Oleh: Abdul Hakim
Manusia terdiri dari jasmani dan ruhani. Oleh karenanya, menjadi penting bagi umat Islam untuk memahami kesehatan individu dan masyarakat secara holistik, tidak hanya sisi jasmani saja melainkan juga memperhatikan sisi ruhaninya. Hal inilah yang membedakan konsep kesehatan Islam dan Barat. Barat hanya mementingkan sehat dari sisi jasmani saja, sehingga terkesan memperlakukan tubuh manusia sebagai mesin mekanik. Makalah ini disusun dengan tujuan memberikan informasi tentang pandangan Al-Qur’an terhadap kesehatan dan obat. Al-Qur’an sebagai panduan hidup umat Islam ternyata juga memberikan penjelasan tentang obat dan kesehatan. Meskipun penjelasannya tidak sedetail buku-buku pengobatan, namun bisa memberikan gambaran secara global tentang pemahaman aqidah yang harus dimiliki oleh pasien, pentingnya usaha preventif dalam mewujudkan kesehatan serta obat-obat yang disebut dalam Al-Qur’an.
Keywords: Pengobatan, Al-Qur’an, Preventif
Pendahuluan
Al-Qur’an adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai petunjuk bagi umatnya. Di dalamnya terdapat ayat-ayat yang jelas bagi manusia yang mau menggunakan akalnya. Al-Qur’an tidak meninggalkan sesuatu yang kecil apalagi yang besar kecuali mencatatnya. Tiada satupun perkara baru yang diperbuat manusia, demikian pula ilmu pengetahuan manusia kecuali pasti ada dalilnya di dalam Al-Qur’an. (Jamaluddin, Mubasyir, 2006:35)
Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (Q.S. An-Nahl: 89)
Terkait dengan obat dan pengobatan, Al-Qur’an tidak memberikan penjelasan yang sangat rinci tentangnya. Misalnya, Al-Qur’an tidak menjelaskan bahan-bahan apa saja yang bisa digunakan sebagai obat, dan untuk mengobati penyakit apa. Al-Qur’an juga tidak menjelaskan tentang metode-metode pengobatan, atau cara membuat obat dan cara menggunakannya. Hal itu bisa dimaklumi karena Al-Qur’an memang bukan buku farmasi atau buku kesehatan. Al-Qur’an bukan Farmakope atau De Materia Medica. Al-Qur’an bukan buku farmakognosi atau farmakologi. Akan tetapi, Al-Qur’an adalah Kitab Suci yang memberikan panduan bagi umat Islam supaya mereka selamat dan bahagia di dunia dan akhirat. Tentang obat dan kesehatanpun Al-Qur’an memberikan panduan global, arah-arahan sebagai penuntun bagi manusia dalam berinteraksi di bidang tersebut supaya mereka tidak merugi di dunia maupun di akhirat
Pembahasan
Bahasa Arab obat adalah syifa’. Di dalam al-Qur’an kata syifa’ dan derifatnya digunakan sebanyak 8 kali, yaitu pada QS. 9:14, QS. 26:80, QS. 10:57, QS. 41:44, QS. 16:69, QS. 17:82, QS. 3:103, QS. 9:109. Dari ayat-ayat tersebut dan ayat-ayat lain yang terkait dengan kesehatan secara umum, penulis menyimpulkan beberapa point tentang obat dan kesehatan dalam perspektif al-Qur’an, yaitu:
1.Penjelasan tentang aqidah. Al-Qur’an menegaskan bahwa yang menyembuhkan orang sakit adalah Allah swt.
2.Penjelasan tentang kebijakan kesehatan masyarakat dan individu. Al-Qur’an memberi gambaran bahwa usaha-usaha preventif (pencegahan) harus lebih didahulukan daripada usaha kuratif (pengobatan).
3.Penjelasan tentang penyakit. Al-Qur’an memberikan gambaran bahwa penyakit digolongkan menjadi dua, yaitu penyakit hati (maa fish-shuduur) dan penyakit badan/jasmani. Oleh karena itu, definisi sehat harus mencakup kedua hal tersebut.
4.Penjelasan tentang obat. Karena penyakit dibagi dalam dua golongan, obat pun dibagi dua golongan yaitu obat penyakit hati dan obat penyakit jasmani. Al-Qur’an menunjukkan bahwa Al-Qur’an dan madu bisa berfungsi sebagai obat.
Berikut penjelasan point-point di atas:
1.Al-Qur’an mengingatkan kepada umat Islam bahwa yang memberikan kesembuhan adalah Allah swt. Allah-lah yang berkuasa memberi kesembuhan.
Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku (Q.S. Asy-Syu’ara’: 80)
Ayat di atas menegaskan suatu keyakinan yang harus dipegang oleh umat Islam, yaitu Allah-lah yang memberi kesembuhan. Di dalam tafsirnya, Al-Maroghi dan Al-Harari mengatakan ketika aku sakit, tidak ada seorangpun selain Allah yang bisa memberiku obat. Tidak juga dokter (al-Maroghi, tt: 19/72; Al-Harari, tt: 20/223). Ayat ini mengandung nilai:
a.Mendorong kepada penderita penyakit dan keluarganya untuk tetap optimis akan kesembuhannya dan tidak berputus asa melakukan berbagai usaha serta berdoa memohon kepada Allah swt untuk memberikan obat atas penyakit yang dideritanya. Allah swt Maha Kuasa sehingga tidak ada satu penyakitpun yang tidak bisa disembuhkan oleh Allah swt.
b.Mengingatkan kepada para praktisi kesehatan, bahwa pada hakekatnya yang menyembuhkan penderita dari penyakitnya adalah Allah swt. Mereka hanyalah sebagai perantara bukan pemberi kesembuhan yang hakiki. Allah-lah yang menentukan kesembuhan seseorang. Segala sesuatu terjadi hanya atas izin Allah. Dengan demikian, para praktisi kesehatanpun akan selalu memohon kepada Allah untuk memberi kesembuhan kepada pasiennya dan merekapun insya Allah akan terhindar dari sikap sombong dan membanggakan diri.
c.Selain itu, ayat di atas juga mengandung nilai bahwa obat dan kondisi sehat merupakan nikmat Allah swt yang harus disyukuri. Al-Maroghi ketika menafsiri ayat di atas menjelaskan bahwa ketika aku sakit, Allah-lah yang memberiku nikmat berupa obat (Al-Maroghi, tt: 19/72). Adapun cara mensyukuri nikmat sehat tersebut yaitu dengan menjaga kesehatan tersebut agar terhindar dari berbagai penyakit, dan menggunakan nikmat kesehatan itu untuk beribadah dan beraktifitas yang selaras dan sesuai dengan aturan dan syari’at Allah swt. Jangan sampai manusia lupa diri akan nikmat sehat tersebut dan menggunakannya untuk bermaksiat kepada Allah swt sebagaimana diperingatkan oleh Allah pada ayat berikutnya.
Dan apabila Kami berikan nikmat kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa.
2.Preventif didahulukan daripada kuratif.
Selama ini, program Pemerintah Indonesia di bidang kesehatan terfokus pada upaya mengobati (kuratif). Hal ini misalnya nampak pada pengalokasian anggaran, di mana sekitar 85 persen anggaran di bidang kesehatan dialokasikan pada upaya penyembuhan. Kebijakan tersebut ternyata berdampak buruk pada angka kesehatan. Prof Does Sampoerno dr MPH, Ketua Kolegium Keilmuan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) berkata, “Kalau kita hanya berkutat pada paradigma kuratif, penyakit-penyakit menular dan berbahaya yang banyak berkembang saat ini tidak akan bisa kita cegah. Kita harus melompat dari paradigma lama ke pola pikir baru. Yaitu bagaimana melakukan upaya promosi, preventif, dan proteksi serta pembangunan yang berkualitas.” Menurutnya, program kuratif kerap menyesatkan pemikiran masyarakat yang menganggap semua orang sakit dapat disembuhkan sehingga menjadi sehat. (kesehatan.kompas.com).
Di dalam masalah kesehatan, Al-Qur’an lebih banyak menjelaskan tindakan-tindakan yang bersifat pencegahan (preventif), daripada tindakan pengobatan dan penyembuhan (kuratif). Hal ini harus direnungkan dan menjadi panduan manusia dalam membangun kesehatan individu dan masyarakat. Prof. dr. Hamad Hasan Raqith, PhD menegaskanbahwa secara umum, kesehatan dalam Islam berprinsip pada upaya menjaga kesehatan secara preventif (menjaga kesehatan sebelum sakit). Kemudian setelah itu, Islam menganjurkan pengobatan bagi siapa yang membutuhkan karena sakit. Inilah salah satu prinsip dalam Islam yang sesuai dengan karakteristik, kemampuan dan keadaan fitrah manusia (Raqith, 2007: 36).
Ibnu Sina (Avicena, 980-1036) pun berpendapat demikian. Bahwa tujuan pertama ilmu pengobatan adalah untuk menjaga supaya tetap sehat.
Ibnu Sina defined medicine –al tibb –as the knowledge of the states of the human body in health and decline in health; its purpose is to preserve health and endeavour to restore it whenever lost (Ebrahim, 1993: 30).
Demikian juga Imam Ibn Qayyim al Jauziyyah, menjadikan usaha preventif sebagai prinsip yang pertama dalam pengobatan.
Imam Ibn Qayyim al Jawziyyah points out that the principles of medicine are three, namely, protection of health, getting rid or harmful things, and safeguarding against harm (Ebrahim, 1993: 28).
Tindakan-tindakan preventif yang dijelaskan di dalam Al-Qur’an sebenarnya tidak dijelaskan secara khusus sebagai upaya untuk menjaga kesehatan, namun merupakan bagian ibadah ritual dan panduan hidup keseharian. Namun, justru itulah salah satu kelebihan syari’at Islam, dimana tidak hanya memiliki nilai ibadah namun juga memiliki nilai-nilai yang lain, di antaranya adalah nilai kesehatan. Beberapa ajaran Al-Qur’an yang mengandung nilai preventif di dalam kesehatan (mencegah supaya tidak sakit) adalah:
a.Mengikuti aturan dan pola makan yang diajarkan oleh Al-Qur’an, yaitu makan makanan yang halal, baik (higienis), dan tidak berlebihan serta berpuasa dalam waktu-waktu tertentu.
Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan (Q.S. Al-A’raf: 31)
Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah. (Q.S. Al-Baqarah: 172)
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (Q.S. Al-Baqarah: 183)
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. (QS. Al-Maidah: 3)
b.Menjaga kebersihan tubuh, pakaian dan lingkungan.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri (Q.S. Al-Baqarah: 222)
Dan pakaianmu bersihkanlah (Q.S. Al-Muddatstsir: 4)
Al-Qur’an juga mengajarkan supaya berwudlu dulu sebelum sholat (QS. Al-Maidah: 6). Sedangkan bagi wanita yang baru suci dari haid diharuskan untuk mandi. Demikian juga dalam ibadah sholat, di dalamnya juga terdapat gerakan-gerakan tubuh yang sangat baik untuk kesehatan.
3.Al-Qur’an memberikan gambaran bahwa penyakit digolongkan menjadi dua, yaitu penyakit hati (maa fish-shuduur) dan penyakit jasmani. Oleh karena itu, definisi sehat harus mencakup kedua hal tersebut. Ayat yang memberi gambaran adanya penyakit hati adalah:
Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta menyembuhkan hati orang-orang yang beriman (QS at-Taubah:14)
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. QS Yunus: 57
Sedangkan ayat yang memberi gambaran tentang penyakit jasmani adalah
¡
Dan Tuhanku, yang Dia memberi Makan dan minum kepadaKu (79), dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku (80), dan yang akan mematikanku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali) (81), (QS 26: 79-81)
Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan (QS An-Nahl: 69).
Di dalam pandangan Islam, di antara kedua penyakit tersebut, penyakit hatilah yang harus diprioritaskan dalam penanganannya. Karena penyakit hati bisa menjadikan penderitanya celaka di dunia dan akhirat. Hal tersebut yang tersirat di dalam kandungan suatu hadits Nabi saw, yang berisi bahwa yang menentukan baik buruknya manusia adalah segumpal darah yang ada dalam dada, yaitu hati. Dengan demikian, sehat dalam perspektif Al-Qur’an mensyaratkan kebebasan manusia dari dua penyakit tersebut.
4.Al-Qur’an selain memaparkan tentang jenis-jenis penyakit, juga memaparkan tentang obatnya. Menurut Al-Qur’an, obat tidak hanya zat yang bisa menyembuhkan penyakit jasmani saja. Akan tetapi zat yang bisa mengobati penyakit hati atau keduanya (penyakit jasmani dan hati) juga disebut sebagai obat. Sebagai perbandingan, definisi obat menurut Ansel adalah zat yang digunakan untuk diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Sedangkan menurut PERMENKES: 917/Menkes/Per/x/1993, obat (jadi) adalah sediaan atau paduan-paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki secara fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnose, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi (Chaerunissa, et.al, 2009: 9). Dua definisi obat di atas, obat hanya mencakup pada penyakit jasmani saja.
Obat yang disebutkan Al-Qur’an ada dua yaitu Al-Qur’an itu sendiri dan madu. Dalam firman-Nya Allah swt menegaskan bahwa salah satu fungsi Al-Qur’an adalah sebagai obat. Allah berfirman:
Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian (Q.S. Al-Isra’: 82)
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh (obat) bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman (Q.S. Yunus: 57)
Nabi saw bersabda,”Hendaklah kalian melakukan penyembuhan yaitu dengan madu dan Al-Qur’an” (HR. Ibnu Majah). Ali bin Abu Thalib ra berkata, ”Seekor kalajengking menyengat Nabi sedangkan beliau sedang shalat, maka ketika beliau selesai shalat bersabda, ‘Allah melaknat kalajengking yang tidak meninggalkan orang yang shalat dan tidak pada lainnya.’ Lalu Nabi berdoa dengan memakai medium air dan garam, kemudian mengusap luka sengatan tadi sambil membaca Al-Qur’an surah al-Kafirun, al-Falaq dan an-Nas.” Hadits ini menunjukkan gambaran pengobatan dalam Islam yang memadukan antara pengobatan fisik (materi) dengan ruhani (spiritual). Dan ulama sepakat akan kebolehan hukum berobat (menggunakan keduanya) untuk segala macam penyakit (Raqith, 2007: 20).
Kedua ayat di atas menunjukkan bahwa al-Qur’an selain sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang yang beriman, juga berfungsi sebagai obat/penyembuh. Dalam posisinya sebagai obat, al-Qur’an memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai obat penyakit jasmani dan sebagai obat penyakit hati. Sebagai obat penyakit jasmani, Al-Qur’an memiliki dua mekanisme, pertama, ayat Al-Qur’an digunakan untuk mengobati suatu penyakit dengan cara dibacakan atau diperdengarkan. Al-Maraghi ketika menafsiri surat Al-Isra: 82 di atas menjelaskan bahwa orang beriman bisa mengambil manfa’at dari Al-Qur’an dengan cara mendengarkannya (baik dari bacaannya sendiri maupun dari bacaan orang lain_pen.). Sedangkan orang-orang dzalim tidak bisa mengambil manfaat dari Al-Qur’an, karena Allah menjadikan Al-Qur’an sebagai obat dan rahmat hanya untuk orang-orang yang beriman (Al-Maroghi, tt: 13/86).
Salah satu pendekatan ilmiah yang bisa menunjukkan bahwa Al-Qur’an bisa digunakan untuk terapi pengobatan adalah menggunakan pendekatan The Healing Power of Sound (pengobatan dengan kekuatan suara). Seorang dokter dari Perancis, dr. Alfred Tomatis, melakukan eksperimen selama 50 tahun seputar indera manusia. Hasilnya menunjukkan bahwa pendengaran adalah indera terpenting bagi manusia keseluruhan (Kahel, 2010: 15).
Fabien dan Grimal menemukan bahwa suara berpengaruh terhadap sel-sel, khususnya sel kanker. Juga bahwa ada suara-suara tertentu yang memiliki pengaruh atau efek yang lebih kuat. Yang menakjubkan adalah suara yang paling berpengaruh atas sel-sel tubuh adalah suara manusia. Fabian juga membuktikan bahwa suara mempengaruhi sel darah, yaitu berpengaruh pada medan elektromagnetik sel tersebut. Fabian menyimpulkan bahwa ada nada-nada tertentu yang mempengaruhi sel-sel tubuh dengan membuatnya lebih aktif dan dinamis, bahkan memperbaruinya. Ia mengajukan tesis penting bahwa suara manusia memiliki pengaruh yang kuat dan unik atas sel-sel tubuh. Pengaruh itu terdapat dalam media-media lainnya. Fabien mengatakan dengan amat ringkas, ”Suara manusia membawa harmoni spirit unik yang menjadikannya media penyembuh yang paling kuat” (Kahel, 2010: 18-20).
Penemuan ilmuwan Jepang yang bernama Masaru Emoto memberi gambaran mekanisme suara bisa mempengaruhi tubuh manusia. Ia menemukan bahwa medan elektromagnetik elemen-elemen air sangat terpengaruh oleh suara. Ada beberapa nada tertentu yang memiliki efek terhadap elemen-elemen air dan membuatnya lebih teratur. Sebagaimana diketahui bahwa 70% tubuh manusia terdiri dari air. Karena itu seorang yang mendengar suara-suara tertentu, sel-sel dari elemen air yang ada di tubuhnya akan terpengaruh, yang kemudian akan berpengaruh pada kesembuhannya (Kahel, 2010: 21-22).
Mekanisme kedua, Al-Qur’an sebagai obat bagi penyakit dada (syifaa ul lima fish-shudur) dan sekaligus sebagai obat bagi penyakit badan. Dengan membaca al-Qur’an, dengan mengikuti petunjuk-petunjuknya, dan selalu mengingat Allah yang menurunkan al-Qur’an, orang bisa terhindar dari sifat syirik, dengki, sombong, iri hati dan penyakit-penyakit hati lainnya dan akhirya menjadi tenang, tentram, tidak emosional, tidak mudah marah serta terhindar dari rasa cemas atau khawatir. Kondisi tubuh yang semacam ini, sangat baik untuk meningkatkan daya imun yang ada pada diri manusia sehingga terhindar dari penyakit.
Hasil penelitian yang dilaporkan oleh para ilmuwan menyebutkan bahwa syarat utama agar kelenjar pineal yang ada di pusat otak berfungsi sehingga dapat menghasilkan hormon melatonin ialah hidup tentram demi mencapai kondisi spiritual tertinggi. Oleh karena itu, para ilmuwan menuntun orang-orang non-muslim yang ingin mencapai kondisi spiritual paling tinggi dengan melakukan meditasi (Hambali, 2011: 142).
Dalam pengantar buku Thriving With Heart Disease, seorang pakar jantung dari Rumah Sakit Lenox Hill, New York, menuliskan,”For Total health, you need a healthy mind.” Jadi kesimpulan dari sudut pandang pakar jantung adalah jika ingin seluruh tubuh (terutama jantung) sehat, manusia perlu mempunyai pikiran yang sehat juga yaitu harus bersabar (Hambali, 2011: 114).
5.Madu adalah obat bagi manusia dan satu-satunya obat (selain al-Qur’an) yang disebutkan di dalam Al-Qur’an. Ayat tersebut adalah:
Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan (Q.S. An-Nahl: 69).
Nabi saw juga menganjurkan agar berobat dengan menggunakan madu sebagaimana tercermin dari bunyi hadits,
عليكم بالشفائين العسل والقرآن
”Hendaklah kalian melakukan penyembuhan yaitu dengan madu dan Al-Qur’an.” (HR Ibnu Majah).
Ibnu Sina (358-415 H atau 980-1037 M), seorang ilmuwan Islam yang namanya dikenal di seluruh dunia hingga masa kini menganjurkan apabila seorang menginginkan badan tetap sehat dan segar maka orang tersebut agar minum madu setiap hari (Hambali, 2011: 103).
Madu mengandung banyak sekali unsur pembentuk maupun pengganti jaringan tubuh yang rusak. Bahkan di dalam madu terdapat unsur pembunuh kuman (anti bacterial) yang sangat potensial untuk pencegahan maupun penyembuhan infeksi. Efek antibacterial dari madu ini diperoleh antara lain karena:
a.Madu memiliki nilai “osmotic” yang tinggi yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba.
b.Di dalam madu terkandung enzim (E. Gluko-Oksidase) yang mampu mengkonversi (glukosa + air) menjadi (asam glukonat + H2O2). Hidrogen peroksida (H2O2) dan asam glukonat itulah yang berfungsi sebagai antibacterial yang sangat potensial. Asam glukonat merupakan senyawa yang sangat mudah larut di dalam selaput membran sel kuman sehingga meningkatkan permeabilitas membrane tersebut dan akan memudahkan terjadinya oksidasi oleh H2O2.
Efek antibacterial dari madu ini justru lebih efektif dengan cara mengencerkan madu. Dengan konsentrasi H2O2 yang hanya 0,02 sampai 0,05 m.molekul.per liter, sudah dapat menghambat pertumbuhan kuman dengan sangat efektif dan tidak memiliki efek samping berupa perusakan sel-sel fibroblast pada kulit. Kondisi ini bisa diperoleh dengan pengenceran madu asli antara 9 kali sampai dengan 56 kali pengenceran (Hambali, 2011: 119-121).
Di dalam kitab Zadu al-Ma’ad fi Hadyi Khairi al-Ibadi ketika menjelaskan hadits tentang penggunaan madu sebagai obat, dijelaskan bahwa madu diminum disertai air untuk meringankan proses pencernaan pada ludah (Raqith, 2007: 70).
c.Madu dengan konsentrasi yang cukup rendah (0,1%) juga dapat meningkatkan jumlah sel limfosit[2] di dalam darah sehingga keadaan ini dapat menimbulkan peningkatan kemampuan fagositik.
d.Pada konsentrasi yang agak tinggi (1%) madu juga merangsang “monosit”[3] untuk melepaskan “sitoksin” yang merupakan Factor Nekrosis[4] Tumor (TNF), yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh terhadap serangan infeksi maupun tumor.
e.Karena terbentuknya asam glukonat, larutan juga memiliki derajat keasaman yang sangat tinggi (pH 3,2 – 4,5). Keadaan ini akan membantu aksi “makrofag”[5] untuk menghancurkan bakteri.
f.Madu juga mengandung germicidine yang merupakan antibiotic alami yang sangat potensial yang sampai sekarang belum dapat dibuat preparat sintetis yang setara dengannya.
Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Said ra, disebutkan bahwa:
أنّ رجلا أتى النبي صلى الله عليه وسلم فقال أخي يشتكي بطنه. فقال اسقه عسلا! ثمّ أتى الثانية٬ فقال: اسقه عسلا! ثمّ أتاه الثالثة٬ فقال: اسقه عسلا! ثمّ اتاه٬ فقال: قد فعلت. فقال: صدق الله وكذب بطن أخيك اسقه عسلا فسقاه فبرأ.
“Seseorang mendatangi Nabi saw dan berkata, ‘Sesungguhnya saudaraku sakit perut.’ Nabi-pun bersabda, ‘Minumilah madu!’ Kemudian orang itu daang untuk kedua kalinya dan Nabi bersabda, ’Minumilah madu!’ Kemudian orang itu datang untuk ketiga kalinya dan Nabi bersabda, ‘Minumilah madu!’ Kemudian orang itu mendatangi Nabi untuk keempat kalinya dan berkata, ’Aku telah melaksanakannya’. Nabi bersabda, ’Benarlah Allah dan bohonglah perut saudaramu. Minumilah madu!’ Orang itupun memberi minum madu kepada saudaranya, lalu saudaranya sembuh.” (HR. Bukhari).
Hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah saw demikian yakin terhadap kebenaran khasiat madu untuk pengobatan. Walau dengan tiga kali kegagalan penyembuhan, Rasulullah saw masih juga menyuruh sahabatnya itu minum madu untuk keempat kalinya dan ternyata betul sakitnya sembuh.
Prof. Nikolai Tsitsin dari Rusia melakukan penelitian terhadap rakyat Georgia yang usia rata-ratanya -banyak yang berusia lebih dari 100 tahun- lebih lama daripada rakyat Rusia, padahal teknologi rakyat Georgia tertinggal dari Rusia. Ternyata penduduk Georgia senang beternak lebah madu sehingga konsumsi madu rakyatnya cukup tinggi, yaitu dapat mencapai 1600 gr/kapita per tahun. Sebagai perbandingan, konsumsi rakyat Indonesia hanya 15 gram/kapita per tahun (Hambali, 2011: 142).
Penutup
Manusia terdiri dari aspek jasmani dan ruhani. Oleh karena itu dalam memandang kesehatan manusia harus melihat kedua aspek tersebut. Al-Qur’an memberikan panduan yang menarik tentang hal itu, yaitu bahwa dalam kondisi sakitpun manusia jangan sampai melupakan Allah. Bahkan justru Dia-lah sebenarnya Dzat Yang Menyembuhkan. Selain itu, Al-Qur’an memberikan arahan bahwa seharusnya yang menjadi perhatian utama dalam mewujudkan kesehatan individu maupun masyarakat adalah upaya-upaya yang bersifat preventif, karena manusia pada asalnya adalah dalam kondisi sehat. Namun demikian, tidak berarti meninggalkan upaya kuratif. Al-Qur’an menyebutkan dua hal yang bisa digunakan untuk pengobatan kuratif tersebut, yaitu Al-Qur’an itu sendiri dan madu. []
DAFTAR PUSTAKA
1.Al-Harari, Muhammad al-Amin. Tafsir Hadaiq ar-Rauh war-Raihan. Makkah: Dar Thouq wan-Najah. tt.
2.Al-Maraghi, Ahmad Musthofa. Tafsir al-Maroghi. Beirut: Dar Ihya’ at-Turats al-‘Arabi.tt.
3.Chaerunissa, Anis Yohana, et.al. Farmasetika Dasar. Bandung: Widya Padjadjaran. 2009.
4.Ebrahim, Abul Fadl Mohsin. Biomedical Issues, Islamic Perspective. Kuala Lumpur: A.S. Noordeen. 1993.
5.Hambali, Iftachul’ain. Islamic Pineal Therapy. Jakarta: Prestasi. 2011.
6.Jamaluddin dan Mubasyir. Al-Qur’an Bertutur tentang Makanan dan Obat-Obatan. Yogyakarta: Mitra Pustaka. 2006.
7.Kahel, Abduddaim. The Holy Heal. Banten: Kalim, 2010.
8.Raqith, Hamad Hasan.Hidup Sehat Cara Islam. Bandung: Penerbit Jembar. 2007.
9.http://kesehatan.kompas.com/read/2010/07/27/09271015/Seimbangkan.Upaya.Preventif.dan.Kuratif. diunduh hari Jum’at tgl 15 Juni 2012 jam 15:03.
[1] Penulis adalah peneliti InPAS
[2] Limfosit merupakan sel utama dalam system kekebalan manusia dengan menhasilkan senyawa kimia yang disebut perforin yang dapat merusak selaput sel saasaran.
[3] Monosit merupakan kelompok sel-sel darah putih (yang diproduksi oleh sumsum tulang belakang) yang termasuk salah satu system kekebalan dalam tubuh.
[4] Nekrosis adalah kematian sel-sel jaringan tubuh karena berbagai sebab seperti infeksi dan iskemia (atau kekurangan darah).
[5] Makrofag adalah sel pemangsa yang besar (diameter 21 mikrometer) yang merupakan salah satu jenis sel darah putih yang dihasilkan oleh sumsum tulang belakang.
Profil Robert Sinaga SH NIP 197902022002121002 baru NIP 040077869 lama PNS lapas 1 Palembang kanwil Sumsel kemenkumham RI android Oppo Reno 2 f [email protected] simbol pemasyarakatan simbol pengayoman Garuda Pancasila Republik Indonesia 082181700361 http://www.oppo.com