manjadi ilmu alat yang menentukan kearah mana sains itu akan dibawa.

Sementara Dr. Adi Setia asal Malaysia memaparkan makalah Three Meaning of Islamic Science: Toward Operationalizing Islamization of Science dan membedah buku Kitab al-Isharati ila Mahasini al-Tijarati yang telah dia terjemahkan dalam bahasa Inggris The Indicator to the Virtues of Commerce.

Makalah pertama menjelaskan tentang tiga makna sains Islam dan pengoperasionalnya. Menurut Dr. Adi, proyek Islamisasi berjalan lambat karena tidak ada institusi dan infrastruktur yang menyokong. Institusi itu katanya harus berdikari tanpa ada kepentingan apapun.

Institusi yang mandiri diperlukan untuk memberi kebebasan para ilmuan muslim untuk mengembangkan keilmuannya secara mandiri. Para sarjana sains setelah lulus harus didukung diberi keluasaan lapangan. Sehinggi disini harus dibentuk komunitas sarjana muslim yang mendapat dukungan infrastruktur. Dr. Adi berkomentar, institusi Gontor punya peluang besar. Ia lembaga yang mandiri tidak tergantung pemerintah atau kelompok manapun. Gontor punya peluang menjadi tempat menampung komunitas sarjana muslim untuk mengembangkan sains Islam, pungkasnya. (Kholili Hasib)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *