Penanaman Adab dalam Pendidikan Sains

Oleh: Alvin Qodri Lazuardy*1, Puspita Ayu Lestari*2

1Pengasuh Pondok Pesantren Muhammadiyah Ahmad Dahlan, Jl. Kalibakung-Banjaranyar Km.02, Kec. Balapulang, Tegal, Jawa Tengah.

[email protected].

2 Pascasarjana Studi Agama dan Resolusi Konflik Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Jl. Laksda Adisucipto, Caturtunggal, Kec. Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

[email protected]

inpasonline.com – Pada era post-modern ini tren sekularisasi semakin marak merangsek semua lini kehidupan, salah satunya dalam ranah pendidikan. Dr. Nirwan Syafrin mengatakan dalam majalah gontor edisi mei 2020 dalam rubrik wawancara Dunia Pendidikan Seharusnya Berkiblat ke-Pesantren, beliau berkata, “Problem terbesar saat ini adalah hilangnya atau kurangnya nilai-nilai moral dalam proses pendidikan, karena modern education sekarang disuplai dengan filosofi positivisme, sehingga melahirkan orang-orang produvtive employment”. Semua berawal dari kesalafahaman dalam fikiran kemudian melahirkan perlakuan tanpa adab atau biadab. Sains dalam ranah Barat, dalam analisa Prof. al-Attas, Sains kontemporer sudah disusupi dengan empat metode utama pembacaan barat, ini dijabarkan al-Attas dalam tulisan beliau berjudul Islam and The Philosophy of Science, empat metodenya yaitu rasionalisme filosofis, rasionalisme sekular, empirisme sekular dan empirisme filosofis. Selanjutnya, menurut Prof. Agus Purwanto sains dalam dunia barat telah diisi dengan faham matrealisme dan tragedi pembunuhan Tuhan. Implikasinya adalah melahirkan para ilmuwan, saintis tetapi tidak menghiraukan adab terhadap Tuhanya, dirinya, sesama manusia bahkan alam dijadikan objek ekploitasi tanpa batas. Dalam ranah epistemologis Tuhan dinafikan dari sains, dalam ranah aksiologis aplikasi sains bukan hanya menjadi berguna dalam kehidupan tetapi melahirkan tragedi alam dan lingkungan.

Atas dasar ini penanaman adab dalam pendidikan sains sangat dibutuhkan untuk menjadi obat penawar sakit kronis sains di era modern ini. Adab menurut Prof. al-Attas dalam bukunya yang berjudul “The Concept Of Education In Islam” adalah Adab is recognition and acknowledgementt of the quality that knowledge and being are ordered hierarchically according to the furious grades and degree of rank, and of one’s proper place in relation to the reality and to one’s physical, intellectual, and spiritual capacity and potensial. Pernyataan ini diuraikan oleh muridnya al-Attas beliau adalah Wan Mohd Nor Wan Daud, Wan Mohd menjelaskan makna adab menurut al-Attas ialah sesuatu tindakan untuk mendisiplinkan jiwa dan fikiran, selanjutnya adab adalah mencari kualitas, jiwa dan fikiran menuju kebaikan, berperilaku yang baik mengerti posisi antara martabat baik dan martabat buruk, kemudian akan membuahkan keadilan dalam dirinya dan kepada orang lain. Jika menarik makna adab ini, pada intinya manusia selayaknya mengerti posisi dirinya sebagai hamba Allah, mengerti segala totalitas kehidupanya dalam martabah pengawasan Allah, maka selayaknya manusia selalu menghadirkan Allah dalam segala aspek dari epistemologis sampai pada aksiologis.

Dalam proses penanaman adab ini bukanlah hal yang mudah tetapi dibutuhkan unsur-unsur utama dalam penanamanya, Wan Mohd memberikan keterangan dalam buku Filasat Pendidikan Islam Prof. al-Attas, Wan Mohd memberi perhatian terhadap tiga hal yang sangat prinsip berkaitan dengan aspek spiritual dalam konteks pendidikan (ta’dib), yakni: keikhlasan, kesabaran dan kejujuran. Ketiga hal tersebut memang sangat perlu ditanamkan kepada setiap manusia sejak kecil. Dapat diambil kesimpulan bahwa penanaman hikmah, adil dan adab tidak terlepas dari pandangan bahwa esensi dari manusia ialah ruh. Maka, aspek metafisika ini perlu mendapat perhatian yang lebih dalam proses pendidikan (ta’dib). Dan dapat dipahami juga betapa pentingnya persiapan spiritual atau aspek jiwa dalam upaya menanamkan hikmah dan adab, sehingga seseorang mampu merealisasikan keadilan. Ditegaskan oleh Dr. Ardiansyah dalam bukunya Konsep Adab menurut Prof. Naquib al-Attas dan Aplikasinya di Perguruan Tinggi, beliau menuturkan dalam proses ta’dib keyakinan, pembiasaan, keteladanan, keikhlasan dan kedisiplinan dalam proses penanaman adab sangat diperlukan. Dalam catatan lain, ia juga menuturkan bahwa penanaman adab harus dilakukan dengan kesungguhan jiwa (mujahadah al-nafs), kebersihan hati (taharah al-qalb), keteladanan (uswah al hasanah), pembiasaan (istiqamah), kedisplinan (hukm) dan doa (munajat). Lebih lanjut, menurut Adian Husaini pemberian keteladanan, pembiasaan dan penegakan disiplin aturan diperlukan dalam proses pendidikan adab.

Selanjutnya mengidentifikasi makna sains, apa, bagaimana dan adakah sains Islam. Membahas mengenai sains, Mohammad Muslih dalam bukunya yang berjudul Falsafah Sains dari Isu Integrasi Keilmuan Menuju Lahirnya Sain Teistik, Dr. Muslih menjelaskan secara bahasa kata “sains” adalah turunan dari kata dalam bahasa Inggris “science”, diadaptasi dari bahasa latin “scientia” yang berarti mengetahui atau pengetahuan-“to know”, knowledge”, juga dalam perkataan latin yaitu “scire” yang mempunyai arti dalam bahasa inggris “to learn”. Dapat dikatakan sains adalah usaha untuk mengetahui sesuatu atau bahkan sains tersebut mempunyai arti pengetahuan. Singkatnya, pengertian sains sebagai pengetahuan atau sebagai Ilmu pengetahuan. membagi sains menjadi tiga makna; Sains sebagai pengetahuan ilmiah, Sains sebagai aktivitas ilmiah dan Sains sebagai disiplin ilmu. Pertama, sains sebagai pengetahuan ilmiah Secara konseptual, pengetahuan merupakan hasil akhir dari proses penyimpulan masuk akal yang didapatkan dari berbagai informasi dan pengalaman.

Ciri dan khas sains dianalogikan oleh Prof. Agus, masih dalam bukunya Ayat-ayat Semesta, beliau memberikan definisi sains yaitu sesuatu produk manusia seperti halnya music, film, patung, bangunan, contoh lain menelaah dengan analogi kritis terhadap moralitas di Indonesia, yaitu diterbitkannya majalah Playboy, ini adalah produk sekaligus menawarkan pandangan hidup bebas, free sex. Pelan tetapi pasti produk ini akan menggiring masyarakat untuk memiliki pandangan hidup yang mesum bahkan lebih rendah dari binatang melata dan ternak. Maka dari itu setiap produk pasti membawa tata nilai dan pandangan hidup atau pandangan dunia dari produsennya. Lebih jauh dari itu Prof Agus memberikan analisa bahwa sains barat membawa tata nilai peradaban modern, yakni materialisme, kisah tragis pembunuhan Tuhan dan tragedi sains dan agama.

Kemudian Makna Sains Islam, dalam Jurnal Tasfiyah Vol. 4 Februari 2020 yang ditulis oleh Sofian Hadi dan Ari Ashari, yang berjudul Mendudukkan Kembali Makna Ilmu dan Sains dalam Islam, menjabarkan makna sains Islam menurut Alparslan Acikgenc. Makna sains Islam menurutnya adalah disiplin ilmu yang memancarkan Worldview Islam, dengan unsur dan komponen utamanya adalah prinsip Islam berupa bangunan metafisika (konsep Tuhan, konsep agama dan sebagainya), epistemologi (konsep ilmu dan kebenaran), hukum (fiqh, maqashid syariah), dan aksiologi berupa adab-etika (tata nilai kebajikan, konsep baik dan buruk, akhlak sehari-hari, dan lainnya). Maka baginya, prasyarat sains disebut islami adalah jika terpenuhinya unsur dan nilai Islami tadi dalam pengembangan ilmu, baik dari filsafat, konsep, dan metodologi, bahkan tujuan kegunaannya.

Masih dalam jurnal yang sama, menurut Alparslan, karena Islam memang telah memberikan ketetapan kepada pemeluknya berupa aturan, termasuk bagaimana seharusnya berilmu dan mengembangkan keilmuan. Ia juga menambahkan, ”Just as the Islamic Revelation determines the social, political, economic, cultural, and artistic life of the Muslim civilization, it also gives direction to its understanding of nature and its scientific study”. Jika kita telaah definisi sains di atas, definisi tersebut merupakan kelanjutan dari definisi Worldview Islam. Dimana Worldview Islam sebagai visi Islami tentang realitas dan kebenaran, dengan upaya menyatukan pemikiran arsitektonik, yang berperan sebagai asas yang tidak nampak (non-observable) bagi semua perilaku manusia, termasuk aktifitas ilmiah dan teknologi. Setiap aktifitas itu akhirnya dapat dilacak pada pandangan hidupnya.

Selaras dengan statement seorang Profesor muslim ahli Fisika teoritik beliau adalah Prof. Agus Purwanto dalam buku Ayat-ayat Semesta memberikan definisi, Sains Islam adalah bangunan keilmuan yang tersusun dari pengejawantahan prinsip tauhid bersumber dari wahyu. Dalam melihat ciptaan atau mahluk terdapat tiga keadaan fundamental yaitu materiil, psikis dan spiritual penjelasan ini adalah hasil dari renungan ayat Allah dalam Q.S al-Haqqah: 38-39.

Lanjut Prof Agus menegaskan bahwa dalam Sains Islam al-Qur’an memiliki posisi sebagai subjek petunjuk dalam kerangka ilmu pengetahuan dengan memberi petunjuk mengenai sains, selalu dikaitkan dengan spectrum metafisik dan spiritual. Ini bermakna dalam Sains Islam wahyu dan sunnah menjadi sumber inspirasi dari bangunan ilmu pengetahuan, jelas ini sangat berlawanan dengan prinsip sains modern (barat) yang pada awal kelahiranya secara terang-terangan memprolamasikan perlawanan terhadap doktrin agama (religius gereja) dan wahyu tidak ada tempat dalam sains barat

Jika kita menyelisik tujuan pendidikan Indonesia dalam Undang-Undang Dasar 1945, yang diungkap oleh pakar pendidikan Islam Dr, Adian, dalam buku Pendidikan Islam sangat jelas tertulis dua kata kunci utama yaitu menajadikan peserta didik beriman dan bertakwa. Iman dan takwa adalah dua kata kunci yang menjadi tujuan utama dalam pendidikan di Indonesia. Kemudian dalam buku Islamisasi Sains karya Dr. Budi Hadrianto, menurut Dr. Budi dalam menentukan tujuan pendidikan sains, mulailah dengan konsep dasarnya yaitu Islam memandang alam ini termasuk didalamnya manusia, hewan, tumbuhan dan lain lain merupakan anugrah Allah kepada manusia. Selanjutnya manusia sebagai mahluk Allah yang terpilih menjadi khalifatu fil ard untuk menjaga, mengelola dengan adab bukan mengeksploitasi bahkan merusaknya. Tujuannya adalah agar kemanfaatan alam ini dapat diraih dengan baik dan dirasakan seluruh manusia. Maka tujuan utama dalam pendidikan sains adalah untuk memahami, menggali, mengolah, dan memanfaatkan apa yang ada disekeliling mereka dalam rangka mensejahterakan kehidupan dan menjadi masalahat seluruh umat manusia.

Sementara itu dalam Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang dikeluarkan oleh BSNP (2006) dijelaskan tujuan diadakan pengajaran sains adalah untuk: pertama, meningkatkan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berdasar keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaannya. Kedua, mengembangkan pemahaman `tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, mengembangkan rasa ingin tahu dan sikap positif dan kesadaran terhadap keterkaitan IPA-lingkungan-teknologi-kemanusiaan. Keeempat, inkuiring ilmiah untuk menumbuhkan kompetensi kognisi, afeksi dan psikomotoris secara ilmiah serta kemampuan dalam berkomunikasi. Kelima, meningkatkan kesadaran untuk memelihara, merawat, menjada dan melestarikan lingkungan. Keenam, kesadaran menghargai alam dan segala ciptaan Tuhan dan ketujuh meningkatkan pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA untuk jenjang lebih tinggi.

Selanjutnya Standar Isi ini disederhanakan oleh Dr. Wendi Zarman menjadi 3 yaitu keyakinan kepada Tuhan, nilai kemanusiaan, keberlangsungan hidup manusia dan tentang ilmu alam. Tak berlebihan, Dr. Budi memberikan penegasan dari uraian Wendi, yaitu dengan konsep, materi, metodologi dan nilai-nilai yang terkandung dalam sains Islam maka implementasinya akan menjadikan siswa semakin mengetahui dan menguasasi konsep sains alam, yakin bahwa seluruh alam jagad raya ini termasuk manusia adalah ciptaan Allah dan ujung dari tujuan ini adalah siswa akan bertambah keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt sehingga siswa akan memahani bahwa dirinya adalah khalifatu fil ard atau sebagai penjaga bumi.

Dalam buku Pendidikan Islam, karya Dr. Adian Husaini, beliau menjelaskan prinsip-prinsip dasar dalam pendidikan Sains, Islam memandang kedudukan Ilmu sangatlah penting, dan terutama adalah sebagai jalan mengenal Allah dan beribadah kepada-Nya. Dalam pendidikan Sains, adab harusnya meletakan fenomena alam pada tempatnya (sesuai adab), yakni sebagai ayat-ayat-Allah. Alam semesta, termasuk tubuh manusia itu sendiri, bukan semata-mata objek penelitian terhadap suatu objek, peneliti harus memahami bahwa segala sesuatu itu terjadi begitu saja, tetapi didalamnya ada dinamika secara fisika dan metafisika yaitu kehendak Allah bisa dikatan sesuai Sunnatullah. Lebih dalam lagi, dalam mengajarkan sains haruslah berlandaskan pada prinsip bahwa fenomena alam ini adalah bagian dari ayat-ayat Allah (menanamkan unsur ilahiyah), bukan sekedar objek untuk dieksploitasi, dengan menempatkan adab dalam diri manusia, adab yaitu mengerti, mengetahui bahwa alam ini adalah ayat Allah, kemudian mengolah dengan baik bukan mengeksploitasi bahkan merusak, dan memberikan maslahah kepada seluruh manusia. Dengan konsep dasar diatas pengajaran sains ini akan membimbing para pelajar dan mahasiswa untuk mengenal Tuhan, kemudian menjadikan manusia beriman, bertaqwa, dan berakhlaq mulia seperti dalam UUD 1945 dan UU Pendidikan Nasional/Perguruan Tinggi, ditambah lagi ini sesuai dengan penjabaran BSNP (2006) yang menyebutkan iman dan takwa sebagai kata kunci pertama dalam tujuan pendidikan sains.

Upaya untuk menanamkan nilai-nilai Ilahiyah ini sudah dirumuskan oleh Dr. Wendi dalam disertasinya di UIKA Bogor 2012 yang berjudul Studi Pengembangan Buku Teks Ilmu Pengetahuan Alam Sekolah Menengah Pertama Berbasis Nilai Keimanan, dijelaskan ada tujuh langkah untuk menanamkan nilai-nilai Ilahiyah dalam Sains Modern dikalangan sekolah dasar dan menengah,  Tujuh upaya itu adalah memberikan pengantar yang berisikan nasehat nasehat Islami, menyisipkan ungkapan kemahakuasaan Allah, mengungkapkan hikmah penciptaan alam yang menumbuhkan rasa syukur, mengoreksi konsep IPA yang bertentangan dengan ajaran Islam, memasukkan ayat al-Qur’an atau Hadith yang relevan, memasukkan informasi kiprah ilmuwan muslim dalam IPA, dan mengaitkan materi IPA dengan penerapan ajaran Islam.

Pembahasan adab dalam pengajaran sains, makna adab sangat penting dan menjadi pijakan utama untuk para pegiat sains Islam maupun umum, dengan tujuan mencetak ilmuwan yang mengetahui posisi selaku hamba Allah, pemahaman bahwa semua yang ada dalam alam ini merupakan ciptaan Allah, hingga tumbuh kesadaran bahwa dirinya adalah penjaga bumi bukan untuk mengeksploitasi apalagi merusaknya. Lebih dari itu “adab”, akan menumbuhkan akhlak baik dan menjadi manusia yang baik. Sehingga sains yang dipelajari menjadi ilmu yang bermanfaat, memberikan maslahat kepada seluruh manusia dan menyeluruh sampai pada nilai-nilai kemanusiaan serta memancarkan keadilan bagi keberlangsungan hidup manusia. Demikian, Wallahu ‘Alam Bishowab

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *